Beberapa menit perjalanan.....
Merekapun sampai ditempat yang mereka tuju yaitu pesantren Al-mu'min, Ghaffir merasa sedikit pegal dengan tangannya karena sekitar 20-30 menitan perjalanan membuat lengannya jadi kesemutan. Tapi tidak papa asal istrinya tidur dengan nyaman pikirnya.
"Bangun," Ucap Ghaffir seraya menggoyangkan tubuh Zahra agar segera bangun.
Zahra mengerjap-ngerjap kan matanya pelan, kemudian ia mengucek matanya agar penglihatannya terang, setelah itu ia baru bisa benar-benar membuka matanya.
"Kita udah sampai?" Tanyanya dan berjalan ke bagasi mengikuti Ghaffir didepannya yang sedang mengambilkan kopernya.
"Iya, ayo masuk." Ucap Ghaffir dan dibalas anggukan oleh Zahra.
Zahra hendak mengambil kopernya namun Ghaffir mencegahnya, ia bilang agar dia saja yang membawakan koper Zahra, jadi ya Zahra nurut saja.
Ia pun mengikuti Ghaffir menuju ndalem, ia disambut oleh beberapa santri dan santriwati yang sedang lewat dan beberapa santriwati ada yang menatap kagum pada suaminya itu, apa mereka tidak tahu jika yang berada di belakang Gus nya itu adalah istrinya pikirnya. Argh sudahlah memikirkan hal itu membuat Zahra malas.
Saat sudah sampai di ndalem ia disambut hangat oleh umma dan Abah.
"Assalamu'alaikum." Ucap Ghaffir dan juga Zahra bersamaan.
"Waalai'kumussalam." Jawab umma dan Abah dari dalam.
"Wah menantu kita sudah Datang rupanya mas," ujar umma pada suaminya.
Merekapun memeluk Zahra dengan sayang, Abah juga karena ayah dari suami adalah mahrom istri jadi tidak apa-apa. Kemudian Zahra mencium tangan kedua mertuanya.
"Duduk dulu, biar umma ambilin minum." Zahra kemudian duduk disofa, kemudian umma hendak berjalan menuju dapur namun langkah nya dihentikan oleh deheman seseorang.
"Ekhemm." Ya benar, itu adalah Ghaffir.
"Eh, ya Allah! lupa umma, ada anak umma juga hehe maafin umma ya nak." Ucap umma yang baru menyadari anaknya ada dibelakang sang istri dengan membawa koper dan juga tas, sudah seperti pembantu saja batin Ghaffir.
"ck ck ck... Anaknya sendiri dilupain kamu itu." Sahut Abah seraya geleng-geleng kepala membuat Zahra tidak sanggup menahan tawanya.
"Abah kan juga sama!" Ucapnya tak terima.
"Udah udah, Ghaffir mau keatas dulu." Ucapnya lalu salim kepada kedua orangtuanya karena tadi dirinya tidak sempat Salim karena tidak dianggap, kemudian ia segera naik ke atas menuju kamarnya.
Setelah Ghaffir sudah tidak terlihat lagi, tiba-tiba datanglah seorang anak kecil yang menyembulkan kepalanya dari salah satu kamar.
Ya, itu abidzar dengan tangan yang mengucek matanya lucu, abidzar mengintip dari balik tirai kamar dengan hanya menyembulkan kepalanya keluar.
"Ada siapa umma," tanyanya polos. Namun ketika melihat orang yang seperti dikenalinya ia pun langsung keluar kamar untuk memastikan.
"Kakak cantik!" Jeritnya kegirangan sambil memastikan.
Mendengar suara anak kecil yang familiar di telinganya membuat Zahra menolehkan pandangannya ke arah suara tersebut, ternyata benar itu suara abidzar.
"Abidzar, kakak kangen sama kamu tau!!" Ucapnya seraya menghampiri abidzar lalu merentangkan kedua tangannya agar anak itu memeluknya.
"Abidzal juga kangen banget-banget sama kakak cantik!" Sahutnya antusias dan berlari ke gendongan Zahra seperti bayi yang baru saja bertemu ibunya.
Umma yang melihat itu pun hanya tersenyum melihat keakraban keduanya, Zahra ini memang pintar mengambil hati seseorang buktinya saja abidzar yang tidak mudah menempel dengan orang bisa langsung menempel dengannya. Itu membuat umma senang apalagi itu adalah menantunya sendiri.
Ya umma Khadijah sudah tau kalau Zahra lah yang menolong abidzar waktu abidzar hendak jatuh dari pohon kemarin itu semua karena Ghaffir lah yang menceritakannya.
"Oh iya Sampai lupa, umma ambilin minum dulu sebentar ya."
"Ah gausah umma, ngerepotin." Tolaknya.
"Enggak sama sekali, kayak sama siapa aja kamu tuh. Udah tunggu sini bentar." Akhirnya dengan sungkan Zahra menunggu umma Khadijah yang sedang mengambilkan minum untuknya.
"Jadi bagaimana kalian berdua, apa masih canggung?" Tanya abah pada Zahra.
"Em Itu...enggeh Abah masih hehe." Jawabnya.
"Tidak papa itu wajar, Ghaffir itu tipe orang yang kalau tidak diajak ngobrol ya dia diam, jadi kamu juga harus berusaha mengakrabkan diri sama dia." Ucap Abah lagi.
"Iya Abah, Zahra bakal berusaha akrab sama kak Ghaffir." Jawab Zahra. Sebenarnya ia bingung harus memanggil Ghaffir dengan sebutan apa jika didepan orangtuanya, tapi karena keceplosan jadi yasudah.
"Hah! Kak? Kamu manggil suamimu dengan panggilan kakak?" Bukan Abah yang bertanya melainkan umma, istrinya itu kebiasaan sekali memotong pembicaraannya pikir Abah.
"Eh iya umma, memang harus manggil apa kalau sudah menikah?" Tanyanya polos.
"Itu tergantung kalian berdua, yasudah tidak papa nanti juga pasti berubah panggilannya." Jelas umma sambil memberikan air pada Zahra.
"Jadi kak Zahla bakal tinggal baleng abidzal dong!" Tanya abidzar dengan pelatnya.
"Iya, kakak bakal tinggal disini mulai sekarang, jadi kita bisa main bareng sepuasnya!" Jawabnya seraya menoel hidung Abidzar karena gemas.
"Yeay!!" Ucapnya sambil meloncat kegirangan.
Melihat abidzar yang antusias membuat dirinya juga ikut senang tentunya, setelahnya ia pun meminum air yang diberikan oleh umma.
Setelah itu ia disuruh segera naik keatas untuk mandi dan menunaikan shalat magrib karena ketika ia sampai di pesantren tadi sudah sekitar jam 5 an dan akan memasuki adzan Maghrib.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAFFIR
RandomMenceritakan tentang Zahra si gadis lugu dan cantik ia pindah ke Yogyakarta untuk kuliah di universitas impiannya, kebetulan ayahnya juga ada pekerjaan disana dengan waktu yang cukup lama sehingga mereka memutuskan untuk pindah. Akan tetapi dibalik...