Chapter 18: Dispute.

10 3 0
                                    

Di sebuah ruangan luas bergaya klasik, satu buah meja panjang terlihat berada ditengah-tengah ruangan tersebut.
Lima belas kursi berjejer dengan rapi dari sisi kanan dan kiri, tidak lupa 1 kursi yang berada diujung meja terlihat berbeda dengan kelima belas kursi lainnya.

Luther sang perdana menteri terlihat duduk di kursi yang berada diujung meja dan berbeda dengan kursi lainnya.
15 orang dengan pakaian khas bangsawan terlihat duduk di kursi yang tersedia.

"Kita akan memulai rapat acara pendirian kekaisaran yang akan dilakukan 1 minggu lagi, beberapa rencana sudah kita bahas sebelumnya dan laporan yang masuk telah tersampaikan kepada baginda kaisar," jelas Luther membuka pembicaraan.

"Saya izin untuk berbicara tuan Luther," intrupsi seorang pria paruh baya.

"Silahkan duke Artedev," balas Luther mengizinkan. "Saya dengar di acara pendirian kekaisaran kali ini akan diperkenalkan seseorang? Apa itu benar?" tanya seorang pria paruh baya yang diketahui sebagai kepala keluarga duke Artedev.

"Oh? Apakah akhir-akhir ini faksi pangeran ke 1 menyebarkan rumor sesuatu?" tanya Luther sembari menatap pria yang dipanggil duke Artedev itu.
"Saya sebagai salah satu anggota faksi pangeran ke 1 tidak mendengar adanya rumor aneh yang disebarkan dari faksi kami, hanya saja... berita itu telah menyebar, bukan? Mengenai tentang adanya anak pengguna elemen cahaya yang ditemukan," jelas duke Artedev tampak menyeringai.

Luther yang mendengar penjelasan duke Artedev kemudian tersenyum simpul.

"Saya sebagai perdana menteri Yang Mulia Baginda Kaisar tidak memiliki izin untuk menjawab hal tersebut.
Namun, saya harap Anda tidak membuat kerusuhan karena rasa penasaran Anda tidak terjawab," balas Luther tegas.

"Hoho... b-bagaimana mungkin saya melakukan itu perdana menteri," balas duke Artedev dengan suara yang sedikit getir.
Para bangsawan yang melihat interaksi antara Artedev dan Luther pun hanya diam dan tidak berminat untuk angkat bicara.

"Jadi? Bagaimana dengan laporan selanjutnya?" tanya Luther memecah kehingan diantara bangsawan lain.

Seketika seorang pria berambut pirang panjang diikat ponytaill langsung berdiri dari duduknya.
"Oh? Tuan Luminas, apa ada yang ingin Anda sampaikan?" tanya Luther sembari menatap wajah dingin pria bernetra merah muda itu.

"Ada masalah di academy. Maaf, tapi... perdana menteri Luther saya harus kembali ke academy secepatnya," jawab pria yang memiliki marga Luminas itu.

"Apa yang Anda katakan tuan Demetrius Yu'el Luminas?! Ini adalah rapat untuk membahas acara pendirian kekaisaran!" seru seorang pria berambut perak dan bernetra hazel itu.
"Saya tahu itu Marques Ezra, tapi academy sedang membutuhkan kehadiran saya," sahut Demetrius dingin.

"Huhh... Anda bisa pergi tuan Luminas. Namun, kehadiran Anda di pesta pendirian kekaisaran nanti akan kami tinjau," jelas Luther.

"Baik, saya mengerti. Sebagai kepala academy sihir kekaisaran ini, saya akan mengabdikan diri saya dan turut hadir dalam acara nanti," balas Demetrius sembari menundukan kepalanya hormat.

"Silahkan." Luther lalu mempersilahkan Demetrius untuk pergi.

"Dasar! Tidak sopan sekali dia pergi begitu saja ditengah-tengah rapat," gerutu Marques Ezra.
"Tidak apa-apa Marques, lagipula tanpa kehadiran perwakilan dari Duke Luminas kita masih bisa melanjutkan rapat," ucap Luther sembari tersenyum.

"Itu benar, abaikan saja yang pergi dan lanjutkan rapatnya, waktu ku juga tidak banyak disini," intrupsi suara wanita dari pojok ruangan rapat tersebut.
Kelima belas bangsawan yang hadir disana seketika tersentak kaget dan langsung menatap kearah seorang wanita yang terlihat duduk dengan santai di sofa sembari meminum segelas wine.

"Ada apa? Lanjutkan rapatnya dan abaikan saja aku," titah wanita itu dingin.

