Haechan melirik ke samping dimana Mark tengah berjalan menghampiri mobil, setelah Mark masuk Haechan langsung memalingkan wajahnya. Ia masih kesal dengan perempuan tadi dan juga Mark yang membela perempuan itu di depannya.
“Kenapa kamu? Marah? Harusnya aku yang marah bukannya kamu yang ngambekan ga jelas.”
“K-kan aku udah minta maaf...”
“Aku ga butuh maaf kamu, aku butuh janji kamu buat kamu tepati bukan malah minta maaf terus!”
Haechan menunduk, jemarinya memainkan ujung jaketnya. Ia tidak bisa bicara lagi karena ia bingung harus membalas ucapan Mark dengan apa? Memang sudah jelas ia yang salah tentu Mark sangat mengkhawatirkan dirinya dan bayi yang ada di kandungannya.
“Kalo kamu ngerasa bisa jaga diri, yaudah. Urus diri kamu sendiri aku ga peduli.” Ancamnya
Haechan terperangah tak percaya mendengar ucapan Mark, apa maksud dari suaminya itu? Haechan tak berfikir kalo ia bisa menjaga dirinya sendiri.
“Kenapa jadi serius gini sih? Iya aku janji ga akan lakukan itu lagi!”
“Kamu tanya kenapa aku serius gini? Apa selama ini kamu mikir aku ga serius sama ucapan aku? Jangan mentang-mentang aku percaya sama kamu dan aku selalu nurutin kemauan kamu bukan berarti kamu bisa semena mena gini, Haechan.”
Mark menatap Haechan yang manis menundukkan kepalanya, “Aku ga ngerasa begitu, aku juga ga semena mena sama kamu aku juga masih tau diri.” Ucapnya sangat pelan.
Mark mendengus pelan, ia kembali memfokuskan perhatian pada jalan. Sepertinya cukup untuk menasehati Haechan karena jika diteruskan anak itu tak akan paham dan malah berfikir buruk.
—°°—
Setelah perdebatan kecil di mobil tadi, Haechan dan Mark sama sekali tidak berbicara lagi. Mereka sibuk pada diri sendiri, seperti sekarang Haechan berada di kamar Chenle yang tadi meminta dirinya mengajarinya tugas sekolah, sedangkan Mark sibuk bekerja di ruang kerjanya.
“Udah ngerti belum?”
“Udah kak! Makasih ya!”
“Iya, nanti langsung tidur.”
“Iya kak, good night.”
Haechan keluar dari kamar adiknya, ia berjalan ke arah dapur untuk membuat sesuatu. Sesampainya di dapur Haechan tak melihat ada gelas di atas meja makan yang biasanya Mark taruh disana untuk Haechan minum apalagi kalo bukan susu kehamilan. Dulu Mark selalu membuatkannya susu meski Haechan tak suka susu, kini tak ada susu sama sekali di atas meja.
“Mark beneran marah.” gumamnya
Haechan membuka lemari mencari bubuk susu yang biasa Mark buat, setelah menemukannya ia mulai menuangkan bubuk itu kedalam gelas.
“Ini gimana buatnya? Takarannya kek mana?”
Ia bertanya tanya bagaimana cara membuatnya, karena memang ia tak paham. Mark lah yang biasanya membuatkannya, pada siapa ia akan bertanya?
“Ah! Liat google aja.”
Ia mulai membuka ponselnya mencari cara membuat susu hamil itu, setelah menemukan cara ia mulai mempraktikkannya dengan telaten.
Setelah selesai ia merasakan lega, ternyata membuatnya tidak terlalu rumit hanya ia tak tau takarannya saja. Haechan mulai meminumnya hingga habis tak tersisa ia paksakan meski ia tak suka demi baby yang ada di kandungannya.