picnic

136 10 4
                                    

Hari ini, matahari bersinar cerah, membingkai hari libur yang sudah kami rencanakan dengan semangat.

Setelah sebulan disibukkan dengan pekerjaan yang seolah tak ada habisnya, aku dan Sam akhirnya memutuskan untuk mengambil waktu sejenak untuk diri kami sendiri.

Ide piknik kecil-kecilan di taman kota tiba-tiba terpikirkan olehku semalam, dan tanpa banyak pertimbangan, Sam langsung menyetujui ajakanku.

Ketika aku membuka pintu apartemenku, di sana berdiri Sam, Mengenakan kaos biru gelap, celana panjang abu-abu tua dan kacamata hitam yang membuatnya terlihat lebih memukau dari biasanya. Dia menatapku dengan senyuman nakal sambil berkata, "Hi, Gorgeous. Ready?"

Aku terdiam beberapa detik, terpana melihat penampilannya. Seperti biasa, pria ini benar-benar tahu cara mencuri perhatianku tanpa usaha berlebihan. Sekali lagi, penampilannya hari ini membuat hatiku berpikir, Apa benar pria ini sudah berusia lima puluhan?

"Ready?" ulangnya sambil mengangkat alis, membuatku tersadar dari lamunanku.

"Ah, ya. Ayo," jawabku cepat-cepat, menyembunyikan kekagumanku.

Kami berjalan menuju parkiran, dan seperti biasa Sam membukakan pintu mobil untukku. Aku masuk sambil mendesah kecil, merasa sedikit risih dengan kebiasaan itu.

"I think you can stop opening the door for me," ujarku ketika Sam masuk ke sisi pengemudi.

Sam melirikku dengan senyum kecil. "Why?"

"Karena aku bisa membuka pintuku sendiri," jawabku santai.

"So what? What's the problem?" balasnya dengan nada penasaran.

Aku mendesah, "I'm not a kid, Sam. You can stop babying me."

Sam terkekeh, lalu tertawa sarkastik. "Babying you? Anna, I don't care. I'll keep doing it because that's what real men do. So you have to get used to it"

Wajahku langsung memanas, dan aku membuang muka, merasa malu namun diam-diam tersentuh.

Sesampainya di taman, kami berjalan bergandengan tangan, mencari tempat yang nyaman untuk bersantai. Sam menemukan tempat di bawah pohon rindang yang cukup teduh.

"Here's perfect," katanya, melepaskan tanganku untuk menggelar tikar piknik kecil yang sudah dibawanya.

"Aku ke mobil sebentar," ujar Sam sambil berjalan pergi sebelum aku sempat bertanya.

Tak lama, dia kembali dengan tas besar di tangannya. Aku memandang tas itu dengan heran. "Apa itu?" tanyaku.

"Picnic bag," jawabnya sambil duduk di tikar. "You said you wanted to go on a picnic, right? So, I prepared this."

"Apa isinya?"

"Makanan, obviously. Kamu bilang kamu mau piknik, kan?" Sam mulai mengeluarkan berbagai makanan yang sudah dia siapkan. Ada sandwich, buah-buahan, dan bahkan beberapa botol kecil jus.

"Sam, you're cute," kataku sambil tertawa kecil, merasa kagum karena dia ternyata menganggap serius ide piknik dadakanku.

Sam hanya mengangkat bahu. "I aim to please."

"Thank you, Sam" ujarku memberikan hadiah ciuman di pipinya dan Sam hanya tersenyum.

***

Sam bersandar di pohon sambil membuka jurnalnya dan aku berbaring di pangkuannya sambil membaca buku. Aku memperhatikan dia yang tampak serius dengan sketsa-sketsanya. Rasa penasaran membuncah di benakku. Aku bersandar di bahunya, mencoba mengintip isi jurnal itu.

"Aku penasaran banget sama jurnalmu itu, apa sih isinya?" tanyaku.

Sam menoleh sebentar "Just sketches. Wanna see?" lalu menyerahkan jurnalnya. "See for yourself."

Aku membuka halaman demi halaman, melihat sketsa gedung, pemandangan, dan... wajah seorang wanita yang sangat familiar.

"Wait... is this me?" tanyaku sambil menunjuk salah satu sketsa.

Sam mengangguk, tampak sedikit malu. "Yeah. I made it a few weeks ago." membuat pipiku merona.

Namun momen itu terganggu ketika sebuah bola kecil menggelinding ke arah kami. Seorang anak kecil, mungkin berusia empat tahun, berlari mendekat. Aku mengambil bola itu dan mengembalikannya sambil tersenyum. Anak itu berlari kembali ke orang tuanya yang sedang duduk tak jauh dari kami.

Aku menoleh pada Sam. "Lihat keluarga kecil itu, manis ya?"

Sam hanya mengangguk singkat, terlihat tak terlalu peduli.

"Sam, kamu suka anak-anak nggak?" tanyaku, mencoba memulai percakapan.

Sam menghela napas. "I'm not sure. I mean, I'm not very confident with kids. My relationship with my daughter isn't exactly great, so... yeah."

Aku terdiam, mencoba memahami jawabannya. "Tapi... kalau suatu saat kita menikah, kan nggak ada salahnya punya anak lagi?"

Sam tertawa kecil, lalu menatapku dengan serius. "Anna, if we ever get married, I'll be too old to have kids. You do realize that, right?"

Aku menggeleng, tetap keras kepala. "Tapi lihat Al Pacino. He had kids at his age. Al Pacino aja masih punya anak di umur delapan puluhan, Sam. Masa kamu nggak bisa?"

Sam memutar matanya sambil menghela napas panjang. "Anna, be realistic. Having kids isn't just about biology. It's about being there for them, watching them grow, and I'm not sure I'll have the energy or time for that."

Aku mendesah, merasa kesal dengan logikanya yang selalu masuk akal. Namun sebelum aku bisa membalas, Sam melanjutkan.

"Anna, look around. People are staring at us. Mereka mungkin bingung melihat kita. Apa aku ayahmu? Kekasihmu? Atau mereka hanya melihat pria tua menjijikkan yang bersama gadis muda cantik."

Aku mendelik padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mendelik padanya. "Oh, come on, Sam. Or maybe they're just jealous of you. karena kamu bisa berkencan denganku. Atau gadis-gadis di sini iri sama aku karena aku bisa berkencan dengan pria seksi seperti kamu."

Sam menatapku lama, lalu tertawa kecil. "Pria seksi, huh? You're ridiculous."

"I'm serious!" Aku melipat tangan, pura-pura marah.

Sam terkekeh, lalu mengacak rambutku dengan gemas. "Fine, Anna. Kalau itu yang bikin kamu bahagia."

Kami terus berdebat kecil sambil tertawa, merasa nyaman dalam dinamika yang hanya bisa kami mengerti.

Dear SamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang