51. Gue Mohon

25 3 0
                                    

"Mau mampir?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja ketika melihat Zian memandang penuh rasa yang tidak bisa artikan begitu saja, tapi Feo tahu itu.

Mengerti tentang perasaan sang pacar kalau sangat ingin mengunjungi salah satu ruangan berisi pasien yang sangat mereka kenal, bahkan menjadi salah satu alasan untuk Feo, Zian, Lio dan Zoe bertengkar dalam kesalah pahaman tanpa adanya penjelasan.

Feo sangat mengerti kalau dalam pikiran Zian tidak ada yang namanya kemarahan, semua sudah surut tergantikan dengan rasa iba dan takut, tidak nyaman dengan menantikan sebuah kabar yang sangat mereka nantikan, tentang keadaan Leon di dalam sana.

Feo sangat paham itu.

Jadi gadis itu mengelus lembut bahu sang pacar berharap membuat keresahan hati cowok itu lekas tidak ada, walaupun akan sedikit sulit melihat tangan sang pacar yang bergetar karena rasa takutnya, Feo lekas menggenggamnya membuat Zian menoleh dengan pandangan bingung namun sekaligus lega.

Ternyata dirinya tidak sendiri saat berada dilorong menuju ruangan sang sahabat yang terbaring tanpa sebuah kabar itu.

Ada Feo-pacarnya juga gadisnya-bersama dengan dirinya disegala waktu, cowok itu lekas menggenggam balik dengan sangat erat tangan sang gadis.

"Mau mampir?" Lagi pertanyaan itu terulang kembali, mengharapkan sebuah jawaban dari mulut Zian walaupun rasanya lidah cowok itu kelu hanya untuk berucap, tapi melihat mata Feo yang penuh dengan keyakinan, rasanya Zian tidak nyaman bila tidak menjawab.

Sambil menunduk menatap tangan mereka yang bertaut dan mengelus dengan lembut, Zian menjawab. "Tapi gue takut, gimana kalau Tante Erika ngusir gue, dan sama kayak ucapan Zoe waktu itu? Kalau semua yang terjadi ini emang gara-gara gue, dan harusnya gue yang ada di sana bukan Leon."

Feo mengulum bibirnya sambil menatap Zian yang memang penuh dengan rasa bersalah yang sangat jelas, walaupun terlihat sama sekali tidak terusik nyatanya cowok itu sangat terganggu dengan fakta yang dikatakan semua orang, tentang dirinya yang harusnya berada di sana bukan sama sekali Leon.

Karena awal pertama itu adalah urusannya tidak ada urusannya sama sekali dengan Leon dikejadian malam itu.

Membuat rasa bersalah itu sangat besar, apalagi melihat sang kawan koma dan tidak ada tanda-tanda akan bangun, sedangkan dirinya sudah sangat sehat, itu jelas menjadi sumber kebencian di mata orang-orang yang tidak terima kalau hanya Leon yang menjadi korban tetapnya, bukan orang lain.

"Kamu ngerasa bersalah?" Mendengar pertanyaan itu Zia langsung menganggukkan kepalanya, membenarkan tentang tebakan sang pacar yang sangat tepat sasaran, bahwa dirinya memang benar sangat bersalah, perasaan itu sangat memberatkannya, sungguh.

Zian mendongak ketika sebuah tangan sang yang terasa sangat halus terasa dipipinya, Feo pelakunya. Gadis itu menatap lembut pada dirinya alih-alih seperti orang lain yang menatapnya sangat menghakimi, pandangan Feo begitu berbeda.

"Itu bahkan udah cukup buat yakinin Tante Erika, kalau kamu juga gak mau semua itu terjadi, karena itu semua udah di luar kendali kamu buat terjadi, aku bisa lihat itu Zi. Rasa bersalah kamu yang sangat besar, tapi apa lari jadi jawabannya? Enggak sama sekali, kamu bukan seorang pengecut, justru kamu harus buktiin rasa penyesalan kamu sama semua orang yang nuduh kamu gak punya rasa bersalah sama sekali, caranya kamu harus selalu ada buat Leon bahkan sekalipun saat semua orang ngusir kamu, kamu harus perlihatkan ke mereka tentang kamu yang juga pengen balikin waktu buat gantiin Leon di sana, buktiin itu gak boleh kabur. Kamu bukan pengecut 'kan?"

Genggaman tangan yang terus terasa hangat serta elusan yang membantu menenangkan, semakin membuat Zian jauh merasa lebih baik, ditatap wajah cantik milik sang pacar yang baru kali ini Zian lihat dengan kata puja dalam hatinya, kenapa Feo selalu bisa membuat dirinya merasa jauh lebih baik ketika hatinya saja awalnya tidak percaya hal itu bisa terjadi padanya?

Milik Zian[✔] SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang