11

1.3K 254 19
                                    

_HTK_

Sore hari, tapi langit sudah berubah warna menjadi lebih gelap. Motor Zean terparkir di pinggir warung kelontong. Marsha duduk di sana menunggu pacarnya yang tengah membeli minum.

"Nih, buat kamu." Zean menyerahkan minuman berwarna merah yang sudah dia buka tutupnya pada Marsha.

"Makasih," ucap Marsha.

Zean berdiri dengan tangan yang bertumpu pada motor memperhatikan pacarnya. Sesekali dia juga meneguk minumannya sendiri. "Kamu sampai di sini sejak kapan?" tanya Zean.

"Pagi tadi. Aku nginep di rumah temen, barang-barang aku semua di sana," jelas Marsha. Zean mengangguk paham. "Zizi."

"Hem?" Sahut Zean.

"Itu tadi mantan kamu?" Tanya Marsha. Zean terdiam, tapi kemudian dia mengangguk menanggapi. "Cantik ya, pantes kamu dulu susah move on. Bahkan disaat kamu mulai deketin aku aja, masih ada rasa buat dia. Sesepesial itu ya?"

Zean diam memperhatikan arah kakinya. Memang disaat dulu dia mendekati Marsha karena mulai tertarik, tetapi dihatinya masih ada Shani yang menempati. Bahkan disaat juga Zean berhasil berpacaran dengan Marsha, diawal dia masih saja memikirkan Shani. Akan tetapi, Marsha dengan kesabarannya masih mau memaafkan Zean dan tetap bersama sampai sekarang. Zean merasa sangat jahat sekarang pada Marsha, karena sampai sekarang pun, masih ada secerca perasaan untuk Shani. Masih juga memiliki harapan unntuknya bisa kembali dengan Shani. Mungkin saja kalau ada nominasi lelaki terjahat, Zean akan masuk salah satunya.

"Maaf Marsha." Hanya itu yang bisa Zean katakan.

"Tak apa. Aku paham, pasti sulit melupakan orang yang sudah teramat kita sayang," jawab Marsha. Dia tak marah, meskipun dalam hati dia tersakiti. Namun, Marsha masih saja bisa tersenyum menatap pacarnya sekarang. "Terus sekarang kamu mau gimana? Kamu udah ketemu lagi sama mantan kamu itu. Dan kelihatannya kalian deket ya? Kok kamu ga ada cerita ke aku?"


"Dia tadi ke studio mau foto sama teman-temannya. Dan maaf ya aku ga pernah cerita ke kamu. Bahkan aku aja ga nyangka kalau kita bakal ketemu lagi setelah sekian lama," jawab Zean.

"Terus selanjutnya mau gimana? Kamu mau kembali ke dia dan ninggalin aku?" Marsha mengigit bibirnya sendiri menunggu jawaban Zean. Jujur dia tak mau kehilangan Zean. Lelaki dengan segala cara saat mendekatinya dulu.

Zean mengangkat pandangannya dan mendapati mata Marsha sudah berkaca-kaca. "Aku ga akan ninggalin kamu, Marsha. Kamu berarti buat aku. Kamu yang udah buat aku bangkit lagi dari masa kelam itu," jawab Zean.

"Lalu dia? Bukankah dia juga berarti buat kamu? Bahkan satu kota ini tau kebucinan seorang Zean terhadap mantannya."

"Nggak. Kamu salah, ga semua orang tau. Ya, dia memang berarti. Tapi sekarang aku punya kamu. Aku akan tetap milih kamu dan ga akan ninggalin kamu."

"Zizi... jangan bohongin perasaan kamu sendiri ya. Kalau kamu mau ninggalin aku, lebih baik sekarang aja. Dari pada nunggu nanti, yang ada perasaan aku semakin besar ke kamu. Dan aku ga siap merasakan sakit itu."

"Aku sayang kamu, Marsha." Zean memeluk tubuh Marsha yang lebih kecil darinya. Namun, di dalam hati Zean kini merasakan dilema. Dia tak tau apa yang akan terjadi ke depannya nanti.

_HTK_

Setelah mengantarkan Marsha pulang ke rumah temannya. Zean mengandarai motornya menuju rumah Shani. Dia merasa harus menjelaskan dan berminta maaf pada Shani. Mengingat bagaimana tatapan kecewa yang Shani berikan terakhir kali padanya. Zean merasa menjadi orang yang jahat.

Zean menekan bel rumah Shani, beberapa kali. Sampai akhirnya Shani sendiri yang membukakan pintu. Mengetahui siapa yang bertamu, Shani seakan enggan bertemu dan hendak kembali menutup pintu, tapi Zean menahannya. "Shan sebentar Shan, aku mau ngobrol."

"Ngobrol apa? Aku cape mau istirahat."

"Sebentar saja Shan. Aku janji ga akan lama."

Setelah berpikir, akhirnya Shani mau keluar rumah. Mereka duduk di kursi teras dengan keheningan yang menyelimuti. "Mau ngobrol apa? Kalau cuma diem aja kayak gini mending kamu pulang. Aku mau tidur," kata Shani terkesan dingin.

Tetapi dapat Zean dapati kedua mata Shani sembab dan hidungnya memerah. Sepertinya dia habis menangis. Zean merasa tak enak sekarang. "Aku mau minta maaf ke kamu," ungkap Zean. Shani hanya diam tak menanggapi, dia menunggu apa saja yang akan Zean katakan.

"Maaf soal Marsha. Ya, dia pacarku. Kami kenal di sekolah baru, dia teman sekelas. Dia berhasil membuatku lepas akan kesedihan itu. Dan kami berpacaran. Tapi Shan, jujur aku masih sayang ke kamu. Maaf kalau aku terkesan egois."

"Kamu memang egois! Jahat! Kamu tega menyakiti perasaanya kalau kamu bilang kayak gini ke aku. Apa kamu ga mikirin itu?"

"Aku tau aku jahat. Tau banget. Tapi Shan, setelah ini kita masih bisa berteman kan? Aku akan terus selalu ada buat kamu sampai kamu bertemu dengan kebahagiaanmu yang sebenarnya."

"Gimana aku mau bahagia disaat kebahagiaanku aja ada di kamu. Dan kamu jadi milik orang lain sekarang. Lantas ajakan kamu nikah itu cuma untuk bahan candaan doang?" Shani menutup wajahnya sendiri, tak kuat menahan air matanya. "Kamu ga mikirin perasaan aku Zean."

Hati Zean terasa sakit melihat Shani yang menangis karenanya. Dia sadar dia salah, dia jahat. Namun, sekarang dia harus apa? Tak mungkin dia meninggalkan Marsha. Dia juga tak bisa meninggalkan Shani. Setidaknya tak bisakah mereka menjadi teman? Agar Zean bisa menebus kesalahannya.


















Ah kurang lama kalian. Gw masih kurang kerasa nih liburnya.

Dah maap buat typo.

Untuk up, gatau kapan pen libur dan untuk yg kmaren minta crita zeegre, udh ada ya bisa dicek diprofil, makasih.

HANYA TENTANG KITA III [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang