9. Kita

1.4K 177 76
                                    

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ

Haima termenung, tidak tau lagi harus bagaimana. Dia baru saja menghubungi Samuel untuk menanyakan laporan yang Akandra ajukan tentang dugaan pelecehan seksual Hendri terhadap Haima tempo hari. Samuel tidak bisa langsung menjawab karena laporan itu Akandra sendiri yang mengurusnya, tapi Samuel mengatakan akan bertanya pada Akandra.

Bukan tanpa alasan Haima menanyakan laporan itu, tapi gosip di kantornya semakin tidak terkendali, Haima sudah lelah mendengar mereka terus memojokkannya, bahkan mereka tidak segan membully Haima secara terang-terangan.

Haima juga sudah berbicara dengan Satara, meminta solusi, tapi apa boleh buat, atasannya itu juga tidak bisa berbuat banyak. Wewenangnya tidak sebesar yang terlihat, ada orang-orang yang lebih tinggi yang harus dia lindungi.

Samuel :
Mba, salinan rekaman cctv-nya ada di Pak Akandra langsung, kalau mau Mba minta langsung sama Pak Akandra.

Haima :

Kalau minta salinan dari berkas laporan itu ga bisa ya?

Samuel :
Lebih gampang minta sama Pak Akandra sih, Mba. Memangnya kenapa ga minta langsung?

Haima :

Akandra pasti sibuk. Kalau gitu, kamu tau ga laporannya udah sampai mana? Kayanya saya mau lanjutin laporannya deh.

Samuel :
Ga tau, Mba. Pak Akan sendiri yang urus kasusnya.

Haima : Gitu ya. Oke deh, thanks Samuel.

Haima menyimpan ponselnya, benar-benar bingung. Belum lagi masalah di rumah, membuat kepalanya semakin pening.

Bayangan Akandra tiba-tiba terlintas di benak Haima. Ingin sekali rasanya menghubungi Akandra, sudah dua minggu pria itu di Kamboja dan Akandra benar-benar tidak menghubunginya seperti yang Haima minta. Tapi, jika kondisinya seperti ini, Haima rasa hal itu tidak berguna, Haima lebih sibuk memikirkan pekerjaan dan kondisi Bapak dibanding meyakinkan perasaan anehnya pada Akandra.

Haima bergegas membereskan bawaannya, sudah pukul lima, waktunya dia pulang. Saat berjalan ke arah lift, terlihat lift sudah berisi beberapa orang yang menatapnya jijik. Haima menghela napas pelan, berbelok dan memilih menggunakan tangga.

Keluar dari gedung kantor, Haima berjalan ke halte, tapi Haima mengubah arahnya dan memilih untuk berjalan kaki.

Satu jam lebih berjalan kaki, Haima sampai di depan rumah Akandra. Haima mengangkat wajahnya dan menangis pelan. Entah apa yang dia tangisi. Haima membuka pagar dan duduk di teras. Haima memiliki kunci rumah Akandra, tapi rasanya kurang pantas jika Haima masuk begitu saja tanpa izin.

Friend's HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang