Bab 36

54.4K 2.9K 384
                                    


Meski semua makanan rumah sakit yang masuk ke dalam mulutnya terasa hambar, Varo tetap membuka lebar mulutnya menerima sendok demi sendok bubur yang Bella suapkan untuknya.

Sudah hampir dua minggu ia dirawat di rumah sakit dan selama itu juga Bella selalu setia ada disisinya untuk menemaninya. Bella memang tak banyak bicara, kata yang keluar dari mulut wanita itu hanya seperlunya saja tapi setiap perhatian yang Bella berikan padanya menunjukan wanita itu masih peduli kepadanya, atau lebih tepatnya mungkin Bella masih merasa bersalah padanya meski Varo sudah yakinkan apa yang terjadi padanya murni kesalahannya sendiri. Saat itu ia yang memaksa naik meski sudah Bella larang.

Sebenarnya saat air tiba-tiba datang menggulungnya, Varo kira itulah detik terakhir ia hidup. Ketika Varo sedang berjuang mencoba melawan arus yang menerjangnya, saat merasa tak ada kesempatan lagi untuknya yang Varo lakukan hanya mencoba menahan agar tas yang ia pakai tak terlepas dari tubuhnya. Ia tak mau perjuangannya naik menerjang badai berakhir sia-sia, jikalau nanti hal terburuk terjadi padanya tas yang ia pakai masih ada bersamanya. Tapi, ternyata Tuhan masih berbaik hati memberikannya kesempatan untuk hidup.

Selama di rumah sakit sudah tak terhitung berapa orang yang menjenguknya. Mulai dari teman, rekan kerja sampai perwakilan dari para karyawannya.

Keadaan Varo sudah semakin membaik setiap harinya meski dibeberapa kesempatan ia kadang merasa dadanya sakit dan juga sesak yang membuatnya kesulitan bernafas.

Dua atau tiga hari lagi Varo juga sudah bisa pulang, selanjutnya ia hanya perlu rutin kontrol. Maka kini Varo sedang menikmati hari-hari terakhirnya bersama Bella. Setelah ini pasti akan sulit untuknya bisa sedekat ini dengan Bella atau mungkin tidak ada lagi kesempatan untuknya bisa hanya sekedar untuk melihat wajah Bella secara langsung.

"Gak pa-pa, jangan merasa bersalah. Dokter bilang Om masih bisa jalan normal lagi" ucap Varo, melihat Bella yang menatap kakinya dengan pandangan sendu.

Jahitan di kakinya sudah dilepas. Tapi karena belum bisa berdiri dengan kedua kakinya sendiri, Varo masih harus berlajar berjalan menggunakan tongkat. Meski kesusahan, banyak perkembangan untuknya yang kini sudah bisa pergi ke toilet sendiri hanya dengan bantuan tongkatnya.

"Harusnya waktu itu Om enggak usah larang aku naik" ucap Bella, setiap melihat keadaan Varo membuat rasa bersalah itu kembali muncul. Varo yang ia kenal sebagai pria gagah kini hanya bisa berbaring di ranjang rumah sakit, meski sebenarnya penyembuhan untuk luka-luka di tubuh pria itu terbilang cepat, tetap saja melihatnya Bella tidak tega.

"Terus Om harus rela liat kamu kesusahan sendiri?"

"Enggak bisa, sayang. Lebih baik Om yang terluka. Udah cukup luka batin yang udah Om kasih untuk kamu, jangan yang lain lagi" ujar Varo, dengan senyum kecilnya. Itu semua bukan hanya bualan semata, Varo benar-benar tulus mengucapkannya.

Selanjutnya hening, Bella meneruskan menyuapi Varo dalam diam. Setelah buburnya habis, dengan telaten Bella juga membantu Varo meminum obatnya.

Selesai dengan semuanya, Bella meminta Varo untuk beristirahat. Tapi, baru saja mencoba memejamkan mata datanglah Lita membawa beberapa laporan pekerjaan yang Varo inginkan. Selama Varo di rumah sakit sepertinya Lita yang paling kerepotan, wanita itu harus menghandle beberapa pekerjaan Varo dan setiap sorenya Lita akan pergi ke kantor untuk memberikan laporan pekerjaan hari itu pada sang atasan.

"Simpan dulu. Makasih, Lita" ucap Varo, adanya Lita sangat membantunya dalam urusan pekerjaan.

"Baik, Pak"

"Untuk perawat yang Bapak mau sudah saya carikan, profilnya bisa bapak baca langsung. Kalau setuju secepatnya bisa saya panggil" ujar Lita, saat Varo memintanya untuk mencarikan seorang untuk membantu merawat di rumah, Lita dengan sigap langsung mencarikannya. Ada beberapa kandidat, nanti Varo bisa memilih sesuai keinginannya.

Om Varo [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang