Bab 57 - Aira Rahmawati Part 57

160 3 0
                                    

Radit dengan lembut mulai mengelus area sekitar anus Hanifa, memberikan rangsangan yang menenangkan. Dia melakukan gerakan melingkar, memutari mulut anus Hanifa dengan penuh perhatian, seolah-olah mempersiapkan Hanifa untuk pengalaman baru yang akan segera datang.

"Sebentar lagi, kita akan memasukkan dildo pertama ini," kata Radit, suaranya lembut dan menenangkan. Dia ingin memastikan Hanifa merasa nyaman dan siap sebelum melanjutkan. Radit mengamati reaksi Hanifa, memastikan bahwa dia berada dalam keadaan yang tenang dan rileks.

Setelah merasa cukup, Radit mulai memasukkan dildo tersebut secara perlahan. Dia mengambil pendekatan yang hati-hati, memastikan setiap tahap gerakan terasa nyaman bagi Hanifa. Dengan perlahan, dia memasukkan dildo itu, memberi waktu bagi otot anus Hanifa untuk beradaptasi. 

Radit melanjutkan proses dengan penuh perhatian, memperhatikan setiap reaksi dari Hanifa. Dia memasukkan dildo secara bertahap, sedikit demi sedikit, sehingga Hanifa dapat merasakan setiap inci pergerakan yang terjadi. "Ingat untuk bernapas, Hanifa. Ini semua tentang relaksasi," ujar Radit, suaranya lembut, berusaha untuk menenangkan Hanifa.

Setiap kali Radit mendorong dildo lebih dalam, dia memperhatikan bagaimana tubuh Hanifa beradaptasi. Dia menyesuaikan kecepatannya, bergerak perlahan untuk memberikan waktu bagi Hanifa. "Kamu melakukan dengan sangat baik," Radit menambahkan, memberikan pujian untuk meningkatkan kepercayaan diri Hanifa.

Hanifa, yang merasakan sensasi baru ini, mencoba untuk tetap rileks. Dia mengambil napas dalam-dalam, berusaha mengalihkan pikirannya dari ketegangan yang mungkin dirasakannya. "Rasanya... aneh tapi juga menyenangkan," jawab Hanifa, suaranya sedikit bergetar, tetapi dia bisa merasakan kenikmatan yang mengalir bersamaan dengan sensasi tekanan dari dildo.

Radit melanjutkan memasukkan dildo hingga Hanifa merasa cukup nyaman. "Kita bisa berhenti kapan saja jika kamu merasa tidak nyaman, tapi jika kamu siap, aku akan memasukkan lebih dalam lagi," katanya, ingin memastikan Hanifa merasa berdaya atas pengalaman ini.

Setelah beberapa saat, Radit merasakan bahwa Hanifa sudah mulai terbiasa dengan dildo tersebut. "Sekarang, kita coba dorong lebih dalam sedikit," katanya sambil perlahan-lahan memasukkan dildo lebih jauh. Dia melakukannya dengan lembut, menjaga ritme yang sama, dan memerhatikan reaksi Hanifa.

Dengan setiap dorongan, Radit merasakan ketegangan yang mengalir di antara mereka. Hanifa mulai mengeluarkan desahan kecil, menandakan bahwa dia menikmati sensasi yang semakin dalam. "Ya, itu dia," puji Radit, berusaha untuk menjaga suasana tetap intim dan penuh kepercayaan.

Hanifa, merasakan gelombang kenikmatan yang semakin meningkat, menjawab dengan suara lembut, "Aku merasa lebih baik sekarang. Teruskan, Radit." 

Radit melanjutkan gerakan dildo dengan perlahan-lahan , berusaha menjaga keseimbangan antara kecepatan dan kedalaman. Dia merasakan bahwa Hanifa semakin nyaman dan percaya diri, dan setiap dorongan yang dia lakukan mendapatkan respons positif dari Hanifa. "Bagaimana rasanya sekarang?" tanyanya sambil menjaga kontak mata, ingin memastikan bahwa Hanifa merasa baik.

"Rasanya... luar biasa. Setiap dorongannya membuatku merasakan sensasi baru," jawab Hanifa, suaranya penuh gairah dan antusiasme. Dengan semangat itu, Radit melanjutkan, menyesuaikan gerakannya berdasarkan reaksi yang dia lihat.

Dia mulai memberikan variasi pada gerakan, memperkenalkan sedikit tekanan pada titik-titik sensitif di dalam diri Hanifa. "Aku akan coba melakukan gerakan memutar sedikit, ya?" ujarnya sebelum melakukan gerakan tersebut. Radit melingkarkan dildo di dalam anus Hanifa, menciptakan sensasi yang lebih mendalam dan menggugah.

Setiap kali dia melakukan gerakan ini, desahan Hanifa semakin meningkat, menandakan bahwa dia menikmati pengalaman tersebut. "Radit... itu sangat menyenangkan," desah Hanifa, matanya terpejam dalam kenikmatan yang mendalam.

Menyadari bahwa Hanifa semakin terangsang, Radit menambah kecepatan dan intensitas gerakannya, berusaha menemukan ritme yang sempurna. "Kamu melakukan pekerjaan yang hebat, Hanifa. Jangan ragu untuk memberi tahu aku jika ada yang tidak nyaman," katanya, berusaha untuk tetap mendukung dan memastikan bahwa pengalaman ini adalah sesuatu yang dia nikmati.

