Bab 48 - Aira Rahmawati Part 48

163 1 0
                                    

Hanifa melanjutkan melepas celana dalamnya dengan gerakan lambat dan menggoda. Saat kain lembut itu mulai terlepas dari pinggulnya, terlihat jelas benang bening lengket yang menempel di celana dalamnya, menyambung dari permukaan kain hingga ke kemaluannya yang basah dan menggoda. Cairan itu memantulkan cahaya samar, menciptakan pemandangan yang begitu sensual di depan mata Radit. Setelah celana dalam itu akhirnya terlepas sepenuhnya, Hanifa berdiri tegak, memamerkan tubuhnya yang sempurna, setiap lekukannya terlihat begitu indah dan memikat.

Dengan tatapan penuh percaya diri, Hanifa sedikit menyisir rambutnya ke belakang dan menatap Radit yang masih terpaku menatapnya. "Bagaimana menurutmu, Radit?" tanya Hanifa dengan nada lembut namun menggoda. "Apakah tubuhku ini sesuai dengan apa yang kamu bayangkan?" Suaranya mengalun rendah, penuh kepercayaan diri, sambil menunggu respon Radit yang jelas terpesona oleh pemandangan yang ada di hadapannya.

Radit tersenyum lebar setelah mendengar pertanyaan Hanifa. Dengan tatapan penuh arti, dia berkata, "Iya, sesuai dengan apa yang kuharapkan dari seorang wanita yang sudah mempunyai anak." Kata-katanya disertai dengan nada santai, tapi jelas menunjukkan kekagumannya. Hanifa, yang mendengar pujian itu, langsung tersipu malu. Wajahnya memerah, dan dengan suara lirih, dia menjawab, "Te-terima kasih, Radit."

Di dalam pikirannya, Radit mengenang bagaimana ini bukan kali pertama dia berada dalam situasi seperti ini. Sebelum bertemu dengan Hanifa, dia sudah sering mengencani, bahkan menyetubuhi banyak wanita yang sudah memiliki anak. Pengalamannya dalam dunia seks bermula sejak dia pertama kali mempelajarinya dari ibunya sendiri, sebuah pengalaman yang mengubah hidupnya dan membuatnya tertarik pada wanita yang lebih tua. Hanifa, dengan tubuhnya yang indah dan daya tarik alami seorang ibu, benar-benar sesuai dengan selera dan fantasi Radit selama ini.

"Memang, Aku memamen Hanifa jauh lebih cepat dan berani dibandingkan yang lain," pikir Radit sembari tersenyum, matanya tetap menatap tubuh Hanifa yang telanjang. "Siapa yang bisa menolak melihat wanita secantik dan seseksi dirinya, bukan?" Tatapan mesumnya terpancar jelas, menunjukkan betapa ia menikmati setiap detik dari momen ini. Bagi Radit, Hanifa bukan hanya memenuhi harapannya, tapi bahkan melebihi semua ekspektasinya, menambah intensitas hasrat yang terus membara dalam dirinya.

Radit mengambil beberapa langkah mundur, menjauh dari Hanifa. Dia duduk bersila di lantai, menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu dan gairah yang tidak bisa disembunyikan. "Hanifa," panggilnya dengan suara serak, "bisakah kamu melakukan apa yang pernah kamu lakukan dengan mendiang suamimu?"

Hanifa tersenyum lembut mendengar permintaan itu, matanya berkilat penuh godaan. "Tentu saja," jawabnya dengan nada menggoda, suaranya terdengar sensual. "Aku tidak keberatan. Aku akan menunjukkannya kepadamu."

Perlahan, Hanifa mulai menggoda Radit dengan pose yang penuh daya tarik dan sensualitas. Dia berdiri tegak sejenak, lalu dengan gerakan yang lambat, ia mengangkat satu kaki ke depan, membiarkan pahanya yang halus terpapar penuh di depan mata Radit. Tubuhnya melengkung indah saat ia mulai merendahkan diri ke posisi berjongkok, membuat payudaranya yang besar bergoyang lembut mengikuti gerakan tubuhnya. Mata Hanifa tetap terfokus pada Radit, memberikan tatapan penuh godaan yang seakan menghipnotis pria muda itu.

Setelah itu, Hanifa menurunkan tubuhnya lebih jauh, duduk dengan bokongnya yang padat menyentuh lantai, lalu dengan gerakan anggun, dia merebahkan punggungnya perlahan. Namun, dia tetap menjaga lututnya tertekuk, kaki terbuka sedikit lebar, memberikan pemandangan langsung ke area sensitif di antara pahanya yang basah, yang kini terlihat jelas oleh Radit. Tubuhnya melentur dengan sempurna, memamerkan lekukan punggung, pinggul, dan payudaranya yang menggoda, membuat Radit terpaku pada setiap gerakannya.

