Hari ini aku terbangun dengan suara bising notifikasi ponselku. Aku melihat jam dan ternyata masih jam 8 pagi. Dan aku memeriksa siapa seseorang di balik notifikasi yang menggangguku, rupanya itu Niko. Aku menggerutu dan memaki Niko dalam hati karena dia mengganggu tidurku di hari libur yang indah ini.
Aku memeriksa satu per satu pesannya. Rupanya pesannya bertuliskan aku harus bersiap untuk pergi ke Malaysia besok untuk mengecek beberapa proyek pembangunan di sana. Aku terkaget-kaget. Kenapa harus aku?
Aku segera menelepon Niko, dan dia menjawab dengan nada santai. "Morning, Anna. Sudah baca?"
"Ya, udah," jawabku dengan nada bingung. "Kenapa harus aku yang pergi ke Malaysia? Kenapa gak kamu atau orang lain?"
Niko tertawa. "Because I believe in you, Anna. Kamu yang paling detail dan teliti dalam ngerjain proyek. Selain itu, kamu juga butuh sedikit perubahan suasana, kan?"
Aku menghela napas. "Tapi ini dadakkan banget nik. Gimana aku bisa siapin semuanya dalam waktu secepat ini?"
"Dont worry," kata Niko. "I've arranged everything. Flight tickets, hotels, even transportation there. You just need to pack your things and get ready to go."
Aku merasa campuran antara marah dan terkesan. "Nik, kamu bener-bener ajaib sih, tapi oke deh."
"That's the spirit, Anna. i know you can do it, and i bet this will be fun" ujar Niko dengan penuh keyakinan.
Setelah menutup telepon, aku duduk di tepi tempat tidur, mencoba mencerna semua ini. Pergi ke Malaysia besok? Aku melihat sekeliling apartemenku dan menyadari bahwa aku harus segera mulai mengepak barang-barangku.
Saat aku mengepak barang-barangku, rasa lapar mulai menggangguku. Aku berjalan ke arah dapur, tetapi sayang sekali aku kehabisan bahan untuk membuat sarapan pagi. Kemudian, aku pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka dan mengenakan outerku untuk pergi ke minimarket yang letaknya dekat dengan apartemenku.
Aku menuruni lift dan melihat di seberang jalan gedung apartemenku terdapat tukang mie ayam yang belum pernah kulihat sebelumnya, yah, mungkin karna aku selalu pergi ke kantor di saat pagi buta.
Melihat orang-orang yang sangat menikmati Mie Ayam itu membuatku tergoda, aku memutuskan untuk memesan satu mangkuk mie ayam untuk sarapan pagi sebelum pergi ke minimarket. Sebenarnya, aku sering mendengar teman-temanku sarapan dengan mie ayam sebelum pergi ke kantor kurasa itu aneh, tetapi saat aku menikmatinya, rasanya tidak buruk.
Saat sedang menikmati mie ayam, aku melihat Sam berjalan melewatiku bersama Alexa, gadis yang tinggal di lantai yang sama dengan kami. Sam menyapaku terlebih dahulu, dan aku menyapa mereka kembali. "Hey morning. Mau sarapan mie ayam juga?" tawarku
Alexa tersenyum dan menjawab, "Makasih Anna, Sam baru aja traktir aku Bubur Ayam."
Aku tersenyum sambil melirik Sam. "Wow, you're so nice, Sam."
Sam mengangkat bahu sambil tersenyum. "Cuma bersikap baik ke tetangga, gak ada yang spesial."
Kami berbincang sejenak, membicarakan hal-hal ringan tentang apartemen. Sam dan Alexa kemudian pamit melanjutkan aktivitas mereka, meninggalkanku untuk menyelesaikan sarapanku.
Saat aku melihat Sam dan Alexa pergi meninggalkanku sambil tertawa bercanda, perasaanku jadi aneh. Ada rasa cemburu yang tiba-tiba muncul, meskipun aku tahu tidak seharusnya merasa begitu. Aku mencoba mengabaikan perasaan itu, kembali fokus pada mie ayamku yang hampir habis.
Namun, bayangan Sam dan Alexa yang tertawa bersama terus menghantuiku. Aku menyelesaikan sarapan dengan cepat dan berjalan ke minimarket untuk berbelanja. Saat memilih barang-barang, pikiranku terus melayang pada Sam dan Alexa. Apakah ada sesuatu di antara mereka? Apakah mereka lebih dari sekadar tetangga?
Kembali ke apartemen, aku mencoba mengalihkan pikiran dengan beres-beres dan melanjutkan pengepakan barang-barang untuk perjalanan ke Malaysia besok. Tetapi rasa aneh itu tetap ada. Aku tahu ini bukan saat yang tepat untuk memikirkan hal-hal seperti itu, terutama dengan banyaknya persiapan yang harus dilakukan.
Sore harinya, aku menerima pesan dari Sam. "Hey Anna. about Cassablanca, mau nonton malam ini? kalau ya, ku bisa buat beberapa cemilan."