Hanifa mengangguk, berusaha tetap fokus pada sensasi yang dia rasakan. "Aku ingin lebih, Radit... teruskan," pintanya dengan penuh harap. Radit merasa dorongan untuk memenuhi keinginan Hanifa dan dengan lembut menambah kedalaman setiap dorongannya.

Setiap dorongan semakin dalam dan mantap, dan Radit dapat merasakan bagaimana otot-otot anus Hanifa berkontraksi dan rileks mengikuti iramanya. Dia terus memperhatikan perubahan pada wajah Hanifa—senyuman, desahan, dan ekspresi wajah yang menunjukkan kepuasan dan kenikmatan.

Radit berusaha untuk menjelajahi setiap sudut dan celah, berfokus pada titik-titik sensitif yang membuat Hanifa semakin mendekati puncak kenikmatan. "Hampir... aku bisa merasakan bahwa kamu sudah dekat," katanya, memberikan motivasi yang lebih besar bagi Hanifa untuk melepaskan diri sepenuhnya dalam pengalaman ini.

Setelah beberapa saat, ketika Radit melihat Hanifa semakin terangsang, dia menambahkan sedikit variasi, memadukan gerakan memutar dengan dorongan yang lebih dalam. "Bersiaplah, Hanifa. Aku akan meningkatkan intensitasnya," ujar Radit, suara penuh gairah dan keyakinan.

Hanifa merasakan arus energi yang kuat antara mereka, dan ketika Radit melanjutkan dengan gerakan yang lebih kuat, dia bisa merasakan getaran yang semakin mendalam. "Radit! Aku... aku tidak bisa menahannya lagi!" teriak Hanifa, desahannya semakin menggema di ruangan, seolah-olah menandakan bahwa dia sudah berada di tepi jurang kenikmatan.

Radit terus memberikan dorongan yang mantap, memperhatikan setiap reaksi Hanifa, siap untuk membawanya mencapai puncak. "Rasakan semuanya, Hanifa. Aku di sini untukmu," katanya, memberikan dukungan dan kepercayaan bahwa pengalaman ini adalah milik mereka berdua.

Hanifa menanggapi dengan semangat, tubuhnya mulai bergetar, dan dalam satu dorongan yang dalam, dia merasakan gelombang kenikmatan yang tak tertahankan melanda dirinya. Dengan suara yang penuh gairah, dia meledak dalam orgasme, tubuhnya bergetar hebat, dan jeritan puas keluar dari bibirnya.

"Radit! Radit! Aku keluar!" teriak Hanifa, merasakan kebahagiaan dan kepuasan yang mendalam. Radit merasakan setiap kontraksi dan gelombang yang melanda tubuh Hanifa, membuat pengalaman itu semakin intens dan berarti bagi mereka berdua.

Radit mengeluarkan dildo dengan lembut, memastikan bahwa setiap gerakan tetap nyaman bagi Hanifa. Dia mengamati ekspresi Hanifa, yang masih bersinar dengan sisa-sisa kenikmatan dari orgasme sebelumnya. "Bagaimana rasanya?" tanya Radit sambil menyeka keringat di dahinya, merasakan kepuasan melihat Hanifa menikmati pengalaman itu.

"Rasanya... luar biasa. Aku merasa sangat rileks," jawab Hanifa, suaranya masih bergetar penuh kebahagiaan. Radit tersenyum mendengar itu, merasa senang bahwa Hanifa dapat merasakan kenikmatan yang dalam.

Dengan hati-hati, Radit mengganti dildo yang baru dikeluarkan dengan dildo berikutnya. Kali ini, dia memilih dildo yang sedikit lebih besar dan lebih tebal, dengan bentuk yang dirancang untuk memberikan sensasi lebih dalam. "Sekarang kita akan mencoba dildo ini," katanya, menunjukkan dildo baru itu kepada Hanifa. "Ini akan memberikan pengalaman yang lebih mendalam."

Sebelum memasukkan dildo baru, Radit memastikan untuk melumuri dildo tersebut dengan pelumas yang cukup. Dia ingin memastikan bahwa peralihan dari satu dildo ke dildo lainnya berjalan dengan lancar dan tanpa rasa sakit. "Aku akan memasukkan dildo ini perlahan-lahan. Beri tahu aku jika kamu merasa tidak nyaman," ujarnya, menjaga komunikasi terbuka dengan Hanifa.

Setelah merasa cukup siap, Radit perlahan-lahan mendekatkan dildo ke mulut anus Hanifa. Dia memulai dengan gerakan lembut, menekan ujung dildo ke arah anusnya, memberikan waktu bagi Hanifa untuk beradaptasi dengan ukuran dan bentuk yang baru. "Ingat untuk bernapas dan rileks," kata Radit, suaranya tenang dan menenangkan.

Setiap dorongan dilakukan dengan penuh perhatian. Radit memasukkan dildo sedikit demi sedikit, memastikan bahwa Hanifa merasa nyaman. "Bagaimana? Apakah kamu siap untuk yang lebih dalam?" tanyanya sambil terus memantau reaksi Hanifa.

"Ya, aku siap, Radit. Aku ingin merasakannya lebih dalam," jawab Hanifa dengan semangat, suaranya menunjukkan keinginan untuk melanjutkan. Mendengar itu, Radit merasa terdorong untuk melanjutkan.

Tanpa ragu, Radit pun mempercepat gerakannya. Hanifa semakin medesah panjang, hanifa sudah sangat terbiasa dengan latihan anus yang dilakukan oleh Radit. Tidak lama kemudian untuk kesekian kalianya Hanifa mencapai klimaks dengan dildo keduanya tersebut.

Her Secrets: LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang