Aroma sup daging yang lezat memenuhi ruangan saat Aira, Karina, dan Yulianti duduk di meja makan. Mangkuk-mangkuk yang berisi sup hangat diletakkan dengan rapi di atas meja kayu yang dihiasi dengan taplak berwarna lembut. Karina dan Yulianti memandang hidangan yang disajikan dengan perasaan puas, setelah usaha mereka membantu memasak bersama Aira.
Dengan penuh antusias, mereka mulai menyantap hidangan tersebut. Setiap sendokan sup daging yang hangat terasa begitu nikmat, menghangatkan perut dan hati mereka di malam yang tenang itu. Suasana di meja makan dipenuhi dengan canda tawa dan percakapan ringan, seakan mereka sudah lama saling mengenal. Yulianti, yang semula terlihat gugup, perlahan mulai merasa lebih nyaman, tertawa bersama Karina dan Aira. Sesudah makan malam yang hangat dan penuh tawa, Aira melihat wajah Karina dan Yulianti yang tampak lelah dan berkeringat setelah seharian beraktivitas. Ia pun tersenyum lembut, seolah memiliki ide yang akan membuat suasana semakin nyaman.
"Bagaimana kalau kalian berdua mandi? Pasti tidak nyaman dengan pakaian penuh keringat," saran Aira, dengan nada yang ramah dan perhatian.
Karina dan Yulianti saling berpandangan sejenak, lalu mengangguk setuju. Kelegaan dan rasa syukur terpancar di wajah mereka. Aira kemudian bangkit dari kursinya dan memimpin jalan ke kamar mandi.
Sesampainya di depan kamar mandi, Aira berhenti dan berkata, "Handuk ada di lemari di dekat keranjang pakaian kotor. Letakkan saja pakaian kotor kalian di sana, nanti aku yang bersihkan."
Yulianti yang semula tampak tenang, mendadak terlihat gugup. Ia mengangkat tangannya sedikit, seolah ingin menyampaikan sesuatu, tapi bibirnya bergetar dan suaranya hampir tak terdengar. "A-anu... Kalau Ibu Aira mengatakan itu berarti..."
Aira, dengan senyuman yang penuh kehangatan, mencoba menenangkan Yulianti. "Ah, kalian bisa menggunakan pakaianku yang tidak terpakai," katanya dengan nada santai, seolah itu adalah hal yang sangat biasa.
Namun, reaksi Yulianti ternyata jauh dari yang diduga Aira. Wajahnya mendadak memerah padam, seperti seseorang yang baru saja ketahuan melakukan sesuatu yang memalukan. Ia terlihat panik, matanya berputar-putar seolah mencari jalan keluar dari situasi yang membuatnya merasa tak nyaman. "Pa-pakaian i-ibu Aira???" ucapnya dengan suara gemetar.
Melihat itu, Karina hanya bisa menepok jidatnya sendiri, merasa heran sekaligus geli dengan reaksi berlebihan temannya. Dengan cepat, ia menarik tangan Yulianti dan berkata, "Kami mau mandi dulu ya." Karina kemudian menarik Yulianti masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Aira yang masih memiringkan kepalanya kebingungan, mencoba memahami alasan di balik sikap Yulianti yang tiba-tiba berubah itu.
Di dalam kamar mandi yang hangat, Yulianti memegang wajahnya yang memerah padam, merasa canggung dan tak karuan. Baginya, mengenakan pakaian yang sama dengan Aira adalah sesuatu yang sangat intim, hampir seperti berhubungan langsung dengan perasaan yang tak terungkap. Ia segera memegang bahu Karina, mengguncang tubuhnya dengan gugup. "Ba-bagaimana ini Karina? A-apa aku harus menikahinya?!" tanyanya dengan nada panik.
Karina merespons dengan cepat, berusaha menenangkan temannya yang sedang kalut. "Tidak, jangan berpikir terlalu jauh," katanya dengan nada tegas. Namun, Yulianti masih tampak bingung, matanya berputar-putar seakan mencari jawaban lain. "Ka-kalau begitu, apakah aku harus membersihkan tubuhku sebersih mungkin?!" desaknya, masih dengan kecemasan yang terpancar jelas.
Karina yang mulai kesal berteriak, "Kau tidak mendengarkan cakapku, kan?!" Setelah beberapa saat, akhirnya Karina berhasil menenangkan Yulianti yang perlahan mulai mengatur napasnya dan berhenti gemetar. Karina menghela napas panjang, kemudian berkata dengan lebih lembut, "Ya sudahlah. Ayo kita mandi."
Yulianti mengangguk pelan, menuruti ajakan Karina. Sambil bersiap membuka bajunya, Karina tak bisa menahan pikiran yang melintas di benaknya. "Dasar, anak ini kalau terobsesi sama sesuatu selalu berlebihan," pikirnya dengan sedikit rasa heran. Namun, matanya tiba-tiba terfokus pada Yulianti yang sudah mulai melepas hijabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Secrets: Lust
Romance⚠️Warning: Khusus Dewasa ⚠️ Jangan sungkan memberikan komentar dan bantu naik dengan vote, oke? Sinopsis setiap wanita memiliki satu atau banyak rahasia dalam hidupnya, terlepas dari sisi baik maupun positifnya. Ikuti cerita mereka disini.