"Baik," jawab Marques Ezra sembari memperbaiki posisi duduknya di kursi begitupun para bangsawan lainnya.
Sedangkan duke Artedev yang sedari tadi diam membisu setelah berbicara dengan Luther tadi, kini melirik dengan ekor matanya untuk melihat wanita berambut ikal coklat dan bernetra emerald tersebut tengah menyeringai licik.

"Jangan terlalu kasar Ashley," peringat Luther dengan suara yang sedikit dikeraskan, saat ia menangkap basah duke Artedev yang melirik kearah Ashley di pojok ruangan.

"Eh?!" Duke Artedev seketika terkesiap dan langsung menunduk kan kepalanya kebawah.
"Dasar serangga," cibir Ashley terang-terangan sembari meminum segelas wine.

♤♤♤♤♤♤♤♤

.

.

.

"Risandro!"

Alice langsung menghampiri Risandro yang berdiri dihadapannya. "Oh? Anda terlihat sangat cantik hari ini nona," puji Risandro sembari tersenyum.

"Terimakasih," balas Alice terlihat senang dengan pujian Risandro.

"Apakah acara hari ini sangat Anda nantikan sampai Anda tersenyum berseri-seri begitu? Oh... ataukah itu karena Anda ingin bertemu dengan saya?" kelakar Risandro.

"Jangan mengatakan hal aneh, Risandro," peringat Knill sembari menatap tajam Risandro.
"Ehehe... maaf-maaf, kalau begitu nona Alice, apa Anda siap pergi ke aula?" tanya Risandro sembari mengulurkan tangannya pada Alice.

"Iya," jawab Alice lalu menerima uluran tangan Risandro.

"Nona Alice," panggil Knill yang membuat Alice dan Risandro langsung menatap kearah Knill.

"Ya?"

"Saya akan menunggu langsung di aula sebelum Anda pergi ke aula, Anda akan dibawa oleh Risandro ke ruang tunggu sampai pidato dari perdana menteri dan ucapan penyambutan dari yang mulia baginda selesai," jelas Knill.

"A- oh... baiklah, sejujurnya aku cukup gugup sekarang," ucap Alice sembari meremas ujung gaunnya sedikit.

"Tenang saja nona. Anda akan baik-baik saja, saya jamin itu," balas Knill sembari mengusap surai pirang Alice lembut.
"Saya juga akan mendukung Anda dibelakang nona," imbuh Risandro terlihat antusias.

Alice yang melihatnya terkekeh kecil dan langsung tersenyum.

"Kalau begitu saya akan langsung menghampiri Anda saat Anda selesai." Knill berujar sembari tersenyum tipis kepada Alice.
"Iya, aku pergi dulu Knill," pamit Alice lalu berjalan pergi bersama Risandro menuju ruang tunggu aula.

Namun, senyuman Knill tidak bertahan lama disaat suara ketukan sepatu hak tinggi terdengar mendekatinya. "Sayang sekali kau tidak bisa menemaninya," intrupsi suara yang ia kenali.

"Kau sepertinya jadi memiliki hobi merusak suasana," sindir Knill sembari berbalik menghadap kearah wanita yang tidak ia sukai keberadaannya itu.

"Apa aku merusak kebahagian mu?" tanya Ashley sembari mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum sinis.

"Aku sedang tidak ingin berdebat sekarang ini, jadi berhentilah memancing keributan," peringat Knill sembari berjalan melewati Ashley.
"Kapan aku memancing keributan? Bukankah kau yang mudah emosi?" tanya Ashley lagi sembari berjalan mengikuti Knill.

"Jaga tata krama mu sebagai putri, Ashley," tegas Knill dingin.

"Aku selalu menjaganya kok, oh? Atau walaupun aku tidak menjaganya, tidak akan ada seorang pun yang berani padaku, kan?"
Ashley masih berjalan dibelakang Knill hingga mereka berdua saling bergandengan tangan saat pintu aula terbuka dan pengawal mengumumkan kedatangan Ashley dengan lantang.

Sedangkan dilain sisi, sesaat setelah Alice sampai di ruang tunggu aula, ia terlihat tidak henti-hentinya menghembuskan napas panjang untuk mengatur degub jantungnya.
Sampai akhirnya hal yang ia tunggu-tunggu pun tiba dan Alice langsung berdiri dengan tegap di depan pintu aula yang berukuran raksasa tersebut.

"Tolong dukung aku dewi..."
.
.

.
.
.
.
Next.

The Secret Witches: Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang