Bukit Bintang

96 26 41
                                    

Beberapa jam kemudian, kami berdua siap untuk menjelajah Bukit Bintang. Kami berjalan keluar dari hotel dan langsung merasakan suasana malam yang ramai dan bersemangat. Lampu-lampu neon menyala terang, dan suara musik dari berbagai restoran dan kafe terdengar di mana-mana.

Sam dan aku berjalan berdampingan, menikmati pemandangan dan atmosfer. "Kamu pernah ke sini sebelumnya?" tanya Sam padaku.

Aku menggeleng "Aku selalu penasaran, tapi Niko and Tata gak pernah mau kesini" 

"Tata?" tanya Sam.

"Oh ya, Tata itu sahabatku dari SMA, dia tinggal di Medan, dulu aku, Tata and Niko sering traveling ke luar negeri bareng-bareng" jelasku pada Sam

"I see" ujar Sam.

"How about you Sam? kamu pernah kesini?" tanyaku pada Sam.

Sam mengangguk. "Yah, Pernah, beberapa kali bersama teman-temanku dulu."

"Ngapain?" tanyaku lagi.

"Ya untuk apa pergi ke Bukit Bintang kalau nukan untuk entertain, nikmatin night life Bukit Bintang" jelas Sam dan aku mengangguk.

Kami terus berjalan dan memasuki beberapa kelab malam. Saat kami sampai di kelab keempat, Sam membuka beberapa botol minuman untuk teman senegaranya yang baru saja dia kenal, sementara aku sibuk menikmati minuman yang ku pesan.

Saat Sam asik mengobrol dengan teman senegaranya yang baru saja dia kenal, aku berkenalan dengan Collin, seseorang yang baru ku kenal juga disini yang datang bersama teman-temannya dalam rangka pesta bujang.

Sebenarnya aku tidak bisa mentolerir alkohol namun entah mengapa malam ini terasa berbeda.

Setelah beberapa gelas dan beberapa waktu mengobrol, Collin mengajakku berdiri untuk menari, awalnya aku ragu namun tiba-tiba ide aneh untuk membuat Sam cemburu melewatiku, tanpa pikir panjang aku menyetujui ajakannya dan berjalan ke lantai dansa.

Aku menari bersama Collin, aku bisa merasakan tatapan Sam yang mengawasi dari balik punggungku. Rasanya seperti ada magnet yang menarikku untuk sesekali melirik ke arah Sam dan membuatku menari lebih penuh gairah sambil beberapa kali menggoda Collin.

Karena pengaruh alkohol, tindakanku malam ini terasa sangat di luar batas. Awalnya, aku menari penuh gairah hanya untuk membuat Sam cemburu aku sangat ingin melihat reaksinya, tapi lama kelamaan malah membuat Collin beberapa kali mencoba menciumku. Setiap kali dia mendekat, aku menghindar dengan sopan, tapi semakin sulit karena Collin semakin agresif.

Aku masih terus mencoba menghindar dari Collin, tetapi dia menarikku ke tempat yang lebih sepi dan masih mencoba menciumku. Tubuhku benar-benar melemah karena mabuk.

Saat ini dikepalaku di penuhi bagaimana jika aku di perkosa lalu aku di buat benar-benar tidak sadarkan diri lalu aku dibuang di pinggir jalan dengan narkotika di badanku, atau yang terburuk tiba-tiba aku terbangun di suatu tempat dengan organ dalamku menghilang atau yang lebih buruk lagi aku di bunuh?

Saat aku memikirkan semua kemungkinan-kemungkinan buruk itu membuatku semakin takut. Collin terus-terusan mencoba mencium dan menggerayangiku dan sekarang tenagaku hampir habis untuk menahan Collin. "Sam..." ujarku lirih memanggil Sam dengan suara pelan yang tak bisa didengar siapapun.

Saat itu, entah bagaimana, Sam tiba-tiba muncul di dekat kami. Wajahnya tampak marah dan tegas. "take your hands off from her!" teriak Sam dengan suara yang membuat Collin terkejut.

Collin melepaskan pegangannya padaku dan mundur sedikit, terlihat ketakutan. "Chill bro, she seems to want me to do it," ujarnya defensif.

Sam mendekat dan menarikku menjauh dari Collin, melindungiku dengan tubuhnya. "She clearly doesn't want to, so don't force her," katanya dengan tegas.

Collin mendengus dan mengangkat tangannya sebagai tanda menyerah. "Fine, whatever," katanya sebelum berjalan menjauh.

Sam mengalihkan perhatiannya padaku, matanya penuh kekhawatiran. "Are you okay, Anna?" tanyanya dengan suara lembut.

Aku mengangguk lemah, merasa sedikit lebih aman di dekat Sam. "I’m so sorry, Sam. I drank too much," kataku dengan suara serak.

"Nggak apa-apa. Ayo, kita keluar dari sini," katanya sambil memegang tanganku erat dan membawaku keluar dari kelab.

Aku menolak keluar dari kelab dan melingkarkan tanganku memeluk tubuh Sam erat. Sam masih mencoba membawaku keluar, tapi aku memberatkan tubuhku, membuatnya kesulitan.

"Ayo, Anna, kita harus keluar dari sini," Sam membujuk, suaranya penuh kekhawatiran. Tapi aku tetap tidak mau bergerak, dan terus memeluk tubuh Sam erat-erat. Aroma maskulinnya memenuhi rongga hidungku, membuat pikiranku semakin kacau.

"Sam, aku gak mau pulang..." kataku dengan suara pelan tapi jelas.

Sam menghela napas, mencoba memahami situasiku. "Anna, you're drunk. We should be back now," katanya lagi, lebih tegas.

Namun, aku masih mengabaikannya. Di tengah kondisi mabuk total ini, pikiranku berputar-putar. Aku bertanya-tanya apa tidak apa-apa jika aku mencium bibir Sam. Aku mendongak, melihat wajah Sam yang penuh kekhawatiran. Aku melihat mata Sam yang mencoba fokus padaku, tapi aku tahu dia merasa bingung dan cemas.

Dengan nekat, aku mendekatkan wajahku ke wajah Sam, bibirku hampir menyentuh bibirnya. "Sam," bisikku pelan, "Do you feel like this too?"

Sam tampak terkejut, tapi dia tidak bergerak. Matanya tertuju padaku, dan aku bisa merasakan napasnya di wajahku. "Anna, kamu mabuk," katanya dengan suara rendah, hampir seperti bisikan.

"I know," Jawabku, "Tapi aku... aku cuma mau tau"

Sam menghela napas lagi, tapi kali ini lebih panjang. "Anna, ini bukan waktu yang tepat. Kita bicarakan ini nanti, saat kamu sadar okay?" katanya dengan lembut tapi tegas.

Aku masih berdiam setengah tak sadar dan masih memeluk pinggang Sam dengan erat.

Dalam kondisi mabuk aku menimbang-nimbang perbuatanku dan tanpa pikir panjang tanpa memperdulikan hal yang akan terjadi selanjutnya, aku mendekatkan wajahku dan mencium bibir Sam. Rasanya seperti waktu berhenti sejenak, dan aku bisa merasakan kehangatan bibirnya. Aku tahu ini salah, tapi dalam keadaan seperti ini, rasanya benar.

Sam tampak terkejut dan sejenak terdiam. Namun, dia tidak mendorongku atau menarik diri. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Sam perlahan melepaskan ciuman itu. Dia menatapku dengan campuran perasaan yang sulit diartikan.

"Anna, kamu benar-benar mabuk," katanya dengan suara lembut tapi tegas. "Kita harus pulang sekarang."

Aku bisa melihat kebingungan dan kekhawatiran di matanya. Namun apa daya, ini semua karena alkohol yang membuatku bertindak senekat ini.

Sam masih membujukku lagi untuk kembali ke hotel. "Aku gak mau tidur sendirian, Sam." ujarku dengan suara serak dan lemah.

Sam terdiam sejenak dan berkata, "Alright. kita kembali sekarang, oke?" Aku mengangguk lemah.

Sam dengan cepat menggendongku keluar dari kelab. Aku bisa merasakan kehangatan dan kekuatannya saat dia membawaku keluar dari tempat itu. Kami memanggil taksi dan menuju ke hotel. Di dalam taksi, aku bersandar pada Sam, merasa nyaman dan aman di dekatnya membuatku hanyut tertidur dalam sandarannya.

Dear SamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang