28. Melepas

765 123 28
                                    

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ"Haima?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
"Haima?"

Haima menoleh dan melihat seorang pria di depan pantri. Saat ini sudah jam istirahat, Haima sedang mengangatkan bekalnya di microwave.

"Iya?" tanya Haima mencoba ramah.

Haima tau pria ini, namanya Asen. Pria yang sering Haima lihat di lantai lima. Beberapa kali juga terlihat bersama suami Lea. Hanya sebatas itu.

"Nggak makan siang?" tanyanya.

"Saya bawa bekal." Haima menunjuk microwave.

"Ohh okey." Asen pergi begitu saja setelah menyapanya.

Haima menghela napas kecil. Tidak mengerti dan tidak mau mengerti. Dia hanya ingin bekerja dengan tenang, dan tidak terpikir hal lain.

Ini sudah lima bulan sejak Haima tiba di Turki. Sedikit sulit memang untuk Haima beradaptasi, tapi akhirnya dia mulai terbiasa dengan lingkungan, pekerjaan, dan semua hal yang ada di sekitarnya. Haima juga sudah tinggal sendiri setelah satu minggu di Turki.

Tempat yang dia sewa hanya indekos kecil yang tidak jauh dari kantor tempatnya bekerja, jadi Haima hanya perlu berjalan kaki sekitar lima belas menit untuk sampai di kantor. Lebih praktis dan hemat.

Microwave menyala, Haima mengeluarkan makannya dan membawanya ke meja pantri, duduk sendirian dan mulai makan sambil memainkan ponselnya.

Yang selalu dia lakukan adakah membaca ulang semua percakapannya dengan Akandra dengan perasaan menyesal, kenapa mereka tidak sering berkirim pesan?

Tidak ada pesan baru dari Akandra, semua pesan berakhir di Haima dengan tanda centang satu. Sepertinya Akandra memang memblokir nomornya, entahlah, tapi Haima tidak bisa protes. Akandra berhak melakukannya.

Saat jam kerja selesai, Haima tersenyum melihat Lea dan si kecil Varo yang menunggu di lobby.

"Tunggu Amar?" tanya Haima menyebut nama suami Lea.

"Iya, tapi aku pengen ketemu kamu juga. Kita ngopi, yu?" ajak Lea.

"Boleh, kita janjian aja ya? Biar aku pulang dan bersih-bersih dulu."

Lea mengangguk. Haima berpamitan dan bergegas pulang, dia juga rencananya memang ingin jalan-jalan entah malam ini atau besok pagi ke salah satu taman di pinggir pantai Kota Istanbul.

Sekitar pukul tujuh malam, Haima pergi ke rumah Lea agar pergi berbarengan, Lea yang menyuruh agar lebih praktis, katanya.

"Kamu pasti sadar kalo Asen coba deketin kamu, kan?" tanya Lea membuat Haima menoleh.

Mereka sudah sampai di sebuah tempat makan yang sedang hits di sana.

"Kalau kamu yakin mau menetap di sini, kamu harus coba buat lepaskan apa yang ada di Indonesia. Kamu nggak akan bisa hidup kalau terus terikat sama masa lalu. Atau, lebih baik kamu pulang, selesaikan semuanya. Kasihan Akandra, Ma," ucap Lea lagi.

Friend's HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang