Kedatangan Profesor Bima sebagai pengganti Profesor Law memunculkan kontroversi di sekolah. Profesor Bima, seorang ahli teknologi yang ambisius, memiliki pandangan yang berbeda. Dia mendukung pengembangan teknologi robotik tanpa batas, percaya bahwa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sesampainya di Arcadia, Josh segera menghubungi pihak rumah sakit setempat untuk menjemput Kiran. Wajahnya tampak tegang, meskipun dia berusaha tetap tenang di depan yang lain. "Kalian kembali ke markas," perintah Josh sambil menatap Ravi dan yang lain. "Aku akan memastikan Kiran mendapat perawatan yang dia butuhkan. Serahkan urusan ini padaku."
Ravi mengangguk, meskipun jelas terlihat bahwa ia merasa berat hati meninggalkan sahabatnya. "Terima kasih, ayah," kata Ravi dengan suara rendah.
Selang beberapa menit, suara sirene ambulans terdengar dari kejauhan. Mobil petugas kesehatan tiba dengan cepat, dan tanpa banyak bicara, mereka segera membawa Kiran ke dalam kendaraan. Josh ikut masuk ke dalam ambulans, duduk di samping Kiran yang terbaring lemah.
Ravi, Aria, dan yang lainnya melihat ambulans itu berlalu dengan hati yang berat. Saat kendaraan itu menghilang dari pandangan, Aria memecah keheningan. "Akankah kita menemani Kiran nanti?" tanyanya kepada Ravi.
Ravi menoleh ke arah Aria, matanya penuh tekad. "Iya, kita akan menemaninya setelah ayah selesai mengurusnya dan Profesor Law datang," jawabnya dengan pasti.
Mereka semua masuk kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan kembali ke kota tanpa nama. Suasana di dalam mobil terasa sunyi, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Hanya suara mesin yang mengisi kekosongan, sementara jalanan seolah membentang tanpa ujung di depan mereka.
Setelah 15 menit berkendara, mereka akhirnya tiba di kota tanpa nama dan langsung menuju markas. Begitu mereka turun dari mobil, sambutan meriah dari kelompok mereka langsung menyambut. Namun, kegembiraan itu tidak berlangsung lama.
Dari kerumunan, seseorang tiba-tiba menerobos maju. Wajahnya tampak serius, matanya menyala dengan pertanyaan yang tidak sabar. "Di mana Tommy?" tanyanya dengan nada mendesak.
Semua orang seketika diam, suasana berubah tegang. Dari antara kerumunan, Tommy maju selangkah, wajahnya penuh beban. Namun, sebelum dia sempat mengatakan apa-apa, Zoy, yang bertanya tadi, langsung melayangkan pukulan keras ke wajah Tommy. Tommy terhuyung ke belakang, menabrak mobil di belakangnya dengan suara dentuman yang keras.
Zoy, yang kini ditahan oleh Elizabeth, masih penuh amarah. "Aku tidak menerima pengkhianat di sini!" serunya, suaranya bergetar dengan kemarahan yang tertahan.
Ravi segera melangkah maju, mencoba menenangkan Zoy. "Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Zoy," kata Ravi, berusaha meredam emosi yang memuncak.
Namun, Zoy melepaskan tangan Elizabeth dan menatap Ravi dengan mata berkobar-kobar. "Kami tidak menerima pengkhianat, Ravi! Kota ini hancur karena Bima! Orang tuaku yang membangunnya kembali dan mengumpulkan warga yang selamat untuk bertahan! Tapi Bima lagi-lagi berkhianat dan membunuh orangtuaku, Ravi! Semua orang tau itu."
Kata-kata Zoy menggema di telinga semua orang. Ketegangan semakin terasa, seperti awan hitam yang menggantung di atas mereka. Namun, mereka tahu bahwa situasi ini harus dikendalikan, atau mereka akan terpecah belah lebih dalam lagi.