Aku mengabaikan pesan Sam tanpa memberitahunya bahwa aku akan pergi ke Malaysia besok. Namun, Sam terus mengirimiku pesan. "Aku akan pergi besok dan masih belum tau kapan kembali," tulisnya.
Aku masih mengabaikan pesan Sam. Setelah setengah jam berlalu, Sam mengirimiku pesan lagi, "Kurasa kamu lagi istirahat karena minggu yang berat ya. Selamat beristirahat."
Aku tetap mengabaikan pesan-pesannya dan sibuk berbaring, menyiapkan beberapa file yang dikirimkan Niko. Kemudian, malam mulai larut. Aku merasa gelisah dan memutuskan untuk menelpon sahabatku, Martha. Aku menceritakan soal Sam dan semua kejadian yang terjadi akhir-akhir ini. Martha mendengarkan ceritaku dengan seksama.
"Na, kayaknya kamu suka sama Sam deh" ujar Martha dengan nada yakin.
Aku terkejut mendengar ucapannya. "No, Ta, ga mungkin. Sam cuma tetangga baik hati dan rekan kerja. Lagian, dia masih terikat sama masa lalunya," bantahku dengan cepat.
"Anna, kadang perasaan itu datang tanpa kita sadai. Kamu cemburu waktu liat dia sama Alexa, terus kamu gelisah waktu Sam gak perhatiin kamu. Itu tanda-tanda kamu punya perasaan lebih sama dia," kata Martha.
Aku terdiam, mencerna ucapan Martha. Apa benar aku jatuh cinta pada Sam? Aku mencoba mengingat semua momen bersama Sam. Perasaan hangat setiap kali dia tersenyum padaku, kekhawatiran saat dia marah, dan rasa cemburu saat dia bersama wanita lain. Mungkin Martha benar, tapi aku masih ragu.
"Tapi Ta, dia belum move on dari mendiang istrinya. aku gak mau masuk dalam kehidupan yang belum siap untuk hubungan baru," jawabku dengan suara pelan.
"Na, gaada yang salah kok sama perasaan. Yang penting gimana kamu ngehadapinnya. kalau kamu beneran suka Sam, mungkin kamu bisa kasih dia ruang dan waktu. Yah siapa tahu, mungkin dia juga punya perasaan yang sama," kata Martha dengan lembut.
"Tapi Ta... umur Sam dua kali lipat dari umurku, atau mungkin selama ini Sam kayak gini ke aku karena dia inget anaknya?" tanyaku dengan cemas.
Martha dengan cepat berubah menjadi psikologku. Dia adalah sahabatku yang mengetahui segala hal tentang kehidupanku, jadi dia merasa bahwa dia adalah satu-satunya orang yang berhak menghakimi hidupku.
Dengan tegas, Martha membalas, "Na, aku tau kok umur bukan masalah buat kamu. Kamu sendiri pasti sadar soal ini. Ingat sindrom daddy issues-mu? Kamu besar tanpa sosok papa di sisimu, dan itu memengaruhi cara pandangmu terhadap hubungan."
Aku terdiam mendengarkan Martha. Dia benar, aku selalu merindukan sosok papa dalam hidupku. Orang tuaku selalu tinggal berpindah-pindah karena pekerjaan, dan membuatku tinggal bersama nenekku. Meskipun terhalang jarak, orang tuaku selalu memberi perhatian padaku. Namun, aku tetap merasa ada kekosongan yang tak tergantikan.
"Aku tahu, Ta. Tapi aku gak mau jadiin Sam pelarian. Aku mau hubungan yang tulus, bukan karena rasa kehilangan," kataku, mencoba menjelaskan perasaanku.
Martha mengangguk. "Aku ngerti, Na. Yang penting, kamu jujur pada dirimu sendiri. Kalau memang ada perasaan yang lebih dari sekadar teman, kamu harus jujur sama Sam. kasih waktu dan ruang, biar semuanya berjalan alami."
Aku menghela napas panjang. "Mungkin kamu benar. Aku harus jujur sama diriku sendiri dulu. Thanks, Ta. Kamu selalu tahu cara balikkin akal sehatku."
Martha tertawa. "Itu gunanya sahabat. Jangan lupa, besok kamu ke Malaysia. Fokus dulu sama pekerjaanmu gih. Soal Sam, kita pikirkan nanti."
Aku tersenyum, merasa sedikit lebih tenang. "Iya, Ta. Aku fokus ke kerjaanku dulu. Thanks ya sudah dengerin."
Setelah menutup telepon, aku berbaring di tempat tidur menatap lagit-langit kamarku, memikirkan semua yang sudah Martha katakan. Mungkin aku memang memiliki perasaan pada Sam, tapi aku belum siap untuk mengakuinya, bahkan pada diriku sendiri. Aku memutuskan untuk fokus pada perjalanan ke Malaysia besok dan melihat bagaimana perasaanku berkembang nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Sam
RomanceAnna Wijaya, seorang wanita berusia 27 tahun yang ceria dan bersemangat, baru saja pindah ke sebuah apartemen di Jakarta. Di seberang lorong, tinggal tetangga barunya yang misterius, yang dikenal sebagai Samuel Hennessy. awalnya, Anna hanya mengangg...