Hanifa kemudian menggoyangkan pinggulnya dengan lembut, menggesekkan bokongnya di lantai, menciptakan gerakan yang sensual. Kedua tangannya naik perlahan, menyusuri sisi tubuhnya, sebelum akhirnya berhenti di atas dadanya, memegang kedua payudara dengan lembut namun erotis. "Apakah ini yang kamu inginkan, Radit?" tanyanya dengan nada rendah yang penuh dengan godaan, sementara jemarinya bermain di sekitar payudaranya, memerasnya dengan lembut. "Aku akan menunjukkan padamu bagaimana aku membuat suamiku tergila-gila setiap kali kami bersama."

Radit hanya bisa menatap tanpa kata, terpesona oleh pemandangan Hanifa yang semakin memanas, seolah-olah seluruh tubuh wanita itu dipenuhi energi seksual yang mengalir bebas. Setiap gerakannya terasa seperti undangan untuk merasakan lebih, dan Radit tahu bahwa dirinya telah benar-benar tenggelam dalam pesona Hanifa yang menggoda.

Hanifa terus menggerakkan tubuhnya dengan sensual, matanya tidak pernah lepas dari tatapan Radit yang semakin dalam tenggelam dalam gairah. Dengan gerakan perlahan, dia mulai mengangkat kakinya ke udara, memperlihatkan otot-otot pahanya yang kencang dan kulitnya yang halus. Bokongnya yang bulat terangkat sedikit dari lantai saat ia melengkungkan punggungnya dengan penuh keluwesan, menciptakan pose yang menggoda, seakan mengundang Radit untuk mendekat.

Sambil tetap mempertahankan tatapan penuh godaan, Hanifa menurunkan kakinya perlahan, membiarkan mereka terhampar di lantai dengan lebar, menciptakan pemandangan yang begitu terbuka dan memancing hasrat. Tangannya kemudian bergerak perlahan, menyusuri pahanya yang basah hingga mencapai area sensitifnya. Dengan gerakan halus, jari-jarinya mulai bermain di sekitar lipatan kulitnya, tanpa benar-benar menyentuh titik paling sensitifnya, seolah memberikan Radit sebuah pertunjukan privat yang dirancang untuk membuatnya semakin tergila-gila.

Hanifa tersenyum penuh kepuasan, menikmati bagaimana Radit menatapnya dengan sorot mata penuh nafsu. "Apakah ini cukup untukmu, Radit?" tanyanya dengan suara yang sedikit berbisik, namun penuh dengan keseksian. "Aku bisa lebih dari ini... lebih dari apa yang kamu bayangkan."

Dia kemudian berguling ke samping dengan anggun, tubuhnya berputar dengan pose yang tetap menggoda, lalu perlahan merangkak maju menuju Radit. Setiap langkah yang dia ambil dengan kedua lutut dan tangannya terasa seperti gerakan yang disengaja untuk memperlihatkan lekuk tubuhnya dari sudut terbaik. Bokongnya yang besar dan kencang menggoyang pelan, membuat Radit semakin tidak bisa menahan gejolak gairahnya.

Saat akhirnya dia berada tepat di hadapan Radit, Hanifa berhenti, berlutut di depannya dengan pinggul sedikit terdorong ke depan. Tangan kanannya terulur, menyentuh lembut bahu Radit, sementara tangan kirinya dengan perlahan mengelus dadanya yang telanjang. "Sekarang... kamu ingin aku melakukan apa lagi?" bisiknya dengan nada manis namun penuh tantangan, matanya berkilat dengan keinginan untuk melihat seberapa jauh Radit ingin ia melangkah.

Radit mengangkat bahu sebelahnya, memberikan isyarat kepada Hanifa bahwa dia ingin wanita itu bertindak sesuai kemauannya sendiri. Tatapan matanya menunjukkan keinginan yang mendalam, membiarkan Hanifa mengambil alih situasi.

Hanifa tersenyum lebar, merasakan kebebasan yang diberikan Radit. Dengan percaya diri, dia mulai mengelus dada Radit dengan lembut menggunakan tangan kanannya. Jari-jarinya yang halus dan hangat menyusuri lekukan otot dadanya, menimbulkan sensasi yang menyenangkan di tubuh Radit. Perlahan, tangan Hanifa menjalar ke bawah, melewati perutnya yang bidang, hingga akhirnya mencapai bagian paling intim dari Radit.

Dia menggenggam batang kemaluan Radit dengan lembut, merasakan ketegangan yang ada di sana. Sentuhan lembutnya menciptakan gelombang hasrat yang semakin menggebu di antara mereka. "Berikutnya," kata Hanifa dengan suara menggoda yang penuh nafsu, "aku akan menghisap punyamu, sesuai yang pernah aku lakukan kepada suamiku."

Dengan kata-kata itu, Hanifa memperdalam genggamannya, memberikan sedikit tekanan yang membuat Radit mengeluarkan desahan pelan. Dia menyandarkan tubuhnya sedikit lebih dekat, mendekatkan wajahnya ke batang Radit, memulai permainan yang membuat mereka berdua semakin tenggelam dalam arus kenikmatan yang tak terbendung. Hanifa tahu persis bagaimana cara menggoda dan memuaskan pria, dan dengan setiap gerakan, dia menunjukkan kepada Radit bahwa dia adalah seorang wanita yang berpengalaman, siap memenuhi setiap fantasi yang ada.

Her Secrets: LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang