Sesosok gadis berambut pirang diatas bahu terlihat berjalan menuruni jalanan yang cukup terjal, tatapan dari netra biru topaznya sesekali menatap kearah danau luas dibawah sana.
Kaki gadis itu menginjak pada tanah cekung yang menjadi pijakannya untuk melangkah, sesaat kemudian ia pun berhasil turun dan kini berjalan sedikit ke tepi danau."Huhh... leganya, aku pikir akan terjatuh tadi," ujar Alice sembari menghirup nafas lega.
Tatapannya kini menyapu pada luasnya danau dihadapannya, Alice tadi sempat membaca peta dan menemukan jika ada area danau besar didekat tengah hutan. Zona danau tersebut memang sedikit berbahaya karena terdapat sejenis monster air level F.
Namun, Alice tetap memutuskan untuk ke danau ini walau hanya sekedar melihat pemandangan.
Ia juga sudah mengantisipasi keamanan dirinya dari serangan monster, yaitu dengan tidak terlalu mendekati tepian danau.Alice kini mulai meregangkan tubuhnya yang terasa pegal, beberapa lecet tercetak di lutut dan telapak tangannya karena ia tadi sempat tergelincir atau terjatuh saat menuruni jalanan yang cukup curam.
"Disini tenang juga." Alice kemudian duduk di atas bebatuan besar yang berada di belakangnya, ia lalu mulai membuka tas yang berisikan bahan-bahan untuk membuat ramuan.
Alice sekiranya sudah mengumpulkan sekitar 4 bahan dalam perjalanannya tadi dan sekarang hanya tinggal satu bahan saja, yaitu mendapatkan lendir atau darah hewan yang ingin ditiru."Hanya tinggal satu bahan saja yang aku butuhkan, jika aku mendapatkan bahan terakhir. Apakah aku harus membuat ramuannya atau... tidak?" Alice kini mulai dilanda perasaan dilema dengan keputusan antara membuat ramuan tersebut atau tidak.
Disaat ia tengah termenung karena kebingungan, seketika gelang dengan permata biru yang Alice pakai dilengannya mulai bercahaya.
"Eh?"
Ia kebingungan melihat permata biru yang terdapat pada gelang tersebut kini bercahaya cukup terang. Gelang tersebut tidak lain adalah pemberian Parry kemarin dan Alice memakai gelang tersebut agar saat ia bertemu dengan Parry akan langsung ia kembalikan.
Tangannya perlahan terulur kearah permata biru digelang tersebut. Saat jari Alice menyentuh permata itu, seketika sebuah suara yang memekak kan telinga muncul. Suara tersebut terdengar sangat nyaring sampai membuat Alice harus menutup kedua telinganya kembali seperti malam kemarin.
Sesaat kemudian suara nyaring yang terasa memekak kan telinga itu menghilang, digantikan garis putih dengan panjang 5 cm muncul di hadapan Alice.
"Eh? Bukankah seharusnya muncul diatas gelangnya?" Alice kini menatap bingung pada garis putih lurus dengan panjang 5 cm itu muncul didepan wajahnya."De Asher!"
Seketika suara Parry muncul dan membuat Alice langsung terlonjak kaget.
"E-eh? Tuan Parry apa itu Anda?" tanya Alice dan mulai berdiri dari duduknya.
"Ya, ini saya nona De Asher. Anda sekarang berada dimana?" tanya balik Parry yang terdengar seperti tengah berlari.
"Saya... ada didekat danau, memangnya ada apa tuan Parry? Anda terdengar seperti dikejar sesuatu?" raut wajah Alice kini mulai menunjukan ke khawatiran.
"Kemari kau dasar bedebah bajingan!"
Terdengar suara teriakan Cecilia yang tengah marah disebrang sana, bahkan Alice juga mendengar suara seperti... angin ribut?
"Tuan Parry, apa yang terjadi disana? Apa Anda baik-baik saja, saya seperti mendengar suara nona Cecilia," jelas Alice kini mulai berjalan sedikit mendekati tepian danau."Lokasi Anda ada dimana sekarang? Saya akan kesana." parry kembali bertanya dengan nafas yang terdengar memburu bahkan mengabaikan pertanyaan Alice tadi.
"Saya ada di danau, dibagian tengah hutan... e- bukan, maksud saya sedikit berada ditengah hutan," jawab Alice sembari membuka peta untuk melihat titik lokasi ia berada dimana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Witches: Last Starlight
FantasiaAlice, seorang gadis kecil berusia 12 tahun yang memiliki takdir sebagai pengguna elemen cahaya terakhir. Bakat sihir Alice baru diketahui saat ia melakukan debutante bakat sihir didesanya, melihat bakat sihirnya yang memang sangat dibutuhkan untuk...