8. Semoga Salah

1.4K 174 152
                                    

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ

Akandra :
Aku udah di rumah sakit sama Bapak.

Haima : Okay, thanks, Akan.

Haima menghela napas dan menyimpan ponselnya. Banyak sekali yang harus dia pikirkan, terutama tentang pekerjaannya.

Beberapa saat lalu, Haima dipanggil ke ruang rapat --bersama Satara, oleh beberapa petinggi mereka, juga salah satu HRD. Membahas tentang berita yang menjadi lebih ramai di hari kedua. Berita itu kini sudah menyebar di salah satu platform media sosial.

Haima tidak menyangka jika akan menjadi seperti ini. Dia memilih diam karena berpikir gosipnya akan hilang begitu saja seperti gosip murah lainnya. Tapi, karena ini menyangkut salah satu direktur mereka, beritanya jadi merambah ke mana-mana.

Haima di tegur dan diminta menjelaskan apa yang terjadi di foto itu. Setelah menjelaskan, Haima tetap mendapat surat peringatan pertama. Walau merasa tidak adil, Haima hanya diam. Surat peringatan itu akan ditarik jika Haima berhasil membuktikan ucapannya jika dia dijebak.

Apa Haima harus setuju dengan rencana Akandra yang melaporkan Hendri? Tapi, bukankah laporannya sudah masuk?

Haima memijat pelipisnya, dia tidak boleh kehilangan pekerjaan ini di tengah krisisnya keluarga mereka. Walaupun Ibu selalu mengatakan Haima tidak membantu, tapi percayalah, tidak seperti itu. Keringat dan air mata Haima yang menjadi saksi jika dia juga membantu keluarganya habis-habisan.

Mengembuskan napas pelan, Haima memilih kembali mengerjakan pekerjaan terakhirnya sore ini.

Tepat pukul lima, Haima keluar kantor dan menemukan Akandra yang melambaikan tangganya. Haima mengerutkan keningnya bingung. Bukankah Akandra sedang sibuk? Kenapa ada di sini?

"Hai," sapa Akandra seraya memberikan helm Haima.

"Hai? Kok jemput? Bukannya sibuk?" Haima memakai helmnya lalu naik ke motor dibantu Akandra.

"Jadwal ke Kamboja dipercepat jadi malam ini. Pak Mulyadi suruh aku pulang dan packing."

"Pergi jam berapa?"

"Delapan."

Haima mengangguk pelan, artinya Akandra memintanya untuk membantu packing, karena pria matang itu tidak bisa melipat bajunya sendiri, apalagi harus menyusunnya di dalam koper.

Setiap bepergian, Akandra akan selalu meminta Haima atau Bunda -jika sempat, untuk melipat bajunya dan menatanya di dalam koper. Dan saat pulang, koper itu akan dalam keadaan yang berantakan. Semua baju dilipat semaunya.

Di perjalanan pulang, Akandra menyempatkan untuk mampir membeli makan malam mereka yang akan dimakan di rumah. Haima juga membeli beberapa obat untuk Akandra bawa, jaga-jaga saja.

Friend's HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang