Chapter 29: Nightmare.

10 2 0
                                    

Suara deritan pintu kini terdengar melengking disebuah lorong kosong tanpa lentera sebagai pencahayaan.
Hujan deras mengguyur diluar sana dengan kilatan cahaya petir yang terlihat mengerikan.
Angin bertiup cukup kencang hingga membuat jendela yang tadinya tertutup, terbuka dengan kencang sampai menabrak dinding.

Seorang gadis berambut pirang diatas bahu dan memakai piyama putih terlihat berjalan menelusuri lorong suram itu.
Lentera yang ia bawa terlihat bersinar temaram, gadis itu berjalan tanpa alas kaki dan mulai mendekati jendela yang terbuka karena angin kencang.

Netra biru topaznya menatap nanar pemandangan di luar jendela dimana hanya ada tetesan air hujan yang memenuhi pekarangan.
Gadis itu tidak lain adalah Alice, Alice kemudian mulai menutup jendela tersebut dengan satu tarikan sehingga menimbulkan suara cukup kencang.

"Sebenarnya... dimana ini?" gumam Alice sembari berbalik menghadap jalan setapak dilorong yang tengah ia telusuri ini.
Alice mulai menyinari jalan dengan lentera yang ia pegang, berharap diujung lorong gelap ini ada sebuah jalan keluar.

Bulu kuduknya seketika meremang kala bersitatap dengan lukisan seorang pria bermata merah dan berambut hitam panjang.
"Lukisan siapa ini?" Alice menatap lukisan pria itu dengan intens, ada sedikit perasaan takut yang muncul dibenaknya saat menatapinya.

Disaat perasaan takut mulai menyergapinya, seketika sebuah suara pecahan seperti kaca muncul dan membuat Alice terlonjak kaget.
"S-siapa itu?" tanya Alice dengan suara lantang dan mulai berjalan dengan langkah cepat menuju asal suara seperti pecahan kaca itu.

Alice kini berjalan mengabaikan apa yang ia injak di lantai, rasanya Alice menginjak sesuatu yang lengket namun terkadang ia menginjak sesuatu seperti air yang kental.
Langkah kakinya kini membawa dirinya menuju sebuah ruangan dengan dua daun pintu yang tertutup rapat.

"Ruangan apa ini?" gumam Alice kemudian meletakan lentera yang ia bawa dilantai dan mulai mendekati kenop pintu yang telah berkarat tersebut.
Saat tangan kanannya mulai memutar kenop pintu dan mendorongnya, pintu pun berhasil terbuka.

Alice menelan salivanya kesat saat pintu itu berhasil terbuka, ia kemudian melepaskan tautan tangannya pada kenop pintu dan beralih memegang kedua daun pintu itu.
Ia lalu mendorongnya dengan kuat sehingga kedua daun pintu tersebut terbuka dengan lebar.

Saat pintu terbuka, sapuan angin kencang seketika menerpa Alice yang berada di ambang pintu.
Sesaat ia harus menutup matanya agar debu tidak masuk kedalam matanya. Namun, saat sapuan angin kencang tersebut telah menghilang, Alice lalu membuka matanya dan melihat sesuatu yang tidak ia duga muncul dan membuatnya langsung melebarkan matanya syok.

"Aaaa!!"

"Nona!"

Alice langsung membuka kedua matanya saat mendengar suara seseorang berseru memanggilnya.
Alice kini menatap langit-langit kamarnya dan Clara yang berdiri disamping tempat tidurnya.

"Clara?" Alice kemudian bangun dari posisi tidurnya dan mulai duduk.

"Ada apa nona?" tanya Clara menatap Alice khawatir.

"Clara...." Alice tampak ketakutan bahkan tubuhnya gemetaran, ia perlahan memeluk Clara erat.

"Apa Anda bermimpi buruk, nona?" Clara kini mulai mengusap keringat yang memenuhi pelipis Alice.

"Aku takut... d-disana banyak mayat," Alice tampak mulai menangis, bayang-bayang mengenai tumpukan mayat yang tergeletak dengan seorang anak kecil yang berdiri diatas tumpukan mayat tersebut membuatnya langsung  merasa takut.

"Anda pasti bermimpi buruk tadi, sesuatu yang mengerikan terkadang akan terasa seperti hal nyata, maka dari itu saya mengerti ketakutan Anda," jelas Clara sembari tersenyum lembut kearah Alice.

The Secret Witches: Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang