Tiga Puluh Lima

495 101 11
                                    

*****

Di antara cahaya temaram yang ditimbulkan dari sirine mobil pemadam kebakaran, Faye terdiam ketika Thanya masih sedikit terisak di dalam dekapannya.

Meski salon Amor masih berdiri tegap, tapi isinya sudah hilang dilahap si jago merah.

Peralatan canggih nan mahal yang sudah menemanii Faye dalam berkarir kini tinggal debu semata.

Wanita cantik itu tak menangis, ia bahkan tak merasa kesal pada aThanya yang bersikap ceroboh.

Ia hanya hampa.

Wanita cantik itu dihujani berbagai masalah di satu waktu yang sama.

Jadwal pernikahannya, kebutuhan untuk biaya pernikahan, dan sekarang? Salon yang satu-satunya membantu finansial Faye selain bisnis penanaman saham di perusahaan lain raib terbakar api.

Tak jauh dari Faye dan Thanya yang berpelukan, Yoko berdiri sambil menatap nanar ke isi bangunan yang sudah terbakar api.

Indahnya salon Amor yang bahkan baru di renovasi kini berubah menjadi hitam dan berdebu.

Masih ada sedikit asap dari dalam dan itu membuat isi paru-paru Yoko tak enak karenanya.

Meski begitu, Yoko tak beranjak dari sisi Faye. Gadis cantik bertubuh mungil itu tetap memutuskan untuk terus bersama dengan Faye dalam keadaan apapun. Apalagi keadaan terpuruk seperti ini.

Yoko mengusap pelan bahu Faye yang tak bergetar. Kelopak mata wanita cantik itu bahkan tak dihiasi dengan kristal seolah ia begitu tabah dengan segala kejadian yang terjadi kepada dirinya.

Dan ketika Yoko mengecup pucuk kepala milik Faye, wanita cantik itu menghempaskan napas berat "Sepertinya pernikahan kita akan sedikit di undur. Apa kamu tak masalah dengan itu?" jemari Faye bergerak menarik lengan Yoko agar gadis itu memeluknya dari belakang.

"Tolong jangan terlalu memaksakan diri. Aku akan segera lulus dan semoga saja bisa mendapat pekerjaan yang layak supaya bisa membantu kakak dalam mempersiapkan pernikahan" lagi, Yoko mengecup pucuk kepala milik Faye guna menenangkan kekasihnya yang tampak kehilangan arah.

"Terimakasih sayang, maaf harus menunggu lebih lama, ya?"

"Aku nggak akan kemana-mana"

~~

"Apa? Amor kebakaran?" Engfa terlihat terkejut bukan kepalang ketika Faye dan Yoko bercerita pada wanita cantik berpenampilan tomboy itu.

Faye mendesah "Akibat dari saluran listrik" imbuhnya memberikan informasi lebih lengkap pada Engfa yang masih tampak terlalu terkejut.

"Kamu bisa mengatasinya?"

Faye menggeleng lemah "Aku hanya memiliki dana untuk mengembalikan beberapa barang di salon. Tapi mungkin sisanya aku akan menunggu beberapa waktu sampai tabunganku kembali terisi. Aku tak ingin aku tidak memegang uang sedikitpun untuk berjaga-jaga akan hal yang lain"

Seolah ikut lelah dengan beban pikiran yang dimiliki oleh Faye, Engfa mendesahkan napas beratnya sebelum kemudian mengerutkan kening untuk mencari solusi bersama.

"Aku memiliki sedikit tabungan yang bebas dari beban. Kupikir, kau bisa menggunakannya jika kau mau"

Dengan cepat, Faye menggeleng "Tidak. itu uangmu. Aku kemari hanya untuk berbagi cerita"

Engfa mendecak "Ambillah, kau bisa membayarnya setelah kau punya simpanan uang kembali. Lagipula, kau sedang membutuhkan biaya yang banyak untuk pernikahanmu dengan Yoko, kan?"

"Aku tak masalah menunggu lebih lama" ujar Yoko sebelum Faye sempat menjawab apapun.

