Sudah 5 hari Mark dan Haechan liburan di kota Amsterdam ini, rencananya mereka akan pulang besok. Malam ini Haechan sudah mengemasi barang-barang untuk di masukkan ke dalam koper. Besok pagi keberangkatan ke korea liburan telah selesai.
“Mark~”
Mark yang tengah menyeduh teh menolehkan kepalanya ke arah tangga dimana Haechan tengah berjalan sempoyongan menghampiri dirinya.
“Ada apa, hm?”
“Mau makan kimchi!!”
“What?? Kimchi? Menurut mu saja haechan apa ada kimchi di belanda?”
“Pasti ada restoran korea disini!”
“Tapi hari sudah malam, tahankan sampai besok kita ke korea.”
Haechan duduk di kursi ia menaruh wajahnya di meja makan, mengukir ukir jarinya pada meja. Mark memperhatikan apa yang Haechan lakukan, ia tersenyum kecil.
“Udah pengen banget?”
“Iyaa”
“Yaudah tunggu di rumah nanti aku cari dulu.”
Haechan mengangguk semangat, Mark tersenyum gemas ia mendekati Haechan kemudian mencium puncuk kepalanya dengan lembut.
“Aku pergi dulu.”
“Hati hati yaaa..”
Mark mengelilingi kota malam yang sangat dingin, ia melihat lihat di setiap sudut mencari restoran korea yang mungkin masih buka di jam segini. Awalnya ia benar-benar kesulitan mencari restoran korea, namun setelah ia mengecek google ternyata ada restoran korea yang mungkin sedikit lebih dekat. Ia langsung menuju lokasi untuk membeli kimchi keinginan Haechan.
Cklek
Mark memasuki villa, ia menghampiri Haechan yang tengah duduk di meja makan. Sembari membawa kimchi pesanannya, Haechan menoleh melihat kehadiran suaminya itu dengan semangat ia langsung mematikan ponselnya.
“Mark! Udah dapet?”
“Dapet dong”
“Nih!” Mark menyodorkan sebuah plastik pada Haechan.
“Huek!”
Saat membuka plastik tersebut tiba tiba perut Haechan merasa mual mencium bau kimchi itu. Mark terkejut melihat Haechan yang tiba tiba ingin muntah.
“Sayang ada apa?”
“Eung! Ga enak baunya huek!”
“Ga kok, baunya sama kayak kimchi biasanya.” Ucap Mark sembari mencium kimchi itu.
“Eung! Huek ga enak~”
Haechan menjauhkan plastik itu, Mark panik kenapa tiba-tiba Haechan pergi ke tempat cucian sembari memuntahkan isi perutnya. Ia berlari menyusul Haechan dan memijat tengkuk lehernya.
“Huek! Huek! Hiks!”
“Kamu masuk angin lagi? Kita ke rumah sakit ya!”
“Perasaan masuk angin mulu!”
“Wajar sayang, siang tadi kita main ke pantai mana lama banget berenangnya.”
“Huek!”
“Shh.. udah ayo kita ke rumah sakit.”
Mark membawa Haechan pergi ke luar menaiki mobil dan menuju rumah sakit terdekat, saat di dalam mobil Mark memberikan jaketnya pada Haechan agar anak itu tak kedinginan karena ac dan angin malam.
Sesampainya di rumah sakit, Haechan langsung di periksa oleh seorang dokter. Mark ikut masuk kedalam menemani Haechan, Mark melirik sang dokter saat ia menyingkap baju Haechan ke atas dan memeriksa perutnya. Awalnya Mark pikir mungkin masuk angin emang di periksa di perut, ia melirik Haechan yang juga menatap dirinya. Mereka saling menatap seolah berkomunikasi lewat tatapan.