ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Haima duduk melamun di sofa ruang keluarga. Akandra masih tidur. Semalam, malah Akandra yang tidur lebih dulu, jadi Haima memilih keluar dan tidur di kamar lain. Akandra benar-benar terlihat kelelahan, belum lagi harus menghibur dan menguatkan Haima selama satu bulan belakang. Pria itu memang tidak protes, tapi Haima tau jika Akandra lelah."Love." Akandra berjalan sedikit cepat membuat Haima menoleh.
"Aku kira kamu pulang." Akandra duduk di sebelah Haima dan memeluknya. "Mau sarapan apa?"
"Aku nggak lapar."
"Kamu harus makan. Aku buat toast, ya?"
Haima mengangguk saja. Akandra berdiri dan mengecup pipi Haima sebelum ke dapur untuk menyiapkan sarapan mereka, tidak lupa mencuci muka dan menggosok gigi, karena Akandra langsung keluar kamar mencari Haima barusan.
Tidak sampai sepuluh menit sarapan mereka siap. Akandra membawanya ke ruang tamu dan memberikannya kepada Haima. Akandra menyuruh Haima untuk minum air putih sebelum akhirnya menyuapi Haima toast dan telur mata sapi. Haima tidak menolak, dia memang tidak lapar, tapi rasanya berlebihan menolak apa yang Akandra lakukan setelah kejadian semalam.
"Bunga baru kita udah mulai mekar, setelah sarapan, kita ke taman belakang buat lihat sekalian berjemur, ya?" ajak Akandra diangguki Haima.
Selesai sarapan, Haima hendak membersihkan peralatan makan mereka, tapi Akandra melarang dan menyuruh Haima untuk ke taman duluan. Haima menurut dan menunggu Akandra di taman belakang.
Haima menengadah, cahaya matahari mulai terasa panas, memejamkan matanya beberapa saat, menikmati wajah dan tubuhnya yang terkena sinar matahari. Akandra menyusul dan memeluk Haima dari belakang.
"Ada cerita apa kemarin? Kenapa tiba-tiba mau menginap?" tanya Akandra pelan.
"Ibu punya pacar."
"Ibu apa?" tanya Akandra melepaskan pelukannya dan membalik tubuh Haima agar menghadap ke arahnya.
"Punya pacar." Haima tersenyum sendu. "Bahkan belum 40 hari dari Bapak meninggal, dia udah berani bawa laki-laki lain ke rumah kita, Akan."
Air mata Haima tiba-tiba luruh. Akandra kembali memeluk Haima dan mengusap punggungnya.
"Aku tau secinta apa Bapak sama Ibu, Akan. Tapi kenapa Ibu perlakukan Bapak kaya gitu? Kenapa orang sebaik Bapak harus dapat orang kaya Ibu?"
Akandra tidak menjawab apa pun. Dibiarkannya Haima menangis di pelukannya.
Haima mendorong sedikit tubuh Akandra, mendongak menatap prianya. "Kamu pernah dengar kalau anak yang hidup di keluarga yang berantakan cenderung berperilaku sama kaya orang tuanya? Gimana kalau aku juga sama kaya Ibu?"
Akandra menggeleng, mengusut air wajah Haima lembut. "Kalau kamu mirip orang tua kamu, udah pasti kamu sama kaya Bapak. Kamu anak baik, Haima."
Kini giliran Haima yang menggeleng, melepaskan tangan Akandra dari wajahnya. "Aku sama kaya Ibu, Akandra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend's House
ChickLit(Privat acak, follow sebelum baca) Tidak ada tempat ternyaman untuk Haima kecuali rumah Akandra, sahabatnya. Rumah warisan yang Akandra tinggali seorang diri ini sudah seperti rumah milik Haima juga. Sejak direnovasi tujuh tahun lalu, gadis itu tida...