Bab 1 - Aira Rahmawati Part 1

8.5K 40 0
                                    

Di Universitas X di Malang, terdapat seorang dosen wanita yang dikenal sangat cantik dan cerdas bernama Aira. Aira selalu mengenakan hijab yang menutupi rambut panjang indahnya, memberikan kesan anggun dan sopan. Meskipun begitu, dia selalu tampil modis dengan pakaian yang rapi dan elegan. Hari ini, dia mengenakan blouse berwarna pastel yang dipadukan dengan rok panjang berwarna senada. Blouse-nya yang sedikit ketat memperlihatkan lekuk tubuhnya, termasuk payudara besarnya yang terlihat jelas meskipun tertutup.

Namun, bukan hanya wajah cantik dan kecerdasan Aira yang menarik perhatian. Banyak lelaki yang tak bisa mengalihkan pandangan mereka dari sosoknya yang mempesona. Tubuh Aira yang proporsional dengan lekuk-lekuk yang menonjol semakin menambah daya tariknya. Paha semoknya terlihat jelas ketika ia berjalan dengan langkah anggun di koridor universitas. Rok panjang yang dikenakannya membalut pantatnya yang indah, memberikan siluet yang sempurna setiap kali ia bergerak. Aira, dengan kecantikan dan pesonanya, mampu membuat siapapun yang melihatnya terpesona.

Selama Aira mengajar di universitas tersebut, dia sudah mengalami banyak sekali pernyataan cinta dari mahasiswa, dosen lelaki maupun perempuan. Aira memahami kenapa laki-laki sangat ingin memacarinya, tetapi dia tidak memahami kenapa perempuan juga menyatakan cinta kepadanya. Hal ini hampir terjadi setiap hari, tentunya itu tidak membuatnya nyaman. Meskipun dia bakalan menolak, dia tidak mau menghindari orang tersebut dan mengatakannya langsung kepadanya tentang apa yang dia pikirkan tentang diri orang itu.

Ketika dia memasuki ruang dosen, di meja kerjanya dia menemukan sebuah surat yang dibungkus dengan rapi. Aira mengetahui kalau pesan itu dari seorang perempuan melalui tulisan tangan yang cantik dan rapi, selain itu wangi selalu tercium pada surat itu.

"Ah, pernyataan cinta lagi ya, Bu Aira," sapa Mira, rekan dosennya, sambil menghampiri Aira.

Mira adalah dosen yang tak kalah cantik dari Aira. Dia juga mengenakan hijab, memberikan kesan sopan dan anggun. Hijabnya menutupi rambutnya yang hitam pekat dan terurai. Mira mengenakan pakaian yang longgar dan sopan, namun payudara besarnya yang sedikit lebih besar dari Aira masih tergambar jelas melalui pakaiannya. Blouse longgar berwarna krem dan rok panjang hitam yang ia kenakan tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan keindahan tubuhnya. Meskipun begitu, Mira selalu tampil dengan sikap yang tenang dan ramah, membuatnya sangat disukai oleh mahasiswa dan rekan dosen lainnya.

"Iya Bu Mira. Ini bikin aku sedikit kerepotan," keluh Aira sembari duduk di kursinya. Mira tersenyum lalu menggeserkan kursi miliknya mendekati Aira. Aira selalu merasa sedikit tidak nyaman karena Mira selalu duduk berdekatan seperti ini, terkadang-kadang dia mau mengelus pahanya dengan lembut sembari berbicara kepadanya.

"Begitu ya, Bu. Menjadi wanita cantik dan mempesona seperti diri Ibu ini memang merepotkan," tangan Mira mulai meraba paha Aira dan mengelusnya lembut.

"I-iya, tapi Bu Mira, bisa hentikan tanganmu. Sedikit membuatku geli," ucap Aira sembari mendorong lembut tangan Mira. Mira tersenyum namun dia kembali mengelus paha Aira. Mira mendekati wajah Aira, mata mereka saling bertatapan. Aira merasakan ada maksud lain dari tatapan Mira kepadanya.

"Ah! Aku melihat ada mata panda loh di matamu, Bu Aira," ucap Mira secara mendadak sehingga Aira tersentak kaget. Aira dengan refleks segera mengambil cermin dari tas, memperhatikan wajahnya dengan teliti, namun dia tidak menemukan mata panda di matanya.

Begitu Aira ingin protes, Mira sudah berada di ujung pintu dengan buku tebal dalam dekapan dadanya, mengisyaratkan bahwa jam kuliah sudah dimulai. Aira hanya menggembungkan pipinya karena kesal. Seusai menjalankan tugasnya dengan baik hingga sore hari, dia teringat dengan surat pernyataan cinta. Aira menoleh ke jam arlojinya, melihat ini sudah waktunya dia bertemu dengan orang itu.

Sebelum menemui orang itu, Aira pergi ke kamar mandi khusus dosen perempuan. Ketika dia berdiri di depan cermin di atas westafel , dengan cekatan dia menata kembali hijab dan baju, menyeka sedikit keringatnya dengan tisu. Setelah merasa sudah pas, dia pun pergi menuju lokasi perjanjian.

Her Secrets: LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang