Chapter 12: Shadows of Deception

38 20 35
                                    

Tommy meminta Zabi untuk membantunya mengeluarkan kamera itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tommy meminta Zabi untuk membantunya mengeluarkan kamera itu. Mereka berdua langsung berusaha membongkar robot tersebut, dengan hati-hati mencari cara untuk mengakses kamera tanpa merusak komponen lainnya. Butuh waktu hampir sepuluh menit untuk mengeluarkan kamera tipis dan kecil berukuran 2 cm.

Tommy memasukkannya ke dalam saku setelah membantu Zabi memperbaiki robot kembali. Mereka tidak ingin meninggalkan jejak bahwa mereka telah membongkar robot itu. Ketika mereka merasa semuanya sudah kembali seperti semula, mereka bersiap untuk meninggalkan kamar Valerio.

Saat membuka pintu, mereka dikejutkan oleh seseorang yang berdiri di ambang pintu. Mereka bertiga terdiam sesaat, terkejut oleh kehadiran yang tidak terduga itu.

"Bu Laila?" Tommy terkejut melihat guru mereka berdiri di sana. "Kenapa Anda ada di sini?"

Bu Laila menatap mereka dengan serius sebelum menjawab, "Pertanyaan yang sama bisa saya tanyakan pada kalian, Tommy. Apa yang kalian lakukan di sini?"

Tommy dan Zabi saling pandang, merasa ragu untuk mengungkapkan terlalu banyak. Namun, sebelum mereka bisa menjawab, Bu Laila melanjutkan, "Saya tidak bisa lama disini." Bu Laila memberikan sebuah kertas pada Tommy kemudian pergi terburu-buru.

Tommy dan Zabi bingung mengapa Bu Laila bicara seperti itu, "Ayo, Tom. Kita harus segera pergi dan membuka isi kamera itu." Ucap Zabi kemudian berjalan disusul Tommy yang masih bingung.

Zabi segera menghubungi anggota yang lain agar segera berkumpul di kamar Tommy. Setelah beberapa saat, semua anggota, termasuk Ravi, Aria, Kiran, Gonzales, Flow, Erryk, dan Tara, berkumpul di sana. Tommy mulai menjelaskan apa yang dia dan Zabi temukan di kamar Valerio.

"Kami menemukan kamera kecil di dalam robot ciptaan Valerio," kata Tommy, sambil menunjukkan kamera itu. "Kita perlu meretas isi kameranya untuk melihat apakah ada petunjuk penting. Apa kamera sekecil ini bisa dihubungkan dengan televisi?" Tanyanya.

Flow mendekat, memperhatikan bentuk kamera itu, "Hmm, aku rasa tidak. Kamera seperti ini harus diakses oleh laptop khusus lalu bisa dihubungkan dengan televisi." Jelasnya.

Tommy menghela napas, "Lalu, bagaimana? Laptop atau komputerku tidak memiliki konektor yang pas untuk kamera itu."

Flow mengajukan diri. "Aku bisa mencoba dengan laptopku. Aku ahli dalam hal itu." Erryk menawarkan diri untuk menemani Flow mengambil laptopnya.

Setelah beberapa menit, Flow dan Erryk kembali. Flow segera mengambil kamera itu lalu meletakkannya di salah satu konektor laptopnya, dibantu oleh Erryk. Tak berselang lama, kamera itu berhasil diakses.

"Bagus, itu berhasil," kata Tommy. "Sekarang mari kita lihat apa yang terekam di dalamnya."

Tommy menghubungkan laptop Flow dengan layar televisi di dinding agar semua orang bisa melihatnya dengan jelas. Mereka menunggu dengan tegang saat Flow menjalankan file video yang ada di kamera.

❝ᴛᴇᴄʜ ᴡᴀʀꜱ: ᴡᴇ ꜱᴛʀɪᴋᴇꜱ ʙᴀᴄᴋ❞ || ᴇɴʜʏᴘᴇɴ [ᴇɴᴅ]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang