Chapter 22: Whispers in the Wind

20 14 28
                                    

jangan lupa vote + komentar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

jangan lupa vote + komentar





**

Kiran duduk di kursi logam yang dingin, merasakan dinginnya pemdingin udara yang merambat melalui pakaian tipisnya. Lampu-lampu neon di langit-langit menyala terang, menerangi setiap sudut laboratorium yang steril. Tommy berdiri di hadapannya, memegang suntikan kecil berisi cairan bening. Tanpa berkata apa-apa, Tommy mendekat dan meraih lengan Kiran, yang sudah terbiasa dengan rutinitas ini setiap malam selama seminggu terakhir.

Jarum suntik itu menusuk kulit Kiran dengan cepat dan pasti. Rasa dingin dari cairan yang disuntikkan segera menyebar di lengannya, diikuti oleh rasa kebas yang merayap ke seluruh tubuhnya. Kiran menahan napas sejenak, menunggu rasa sakit yang biasanya datang setelahnya. Namun, kali ini yang dia rasakan adalah perasaan aneh, seolah-olah pikirannya terlepas dari tubuhnya.

"Kamu tahu, Tommy?" Kiran akhirnya memecah keheningan, suaranya rendah dan serak. "Kamu ingat Fay, bukan?"

Tommy tidak menjawab. la hanya menatap alat-alat di meja di depannya, seolah berusaha mengalihkan perhatiannya dari percakapan ini. Namun, Kiran bisa melihat ketegangan yang terlihat di wajah Tommy.

"Aku rasa kalian membunuhnya," lanjut Kiran, suaranya tenang namun penuh kepastian. la mengamati reaksi Tommy yang sedikit tersentak, tetapi tetap tidak menoleh.

Tommy selesai menyuntikkan obat itu dan meletakkan suntikan di atas meja. Dia masih membelakangi Kiran, diam sejenak seolah berusaha memikirkan sesuatu. Kiran melanjutkan, "Malam itu, aku melihat Fay terjatuh. Kamu ingat, kan? Fay pernah bilang bahwa dia punya kembaran."

Mendengar itu, Tommy akhirnya menoleh, matanya penuh kebingungan dan rasa bersalah. Kiran tersenyum tipis, merasakan ada sesuatu yang mulai bergulir. "Fay tertembak di perutnya dan terjatuh di pelukan Frey, saudara kembarnya. Pendarahannya sangat banyak sampai aku bisa melihatnya dari kejauhan."

Kiran menghela napas panjang, menyadari bahwa mengungkit kenangan itu juga menorehkan luka di hatinya. "Aku pikir Fay tidak akan selamat," lanjutnya, suaranya bergetar sedikit.

Tommy yang mendengar itu tampak terguncang. la memalingkan pandangannya, menatap dinding kosong di seberang ruangan. Setelah beberapa detik hening, ia meraih suntikan lain, kali ini berisi cairan yang berbeda. Tanpa banyak bicara, Tommy mendekatkan suntikan itu ke belakang leher Kiran. Kiran mengepalkan tangannya, sudah terbiasa dengan rasa sakit yang datang setelahnya.

Jarum suntik itu menusuk kulit Kiran, dan rasa sakit itu kembali datang. Namun, kali ini bukan hanya rasa sakit fisik yang dirasakannya, melainkan juga beban emosional yang semakin berat. Kiran menatap Tommy dengan mata yang penuh pertanyaan. "Kenapa mereka menembak Fay dengan peluru, tapi menembakku dengan setruman?" tanyanya, berusaha memahami logika di balik tindakan itu.

Tommy menelan ludah, wajahnya tampak tegang. "Jangan banyak bicara, Kiran," jawabnya pelan, suaranya penuh ketidakpastian.

Kemudian, Tommy mengambil NeuroCloner dari tempatnya. NeuroCloner adalah alat yang berfungsi untuk merekam seluruh daya ingat manusia kemudian menyalinnya ke dalam robot. Tommy mengoleskan gel ke alat itu kemudian menempelkannya pada pelipis Kiran, alat itu akan merekam secara bertahap karena jika dilakukan seluruh daya ingat secara langsung akan merusak jaringan otak karena gelombang elektromagnetiknya yang kuat. Setelah alat itu menempel akan membuat orang terlelap kemudian NeuroCloner akan mulai merekam.

❝ᴛᴇᴄʜ ᴡᴀʀꜱ: ᴡᴇ ꜱᴛʀɪᴋᴇꜱ ʙᴀᴄᴋ❞ || ᴇɴʜʏᴘᴇɴ [ᴇɴᴅ]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang