_HTK_
"Aku pulang dulu," kata Zean yang berjalan menuju motornya diikuti oleh Shani. Dia tak bisa lama-lama menjenguk Shani karena dia juga punya tanggungan untuk memberikan bakso beranak pada kakaknya. Jadi dia pamit lebih dulu. Feni dan Sisca masih berada di kamar Shani, sedang menyantap bakso beranak.
"Iya, hati-hati. Makasih udah berkenan jenguk aku," kata Shani.
"Hem, kalau kamu butuh apa-apa bisa hubungin aku," kata Zean.
"Apa boleh?"
"Boleh." Zean tersenyum menatap Shani yang sedikit pucat. "Aku ingin memulai lagi. Aku minta maaf atas semua yang aku lakukan dulu. Maaf kalau sempat menyakitimu. Sekarang aku bersedia membantu kamu mencari kebahagiaan," jelas Zean.
"Jadi sekarang kita ini apa?" tanya Shani. Dia sedikit berharap kalau hubungan mereka kembali seperti dulu. Kembali bersama, sebagai sepasang kekasih.
"Kita? Kita teman." Jawaban Zean membuat Shani seakan dijatuhkan dari atas gedung. Hanya teman, mereka berdua hanya teman. Memangnya apa yang harus diharapkan Shani? Terlalu cepat untuk mengharapkan mereka bisa bersama lagi, di saat sesutu pernah terjadi saat berpisah.
Shani mengangguk dan tersenyum tipis. Diam-diam dia meremat tangannya sendiri dari balik tubuhnya. "Shan, boleh minta nomormu?" tanya Zean.
"Boleh," jawab Shani. Zean memberikan ponselnya agar Shani mengetikkan nomornya di sana. "Makasih, aku akan menghubungimu disaat sampai rumah nanti," kata Zean sembari memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.
"Cepat sembuh Shani." Zean dengan sengaja menepuk pelan kepala Shani disertai senyuman manis. Shani sontak ikut tersenyum menanggapi.
Zean berbalik hendak pergi, tapi lagi-lagi terhenti saat melihat kehadiran lelaki yang dulu menjadi sumber kesalah pahaman. Husen. Lelaki itu datang membawa bingkisan ditangannya. Dia masih menempati rumah yang sama. Masih menjadi tetangga Shani.
"Hai, Shan," sapanya. Yang disapa merasa dejavu, takut Zean akan bertengkar lagi dengan Husen. Dia bergerak mendekati Zean dan memegang lengan Zean erat. Zean sontak melirik ke arah Shani yang menatapnya seperti berkata sesuatu, tapi Zean tak mengerti.
"Lo, Zean kan?" tanya Husen memastikan.
"Iya," jawab Zean seadanya.
"Hai, apa kabar." Husen menglurkan tangannya hendak berjabat tangan sambil menyanyakan kabar. Zean membalas jabatan tangan itu. "Baik," jawab Zean.
"Lo kemana aja? Selama ini tiba-tiba ngilang gitu aja. Kasihan Shani," kata Husen sambil melirik Shani.
"Gua sibuk. Sorry ya, gua harus pergi udah ditunggu di rumah," kata Zean tak ingin memperpanjang percakapan. Dia melepas tangan Shani dan naik ke atas motor. Zean memakai helm kemudian menyalakan motornya. "Oh, iya. Sen, soal yang terakhir gua lakuin ke elo dulu... gua minta maaf," kata Zean, kemudian melajukan motornya.
"Zean udah tau soal dulu?" tanya Husen pada Shani.
"Udah."
"Kalian balikan?" Shani menggeleng menanggapi. "Maaf ya," ucap Husen.
"Ga papa. Lo bawa apa?" tanya Shani mengalihkan topik.
"Bingkisan, dari Mama."
_HTK_
"Kak Cindy, ini bakso pesanan lo," kata Zean sambil meletakkan bakso di atas meja. "Kak Cindy?!"
"Iya!" Jawab Cindy yang baru keluar dari kamarnya. "Lama banget sih! Ga mungkin kan kamu beli bakso sampe Arab Saudi sana?" kata Cindy.
"Selama-lamanya aku beli bakso, lebih kaget lagi Thoriq umur dua bulan udah naik haji," gurau Zean.
"Ga jelas lo," cibir Cindy sembari mengeluarkan bakso pesanannya. "Tolong ambilin wadah dong," pinta Cindy.
Zean langsung bergerak mengambilkan wadah untuk kakaknya itu. Mereka memindahkan bakso ke tempat masing-masing lalu memakannya bersama. Oh iya, Zean hampir lupa menghubungi Shani. Dia mengeluarkan ponselnya dan memberi kabar kalau dia sudah sampai rumah. Dengan iseng dia juga mengirimkan pap bakso kepada Shani.
"Pap pacar tuh pasti," celetuk Cindy.
"Apa sih, sok tau," jawab Zean. Dia mematikan ponselnya dan meletakkan di atas meja.
"Kenalin dong pacar kamu," goda Cindy.
"Ga jelas banget punya kakak," cibir Zean.
"Kamu beli dimana sih tadi? Kok lama banget," tanya Cindy.
"Tadi sebenernya aku mampir dulu di rumah Shani. Dia sakit, jadi aku jenguk sebentar," ungkap Zean. Cindy hampir tersedak mendengarnya. "Shani? Pacar kamu itukan?"
"Mantan aku, kak. Kan dulu udah putus," ralat Zean.
"Cuma putus sepihak, dulu Shani kan ga mau, sampe dateng ke sini sama orang tuanya buat jelasin," kata Cindy mengingat kejadian dulu.
"Bukan sepihak. Dua belah pihak, orang dulu dia yang mutusin, terus aku terima," jelas Zean.
"Ck, dulu dia ga serius. Cuma kebawa emosi. Kalian aja yang ga bisa bersikap dewasa," cibir Cindy. Zean hanya merotasikan mata malas. "Tapi kalian udah baikan sekarang?"
"Udah dan kita memutuskan buat berteman. Memulai semua dari awal," jelas Zean.
"Jadi ada kemungkinan kalian bakal balikan dong?" Pikir Cindy. Zean terdiam. Dia masih tak tau akan jawaban itu. Apa mereka akan kembali bersama? Atau hanya saling menemani sampai mereka menemukan kebahagiaanya sendiri?
Ponsel Zean berbunyi karena mendapatkan telpon. Zean melirik siapa yang menelpon, "Aku angkat telpon dulu kak," kata Zean lalu beranjak pergi ke dapur membawa baksonya.
"Angkat telpon pakek segala pergi. Aneh banget," heran Cindy.
Senin dah masuk skolah lagi, males bet.
Dah maap buat typo.
Target vote 220.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANYA TENTANG KITA III [END]
Fiksi Penggemar"Cerita kemarin bukanlah yang terakhir. Semua tidak berhenti semudah itu. Kami telah memulai kisah bersama, maka berakhir pun juga harus bersama. Shani milikku dan akan terus seperti itu." _ZEAN "Masa pendewasaan dalam hubungan ternyata tidak semuda...