*****
Yoko bisa melihat Marissa tengah menahan tawa ketika ia sedang mengepang rambut panjang milik Faye yang baru saja kering.
Sementara wanita cantik yang tengah terduduk di atas kursi tunggu di dekat Ize yang mengulum senyum itu hanya bisa mempasrahkan hati dan kepalanya pada Yoko yang terkikik disetiap ia melihat Faye cemberut.
"Jangan cemberut, kakak lucu loh di kepang begini rambutnya" gadis bertubuh mungil yang kini terduduk di atas kursi roda itu lagi-lagi terkekeh karena pipi tirus milik Faye terlihat lebih gembul ketika rambutnya dikepang.
"Kakak nggak ada niatan warnain rambut, gitu? Kayaknya kakak lucu kalau rambutnya warna merah"
"Yoo.." Faye mendengus terhadap saran tidak masuk akal dari kekasihnya.
"Kan biar mirip Ariel kak" gadis itu akhirnya menyelesaikan rambut Faye sekarang.
Dua kucir berbentuk anyaman yang tampak rapi di sisi-sisi kepala milik si wanita cantik membuat ia terlihat seperti bocah berusia delapan tahun yang akan siap-siap berangkat ke sekolah.
Yoko terkekeh ketika membayangkan sosok Faye mungil dengan rambut panjang yang dikepang serupa seperti kekasihnya sekarang tengah memegang kempis yang dikaitkan di lehernya dan menggendong rasel berwarna merah muda serta dalam keadaan kehilangan gigi di bagian depan. Itu pasti menggemaskan.
"Kakak terlihat seperti anak TK sekarang" ujar Faye meruntuk kecil pada kekasihnya yang terkekeh.
"Kalau semisalkan kakak punya anak, aku yang pertama cubit pipi dia" ujar Yoko gemas.
Faye mengerutkan kening "Kakak nggak berniat untuk menjadi orangtua dalam waktu yang dekat" sergah si wanita cantik.
Mendengar itu, Yoko merenung "Kenapa?"
"Satu-satunya orang yang akan kakak nikahi adalah kamu, Yo. Usia kamu terlalu muda untuk memiliki seorang anak, dan kakak pikir lebih baik menunggu waktu yang tepat untuk kami berdua memiliki momongan"
"Tapi.. kakak kan sudah di usia yang tepat" celetuk Marissa.
Faye melirik sesaat pada Marissa dan tersenyum padanya "Usia yang tepat bukan berarti mental yang kuat" ujar Faye dengan nada tenang.
Ize tersenyum dan mengangguk setuju "Santai aja. Lagipula, masa depan masih panjang. Dan menjadi orangtua merupakan sebuah tanggung jawab yang besar. Jadi, ku pikir... Lebih baik bersiap sejak sekarang jika saja ingin memiliki keturunan"
"Kalau aku sudah siap jadi orangtua gimana?" ujar Yoko menyela.
Faye melirik cepat pada kekasihnya yang kini tengah mendorong roda di kurisnya menuju tengah-tengah ruangan, tepatnya di hadapan televisi yang tak menyala.
Faye menggigit bibirnya sekejap "Lebih baik kamu fokus pada penyembuhan kamu dulu. Kita bisa membicarakan ini lain kali ketika kami sudah menikah. Tak usah buru-buru. Lagipula, kenapa kamu begitu ingin untuk memiliki seorang anak?"
Dengan lembut, Yoko menjawil hidung mancung milik kekasihnya hingga membuat wanita cantik itu terkekeh lembut "Karena aku mau ngelihat kakak dalam versi mini" jawab Yoko dengan senyum yang melintang dari telinga ke telinga lain.
Faye terdiam di tempatnya sebelum kemudian secara tak sengaja sebuah kristal bening jatuh begitu saja dari kelopaknya "Kamu akan menyesal karena ingin kakak dalam bentuk mini" wanita cantik itu kemudian memeluk lutut Yoko ketika ia berlutut di hadapan si gadis bertubuh mungil.
"Kenapa?" ujar Yoko seraya mengulurkan tangan untuk mengusap kepala Faye yang kini menempel di pahanya.
Faye terkekeh sebentar sebelum menjawab "Karena kakak bandel"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eldest One 2 [FayexYoko]
JugendliteraturPart ke dua setelah The Eldest One ya :) Dibaca bagian pertamanya terlebih dahulu supaya mengerti jalan cerita untuk yang ke dua :) -Riska Pramita Tobing.