Karma - Chapter 31

142 16 1
                                    

Waktu berjalan sangat cepat, Lino benar-benar senang bisa mengobrol langsung dengan sang ibu. Wanita itu menatap Lino penuh kasih sayang, matanya berbinar-binar menatap putranya yang manis. Wajah mereka benar-benar tak ada bedanya.

"Saat aku menjadi manusia, aku pernah berdoa pada ibu. Sangat konyol bukan" kata Lino tertawa. Wanita itu terkekeh pelan, tapi saat itu hatinya terasa sangat sakit melihat putranya mendapatkan hukuman di bumi. Melihatnya diperlakukan dengan sangat buruk oleh orang-orang jahat itu. Sebagai seorang ibu dia tak rela, tapi dia tak bisa melakukan apapun.

"Ya aku dengar, saat itu kau sangat nakal nak" katanya menarik hidung mancung Lino yang telah dia wariskan. Lino tertawa dan tidur di pangkuan wanita itu. Entah kenapa tiba-tiba mengingat kedua bayinya.

"Lino kau baik-baik saja kan?" Tanya dewi bulan sembari mengusap rambut hitam legam milik Lino. Pria manis itu mengedipkan matanya yang kini berair.

"Aku tahu perasaan mu, aku pun seorang ibu. Rasanya teriksa saat terpisah dengan anak" katanya. Lino tak bisa bohong, dia kini menangis.

"Sebenarnya aku sangat membenci pria itu. Tapi akhir-akhir ini aku melihat perubahannya. Tiap malam saat bertugas aku berusaha mengawasinya dari sini. Tidak rela sebenarnya tapi dia sepertinya sudah tulus pada mu. Maafkan aku, jika saja aku membawa mu lebih awal ke sini mungkin kau tak akan menjalani takdir mu dengannya apalagi sampai memiliki dua anak kembar. Aku tak ingin kau mengalami penderitaan yang sama seperti ku Lino" katanya. Lino menghela napas pelan.

"Tapi aku ingin bertanya sesuatu" katanya. Lino menatap ibunya dengan segera.

"Apa kau masih mencintai dia?" Tanyanya. Lino menunduk sejenak. Dia pun mengangguk, padahal setelah semua kesakitan dan kesulitan yang dia alami perasaan itu masih ada sampai sekarang. Walaupun kadang Lino pun kesal dan merasa marah. Tapi tak bisa dipungkiri jika dia masih mencintai Bang Chan.

"Hiks anak ku, kau benar-benar sudah dewasa" katanya menangis. Lino membalas pelukan wanita itu.

"Untuk sementara kau tenangkan diri mu di sini, biarkan dia menderita dulu di bumi. Enak saja mau menyiksa anak ku" katanya mengomel bak seorang ibu yang marah. Lino terkekeh pelan, keduanya pun kembali mengobrol banyak hal.





_____




Chan terus berjuang terbang ke langit angkasa, tubuhnya seperti hancur rasanya saat menembus banyak sekali perisai yang menghubungkan luar angkasa dengan kerajaannya. Dia bertekad untuk membawa Lino kembali pulang. Walaupun dia harus dihukum oleh kedua dewa dan dewi suci yang merupakan orang tua dari istrinya.

Baju zirah Chan seperti meleleh ketika mendekat ke arah istana yang cahanya paling terang sejagat raya. Rasa panas kian menyapu tubuhnya tapi dia harus bertahan, dia akan membuktikan perasaannya pada Lino. Entah dia akan menerima Chan atau tidak.

"Arhhh" Chan meringis ketika mendarat di sana. Tempat ini jutaan kali lebih panas daripada gurun pasir di bumi. Sampai api neraka pun kalah olehnya. Dengan sisa tenaganya Chan berusaha bangkit. Dia berjalan dengan pakaian perang miliknya yang seperti akan meleleh.

"Lino! Lino!" Panggilnya. Tak berselang lama Chan menatap sosok yang dia cari. Pria manis itu muncul dari pintu istana besar dan megah itu. Matanya terlihat terkejut ketika melihat kehadiran Chan.

"Bang Chan" katanya berlari mendekat. Chan tersenyum melihatnya. Melihat wajah manis yang sangat dia rindukan dan membuat dia merasa tersiksa.

"Chan kenapa kau bisa di sini?" Tanya Lino melihat keadaan Chan yang merah seperti terbakar. Pria itu tersenyum menatap wajah Lino yang cemas. Lino melihat baju zirah Chan yang terkenal sangat kuat di medan perang kian meleleh.

"Aku ingin membawa mu pulang kembali, aku sangat merindukan mu begitu juga dengan Aarick dan Arletha katanya. Lino menaikan salah satu alisnya siapa dua orang itu?

"Aarick dan Arletha siapa?" Tanyanya. Chan berusaha menggengam tangan mungil si manis. Chan kini mencium punggung tangan Lino dengan tubuh bergetar.

"Mereka dua bayi kita, aku memberikannya nama itu" katanya. Perlahan Lino tersenyum mendengarnya. Namun, tanpa dia sadari tubuhnya ditarik ke belakang.

"Beraninya kau datang ke sini Bang Chan" ucap sang dewa matahari saat melihat keduanya. Chan benar-benar berusaha menahan panas tempat ini. Dia pun menunduk berusaha memberikan hormatnya.

"Aku ingin membawa Lino kembali dewa" katanya. Mata Lino terkejut ketika sang dewa mencekik leher Chan dengan tongkat yang dia bawa. Lino sontak panik melihatnya.

"Aku tak akan melepaskan putra ku pada dewa bejat seperti mu. Aku tahu kau hanya memanfaatkan kepolosan dia. Kau melakukannya tanpa belas kasihan, apa itu mencerminkan sikap seorang dewa?" Tanyanya. Lino berkaca-kaca melihatnya. Chan yang sudah merasa dibakar hidup-hidup kini terlihat lemas merasakan cekikan dari tongkat itu.

"Ayah cukup. Cukup hentikan. Jika kau melakukan ini maka kau sama saja dengannya" kata Lino. Dia mendekat ke arah Chan dan melepaskan tongkat ayahnya dari leher Chan. Lino memeluk tubuh Chan dengan erat untuk melindunginya.

"Sampai kapan pun aku tak akan membiarkan kau membawa putra ku" katanya ketus. Lino menelan ludah kemudian bangun dan mendekati ayahnya.

"Ayah aku mengerti perasaan mu, tapi aku pun juga seorang ibu. Aku tak bisa berpisah lama dengan anak-anak ku apalagi mereka masih bayi dan memerlukan ku. Lihatlah dia, dia jauh-jauh datang ke sini untuk menjemputku. Pria brengsek ini sudah berubah ayah" katanya lembut berusaha merayu sang ayah. Sang dewa menghela napas pelan dan meneteskan air mata.

"Jadi kau akan meninggalkan ayah?" Tanyanya. Lino menggeleng dan bangkit untuk memeluk pria paruh baya itu.

"Aku tidak akan bisa melakukan, ayah selalu bisa melihat ku saat siang hari begitu juga dengan ibu. Kalian selalu bersama ku walaupun dalam jarak yang jauh. Namun, aku tak bisa melakukan hal yang sama pada kedua anak ku. Aku tak punya kekuatan yang sama seperti kalian" jelasnya. Sang ayah pun mengangguk, dia mengerti segala kegusaran Lino.

"Baiklah aku mengizinkannya jika memang itu keputusan ku. Tapi, jika aku melihat dan mendengar kau disakiti lagi olehnya. Maka aku tak segan membawa mu dan kedua anak mu kembali ke sini" katanya. Lino mengangguk kemudian mencium pipi ayahnya dengan manja.

"Janji ayah, aku pun bisa kabur ke sini sekarang dan meninggalkan dia jika dia macam-macam" katanya. Dewa matahari pun tersenyum pelan.

"Ayah aku pulang ya" kata Lino melambai sembari membawa tubuh Chan yang sudah lemas. Pria itu tersenyum pelan dan mengangguk.

"Aku akan selalu menjaga mu dari sini, sampai jumpa" katanya.

"Tolong katakan pada ibu jika aku pulang bersama suami ku" katanya lagi. Sang ayah tersenyum pelan, putranya memang sudah tumbuh dewasa saat ini.









TBC

Jangan lupa vote dan komen ya

KARMA [ Banginho ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang