_HTK_
Marsha dan Zean kini mencari tempat yang sepi untuk membicarakan hal yang cukup serius. Marsha menangis tanpa suara sekarang. Dan Zean sudah sadar apa kesalahannya, dia menatap punggung pacarnya yang bergetar.
"Sha maaf," hanya itu yang bisa Zean ucapkan sekarang.
"Kamu masih sayangkan sama mantan kamu itu? Jawab jujur Zizi, aku ga butuh kebohongan dari kamu, karna aku sekarang sadar kalau kamu hanya lelaki pembohong!"
"Marsha, aku sayang kamu."
"Bukan itu jawaban yang aku mau. Jawab pertanyaan aku tadi Zizi!" Marsha berbalik, menatap Zean dengan tajam penuh kekecewaan. "Apa semua yang kita lalui selama ini sia-sia Zi? Kayaknya aku memang wanita terbodoh! Cewe mana yang rela nemenin cowonya buat move on disaat cowonya bahkan masih gila sama mantan pacarnya itu? Aku kurang apa Zi? Kenapa kamu jahat ke aku?"
"Marsha aku bisa jelasin ke kamu. Kamu harus aku dengerin aku dulu," kata Zean.
"Oke, aku kasih kamu waktu buat jelasin sekarang," putus Marsha.
"Maaf, aku sengaja ngajak Shani makan di sini." Marsha mulai terisak mendengar pengakuan pertama dari Zean. "Aku lakuin itu karna aku masih khawatir ke dia soal kejadian tadi. Pasti dia masih shock, dan aku mencoba menghibur dia. Dan juga sebenernya, ini adalah terakhir kali aku deket sama dia, karna aku mau fokus ke kamu. Maaf Marsha karena aku selalu pergi sama Shani tanpa bilang ke kamu."
"Kenapa kamu ga bilang ke aku dulu. Se-enggak penting itukah aku? Sampai kamu ngasih kabar ke aku aja ga mau. Kamu anggep aku ini apa? Hanya second choice doang, iya? Kamu cuma anggep aku sebagai pengganti, kalau Shani ga mau sama kamu? Tapi di saat dia mau sama kamu, aku, kamu buang gitu aja iya?"
"Enggak, Marsha nggak gitu. Aku ga mau kamu marah, jadi aku ga ngasih tau kamu."
"Justru tindakan kamu ini buat aku marah, kecewa, aku merasa ga diharagai. Otak kamu dimana sih Zi? Percuma aku nemenin kamu sejak lama. Aku kecewa sama kamu."
Zean diam, menatap sendu ke arah pacarnya. Dia tau dia sangat amat salah. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Dia mendekati pacarnya, tangannya bergerak ingin menghapus air mata Marsha, tapi Marsha lebih dulu menghindar. "Sekarang kamu maunya apa Zi? Tentang hubungan kita," tanya Marsha.
"Kenapa tanya gitu? Aku mau kita terus sama-sama. Aku minta maaf atas tindakan aku yang udah nyakitin kamu, Sha," jawab Zean. Ayolah jangan buat Zean berpikir negatif sekarang.
"Tapi Zean, aku rasa.. k-kita ga bisa lagi lanjutin ini," ungkap Marsha. Tak ada lagi panggilan kesayangan Zizi, untuk Zean. Susah sebenarnya untuk mengatakan hal ini. Apalagi dia sangat mencintai Zean, bohong jika dirinya mengatakan; tidak lagi mencintai Zean.
"Kamu ngomong apa sih?! Jangan ngelantur!" Balas Zean. Dalam hati dia panik, hatinya seakan berdenyut. Dia tak siap jika Marsha mengatakan hal yang tak ingin dia dengar.
"A-aku udah mikirin ini Zean. Mungkin awalan aku tak ada berpikir kita akan berpisah, tapi melihat kamu dengan mantanmu, seakan aku jadi tau. Kalau selama ini kamu masih menyimpan rasa terhadapanya kan? Kamu ga usah mengelak, aku tau Zean. Aku ga sebodoh itu untuk kamu bohongi lagi." Marsha menghentikan perkataanya, dia menggigit bibirnya sendiri menahan isakan.
"Aku pernah dengar kata orang, kalau kebahagiaan itu ga mesti harus kita berakhir bersama. Percuma kalau kita bersama, tapi salah satu diantara kita masih terbelenggu di masa lalu, tidak bahagia. Jadi setelah aku pikirkan matang-matang, sepertinya kita sudahi saja hubungan ini. Kejarlah orang yang benar-benar kamu cintai. Aku ga papa kok Ze, serius. Aku akan berusaha rela lepasin kamu demi kebahagiaan kamu. Meskipun kamu ga lagi sama aku."
"Marsha..."
"Sudahlah Zean, aku ga papa. Berbahagialah bersama Shani kalau memang dia sumber kebahagiaanmu. Makasih buat semuanya. Makasih karna udah jadi Zizi yang lucu buat aku." Marsha tersenyum sendu lalu tangannya bergerak melepas kalung pemberian Zean kala itu. Kalung itu Marsha kembalikan pada Zean. "Aku kembaliin kalung ini. Makasih ya. Dan maaf Zean, kita... kita putus."
Zean mematung, jiwanya seakan melayang entah kemana. Kata putus kembali dia dengar setelah sekian lama. Dia mematung dengan mata memerah. Lehernya seakan sakit meski sekedar untuk menelan ludah rasanya susah. "M-Marsha, maafin aku," lirih Zean.
"Iya Zean, aku maafin. Semoga bahagia ya. Aku tunggu kabar baiknya," balas Marsha.
Zean memeluk Marsha dengan erat, bahkan tanpa sadar air matanya ikut luruh, dia ikut merasakan sakit sekarang. Dia kembali merasa gagal menjadi seorang pasangan. Dia lagi-lagi mengecewakan seseorang. Pelukan itu tak berlangsung lama, karena Marsha lebih dulu melepasnya. Dan terakhir Marsha mencium pipi Zean untuk yang terakhir kali, kemudian dia pergi.
Marsha tersenyum saat melihat kehadiran Shani bersama Amel. "Minta tolong jagain Zean ya? Dia bebas sekarang. Aku ga bisa lagi di sisi dia. Tolong buat dia bahagia. Aku titip Zean, semoga kalian bahagia." Itulah kata-kata yang Marsha amanahkan pada Shani, kemudian dia pergi bersama Amel dari sana.
"Tadaaa.. aku punya hadiah buat kamu." Zean menunjukkan kalung berliontin daun semanggi nampak cantik.
"Wahh, kamu beli?" Tanya Marsha.
"Nggak sih, aku nyolong punya tetangga," jawab Zean bergurau. Marsha langsung menampakkan wajah garang dan Zean tergelak. "Bercanda, iya aku beli buat kamu."
"Pasti mahal, kamu ga seharusnya beliin ini. Aku ngerasa ga enak," kata Marsha.
"Sst dah diem aja." Zean memasangkan kalung itu ke leher Marsha. Lalu mereka saling melempar senyum.
Bayangan disaat Zean memberi kalung itu kembali terlintas. Zean menggenggam erat kalung itu dan menunduk dengan perasaan kacau.
Ah sial, aku nangis ngetiknya. Marsha sad girl, mending sama aku aja sini huhuhu...
Dah maap buat typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANYA TENTANG KITA III [END]
أدب الهواة"Cerita kemarin bukanlah yang terakhir. Semua tidak berhenti semudah itu. Kami telah memulai kisah bersama, maka berakhir pun juga harus bersama. Shani milikku dan akan terus seperti itu." _ZEAN "Masa pendewasaan dalam hubungan ternyata tidak semuda...