Engfa menyunggingkan senyum "Kamu mungkin bersedia menunggu lebih lama, bocah kecil. Tapi Faye yang tak ingin menunggu lebih lama lagi untuk memilikimu seutuhnya"' ia terkekeh kecil "Kamu pikir kenapa Faye begitu keras kepala soal pernikahan kalian?" ia menahan kalimatnya dan menyunggingkan senyum ketika melipat tangan di dada "Aku sudah mengenal Faye hampir seperti mengenal diriku sendiri. Jika Faye sudah bertekad, maka ia akan melakukan apapun untuk mendapatkan tekadnya. Bahkan jika ia bisa menyewakan jiwanya pada iblis, aku yakin dia pasti akan melakukan itu" imbuhnya disertai dengan candaan yang sama sekali tidak lucu baik itu untuk Yoko maupun Faye yang tak tertawa seperti dirinya.

Setelah menghentikan tawanya yang terdengar sarkastik, Engfa kemudian menjalin kesepuluh jemarinya di atas meja "Untuk catering, biar aku yang mengurusnya. Kalian tak perlu memikirkan itu. Aku tahu Faye pasti menolak kalau aku yang akan membayarnya, tapi katakanlah aku memberikan pinjaman lewat makanan dan Faye akan membayarnya ketika finansialnya sudah seimbang. Aku tak akan memberikan ini karena rasa kasihan, tapi karena aku tahu kalau Faye adalah orang yang kukuh dan keras kepala. Jika aku tak membantunya, maka dia akan menyiksa dirinya sendiri untuk memenuhi keinginannya dan aku terlalu peduli pada Faye sehingga tak bisa membiarkan dia memperlakukan dirinya sendiri seperti itu"

Tanpa bicara, Englot beranjak dari hadapan Faye yang terdiam dan tak membalas. Wanita cantik yang tampak tomboy dalam setelan pakaian kasualnya itu pergi begitu saja dari hadapan Faye dan Yoko yang masih terdiam.

Tapi, di dalam isi kepala Yoko, gadis cantik bertubuh mungil itu bertanya-tanya terhadap dirinya sendiri.

Apa benar Faye se kukuh dan se keras kepala itu?

~~

Folks serta Phia Fah menatap lurus-lurus pada putrinya yang tengah mengaitkan jemari di atas meja.

Gadis cantik bertubuh mungil itu berkata bahwa dirinya membutuhkan waktu kedua orangtuanya untuk bicara, tapi sudah tiiga puluh menit lamanya, Yoko masih terdiam di hadapan Folks maupun Phia Fah yang sudah hampir kehabisan kesabaran karena menunggu.

"Jadi? Ingin membicarakan apa?" Folks mulai angkat bicara karena lelaki itu tampak bosan menunggu.

Yoko bisa melihat Phia Fah menepak lengan suaminya pelan seolah memberikan peringatan pada Folks yang tak sabaran.

Tapi, Yoko memutuskan untuk menegapkan punggung dan mulai bicara "Aku.. penasaran, Kenapa papa mematok biaya pernikahan aku sama Kak Faye se tinggi itu?"

"....."

"....."

Situasi terbalik sekarang.

Kini, Folks serta Phia Fah yang tak tahu harus mengucapkan apa pada putri kecil mereka yang menunggu dengan sabar.

Yoko menaikkan alis pada Ayahnya yang kini melipat tangan di dada, lelaki itu menegapkan badan sebelum mencondongkannya ketika ia berujar pelan "Karena Papa kurang setuju kamu menikah dengan Faye" akhirnya, satu kalimat yang menjadi jawaban itu terucap juga setelah sekian puluh detik ketiganya terdiam.

"Kenapa Papa begitu kejam?" Yoko memulai "Kalau saja Papa tahu, Kak Faye memperlakukan aku seperti seorang putri. Dia sedang mengusahakan semuanya untukku, bahkan meskipun bisnisnya sekarang sedang hancur, Kak Faye tidak berhenti untuk mengusahakan pernikahan kita untuk kado kelulusanku" gadis itu sedikit terisak ketika bicara "Kenapa Papa mempersulit jalan untuk kami bahagia?"

"....." tidak ada jawaban dari Folks. Lelaki itu hanya memperhatikan dengan tatapan lurus tanpa ekspresi.

"Aku tahu Papa mungkin khawatir karena aku memutuskan untuk menikah dalam jangka waktu yang dekat. Tapi aku sudah benar-benar siap dengan semua resikonya dan Papa tak seharusnya mempersulit jalan kami berdua untuk saling memiliki" dan dengan itu. Yoko pergi dengan air bergelinangan air mata seolah ia tak mampu lagi berada di hadapan kedua orangtuanya yang bahkan tidak merespon terhadap perkataannya barusan.

*****
Riska Pramita Tobing.

The Eldest One 2 [FayexYoko]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang