Aira masih berjuang mengendalikan kegugupannya, bergerak perlahan dengan pose-pose yang ia coba lakukan sebaik mungkin. Setiap gerakan terasa canggung bagi dirinya, namun di mata Dina dan Rani, penampilan Aira semakin mengundang perhatian.
Rani tak bisa mengalihkan pandangannya dari tubuh Aira. "Wow, Bu Aira terlihat seksi," pikirnya, dengan sorot mata terpaku pada gerakan payudara Aira yang mengikuti setiap pose. Setiap kali Aira menggoyangkan tubuhnya atau sedikit membungkuk, payudaranya yang terbungkus bra renda hijau itu tampak bergerak dengan lembut, mengikuti alur alami tubuhnya. Rani merasa jantungnya berdebar lebih cepat, matanya tak bisa lepas dari pemandangan itu. Dia terpana oleh keindahan alami gerakan tubuh Aira, yang terkesan sensual namun tetap elegan.
Sementara itu, Dina sudah hampir tak bisa menahan dirinya. Dia menelan ludah, merasakan dorongan nafsu yang mulai menguasai dirinya seiring dengan pose-pose yang dilakukan Aira. Matanya fokus pada setiap lekuk tubuh Aira, terutama ketika Aira memiringkan pinggulnya, membuat lekukan tubuhnya semakin terlihat jelas. Wajah Dina memerah, bibirnya bergetar sedikit saat dia melihat keindahan tubuh Aira, rasa nafsu semakin menguasainya, namun ia tetap berusaha menyembunyikannya di balik senyuman kecil yang kini menghiasi wajahnya.
Aira terus melanjutkan pose nakalnya, meskipun di dalam hatinya perasaan malu semakin membakar. Dia tahu bahwa Dina dan Rani melihatnya dengan sorot mata yang penuh hasrat, dan itu membuatnya semakin gugup. Namun, di bawah tekanan dan situasi yang tak bisa ia kendalikan, Aira berusaha melakukan yang terbaik. Dia menoleh sedikit ke arah mereka, menampilkan senyum kecil yang terkesan penuh dengan keyakinan, meskipun jantungnya berdebar kencang.
Setiap kali ia berpose, Aira bisa merasakan bagaimana perhatian mereka tertuju penuh padanya. Dia mencoba memutar tubuhnya sedikit lebih banyak, menonjolkan sisi pinggulnya, dan sekali lagi, payudaranya yang bergerak seirama dengan gerakannya tampak menghipnotis kedua gadis itu. Nafas Dina semakin berat, sementara Rani hanya bisa memandangnya dengan mata berbinar, seolah tak ingin melewatkan setiap detik dari aksi Aira.
Meskipun Aira merasa sangat terjebak dalam situasi ini, dia terus melanjutkan, menahan rasa malu yang berkecamuk di dalam dirinya. Dina dan Rani, kini benar-benar terpikat oleh apa yang mereka saksikan, semakin tenggelam dalam fantasi mereka.
Aira merasa detak jantungnya semakin cepat saat mendengar suara Dina yang akhirnya memecah keheningan. "Su-sudah cukup. Bu Aira, bisa kamu melepaskan pakaian dalammu? Lakukan dengan nakal ya," suara Dina terdengar lembut namun tegas, memerintah dengan nada yang tidak bisa dibantah.
Aira terdiam sejenak, menelan ludah dan mencoba menenangkan dirinya. Dia berhenti berpose dan menatap Dina sejenak, mencari tanda apakah ini sungguhan atau hanya permainan pikiran. Namun, ekspresi Dina menunjukkan keseriusan yang tak bisa disalahartikan. Meskipun seluruh tubuhnya diliputi rasa malu, Aira tahu bahwa tidak ada jalan keluar sekarang. Dia sudah terjebak dalam situasi yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Dengan gerakan perlahan, Aira meraih bagian belakang bra renda hijau yang membalut tubuhnya. Jemarinya yang halus dan sedikit gemetar menyentuh kait bra tersebut, mencoba melepaskannya dengan hati-hati. Suara detak jam di ruangan itu terasa semakin keras di telinganya, seolah waktu berjalan lebih lambat. Saat kaitan bra itu terbuka, perasaan cemas dan malu semakin menumpuk dalam dadanya.
Dengan gerakan lambat, Aira menurunkan tali bra dari bahunya. Dia merasakan kain lembut renda itu menggesek kulitnya, menyisakan sensasi dingin yang kontras dengan panas tubuhnya. Mata Dina dan Rani tak pernah lepas dari tubuhnya, mengamati setiap gerakan kecil yang ia lakukan.
Akhirnya, bra itu terlepas sepenuhnya, memperlihatkan payudara besar Aira yang sebelumnya tersembunyi. Payudaranya bergerak pelan mengikuti gravitasi, tampak penuh dan alami. Putingnya terlihat jelas di tengah lekuk tubuhnya yang indah. Mata Dina dan Rani membesar, jelas terkesima oleh pemandangan di depan mereka.
Aira menundukkan sedikit kepalanya, wajahnya memerah menahan rasa malu yang membanjiri dirinya. Namun, ia mencoba menampilkan senyum kecil yang terkesan percaya diri, meskipun di dalam dirinya, gelombang perasaan malu dan canggung begitu besar. Payudaranya yang terbuka begitu sempurna, membuat suasana di dalam ruangan semakin tegang.
Tatapan Dina dan Rani terfokus pada payudara Aira yang kini bebas dari balutan bra, setiap detik terasa seolah-olah terhenti. Mereka terpesona oleh bentuk dan keindahan payudara Aira, yang tampak lembut dan menggoda, bergerak pelan seiring napasnya yang semakin cepat.
"Sekarang celana dalammu, Bu Aira," kata Dina dengan suara serak yang dipenuhi hasrat. "Dan buatlah itu terlihat nakal."
Dengan tangan yang masih sedikit gemetar, Aira menelan ludah dan mengalihkan pandangannya sejenak, merasa malu namun juga tak kuasa menolak. Kata-kata Dina bergema dalam pikirannya, dan dia tahu tidak ada lagi jalan untuk mundur. Perlahan, ia menggerakkan tangannya ke arah pinggang, jemarinya yang halus mulai menyentuh pinggiran celana dalam yang ia kenakan.
"Baik," jawab Aira pelan, hampir tak terdengar.
Perlahan, Aira menarik tali celana dalamnya ke bawah, membuat pinggang rampingnya terbuka semakin lebar. Di saat yang sama, gerakan tubuhnya membuat payudara besarnya bergoyang lembut, mengikuti alur alami setiap gerakannya. Setiap kali ia menekuk tubuh untuk menurunkan celana dalam, payudaranya yang kini telanjang sepenuhnya bergerak mengikuti tarikan gravitasi, menambah kesan sensual pada setiap pose yang ia lakukan.
Dina dan Rani tak bisa mengalihkan pandangan, mata mereka terpaku pada tubuh Aira yang semakin terpapar. Aira terus menurunkan celana dalamnya dengan hati-hati, jemarinya yang gemetar kini berada di sekitar pahanya, menarik kain lembut itu semakin ke bawah. Saat akhirnya celana dalam itu mencapai lutut, ia membungkukkan tubuh sedikit untuk melepaskannya dari kakinya, dan sekali lagi, gerakan tersebut membuat payudaranya bergerak bebas, menghipnotis dua pasang mata yang terus memperhatikannya.
Ketika celana dalam itu terlepas sepenuhnya, tubuh Aira kini benar-benar terbuka di hadapan Dina dan Rani. Vaginanya yang halus dan menggoda kini terlihat jelas, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sempurna. Nafas Dina semakin terdengar berat, sementara Rani menatap tanpa berkedip, terpesona oleh pemandangan yang begitu memikat di depan mereka.
Aira berdiri tegak kembali, wajahnya merah padam karena malu, namun tubuhnya tetap berusaha menampilkan kesan percaya diri. Kedua payudaranya masih bergerak perlahan, seolah mengikuti irama napasnya yang semakin cepat. Suasana di ruangan semakin tegang, dipenuhi hasrat yang seakan tak tertahan.
Dina dan Rani saling melempar pandangan penuh makna, seolah mengerti apa yang ada di pikiran masing-masing tanpa perlu kata-kata. Kedua gadis itu berdiri dari tempat duduk mereka secara bersamaan, langkah mereka perlahan namun mantap, seakan sudah terencana. Aira masih berdiri di tempatnya, tubuhnya sedikit gemetar dan napasnya cepat. Jantungnya berdebar semakin kencang saat melihat Dina dan Rani semakin mendekat ke arahnya.
Dina mengambil posisi di sisi kanan Aira, sementara Rani berdiri di sebelah kirinya. Tatapan mereka tetap fokus pada tubuh Aira, seolah terhipnotis oleh keindahan yang terpampang di depan mereka. Dina tersenyum lembut, menatap wajah Aira yang memerah oleh rasa malu dan ketegangan.
"Bu Aira, kamu cantik sekali," ucap Dina dengan nada lembut namun penuh kekaguman, matanya masih menatap dalam-dalam ke wajah Aira. Kemudian, dengan gerakan yang lembut namun pasti, Dina sedikit menjejakkan ujung jari kakinya, tubuhnya terangkat sedikit lebih tinggi untuk mencapai pipi Aira. Ia mendekatkan wajahnya dan dengan lembut mencium pipi Aira, meninggalkan sensasi hangat yang menyentuh kulitnya. Bibir Dina yang lembut menyentuh pipi Aira hanya sejenak, namun cukup lama untuk membuat Aira merasakan kehangatan itu meresap ke dalam dirinya.
Rani, yang berdiri di sisi kiri Aira, tak mau ketinggalan. Tanpa mengalihkan pandangan dari Aira, Rani juga mendekatkan tubuhnya, sedikit mencondongkan badannya agar bisa mencium pipi Aira di sisi yang berlawanan. Sentuhannya lembut namun penuh intensitas, bibirnya menyentuh pipi Aira dengan kehangatan yang sama seperti yang dilakukan Dina.
Aira merasa seluruh tubuhnya merespons setiap sentuhan itu, jantungnya berdetak semakin cepat, napasnya terasa semakin berat. Sensasi ciuman lembut di kedua pipinya membuat dirinya semakin terjebak dalam situasi yang menegangkan ini, tubuhnya bergetar oleh campuran rasa malu, kegugupan, dan sedikit kenikmatan yang tak bisa ia abaikan.
Dina dan Rani kini berdiri lebih dekat, mengapit Aira di tengah-tengah, seakan menegaskan dominasi mereka dalam situasi ini. Suasana di ruangan itu semakin penuh ketegangan, udara seolah-olah semakin pekat dengan hasrat yang tak terucapkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Her Secrets: Lust
Romance⚠️Warning: Khusus Dewasa ⚠️ Jangan sungkan memberikan komentar dan bantu naik dengan vote, oke? Sinopsis setiap wanita memiliki satu atau banyak rahasia dalam hidupnya, terlepas dari sisi baik maupun positifnya. Ikuti cerita mereka disini.