Dua Puluh Tujuh

705 91 23
                                    

*****

Yoko tengah melakukan relaksasi seusai terapi ketika tiba-tiba ciuman jatuh bertubi-tubi pada pipinya.

Gadis cantik bertubuh mungil itu sedikit berteriak pada Faye yang pastinya jadi penyebab gelinya pipi Yoko "Kakaaak, gelii hahaha udaah ihhh geliiii hahahah" ia terbahak ketika ia merasakan ciuman berubah menjadi gigitan kecil di bahunya.

Faye, yang sedari tadi menghujani kekasihnya dengan ciuman kini berhenti guna memberikan sebuah boneka kecil berbentuk hamster pada kekasihnya yang langsung terkekeh "Maksudnya apaa ini hmm?" ujar Yoko.

Faye terkekeh kecil "Well, mirip dengan kamu kan?" jawabnya tak segan-segan dengan disertai nada menggoda yang sangat tepat.

Yoko mendelik tak suka pada kekasihnya sebelum kemudian ia melepaskan diri dari atas mesin yang tengah memberikan relaksasi pada kakinya.

Secara perlahan, gadis itu berdiri dari kursi relaksasinya dan berjalan tak begitu jauh menuju kursi roda yang belakangan ini sering sekali ia kenakan "Sudah membaik?" ujar Faye pada Yoko yang kini duduk nyaman di atas kursi roda.

"Sepertinya minggu ini aku akan belajar jalan panjang menggunakan tongkat penyandang. Aku udah bisa jalan bolak balik dari kamar bawah ke dapur meskipun akhirnya kakiku sakit" ujar Yoko memberikan informasi.

"Jangan terlalu memaksakan diri. Tak baik. Ingat apa yang dikatakan Dr. Henry? Kamu bisa saja mengalami trauma dua kali lipat jika kembali jatuh saat pemulihan seperti ini" jawab Faye mengingatkan dengan nada khawatir dan takut di satu waktu yang sama.

Yoko mengukir senyum kecil di bibirnya yang sedikit kemerahan "Aku nggak mau dinobatkan sebagai sarjana dalam keadaan tak bisa berjalan. Kelulusanku hanya tinggal menunggu bulan dan aku harus bekerja keras agar aku bisa mengenakan hak tinggi ketika kelulusan"

Dengan haru, Faye berjongkok di hadapan Yoko agar tinggi mereka setara. Wanita cantik itu kemudian mengulurkan tangan dan mengusap pipi kekasihnya yang sedikit bersenu merah dan kenyal "Apa kado kelulusan yang kamu inginkan?" ujar Faye lembut.

Mendengar itu, Yoko tersenyum sumbringah "Ubahlah nama belakangku menjadi Malisorn" jawab gadis itu dengan yakin.

"....." dan Faye tak tahu harus menjawab apa padanya.

~~

Faye terdiam mematung di depan Ibundanya yang tengah memeluk Sunny.

Anjing kecil --yang sekarang sudah tak sekecil dulu, itu sedikit memejamkan mata dan tampak mengantuk ketika Faye datang ke kediaman Malisorn.

Meski anak anjing itu tidak tertidur, tapi Faye bisa melihat ia sedikit terbuai suasana, apalagi Ibundanya tak henti mengusap punggungnya dengan lembut.

"Ada apa? Tumben sekali berkunjung? Bukannya kamu sedang sibuk mengurus Yoko belakangan ini?" suara tenang dari Ibu Faye menyadarkan wanita cantik itu dari lamunan.

Dengan senyum kecil, Faye kemudian mengulurkan tangan guna mengusap pucuk kepala milik Sunny yang hampir terlelap.

"Yoko sudah bisa ditinggal sekarang. Dia sudah mulai berjalan perlahan dari satu ke tempat lain meskipun terkadang masih butuh bantuan. Lagipula, Yoko bilang, hari ini dia ingin berdua dengan Ibunya" wanita cantik itu menghentikan ucapannya barang sebentar sebelum kemudian mengambil Sunny ke dalam dekapan.

"Awww, anak Mama pasti rindu sekali ya sama Mama?" ia berbisik kecil pada Sunny yang hampir mengorok.

"Syukurlah. Mama harap Yoko segera sembuh" kini, wanita senja itu terduduk tak jauh dari putri sematawayangnya.

"Bagaimana pengelolaan bisnis?" wanita cantik itu bersender di kursi, memperlihatkan Faye yang tengah mengusap anjing kesayangannya yang bahkan sudah ia anggap sebagai cucu sendiri.

"Lancar semuanya. Aku sedang mulai mendekor tempat salon kuku yang baru. Dan untuk toko peliharaan, aku masih mencari-cari mitra yang bagus untuk kerjasama" jelasnya singkat.

Faye terdiam ketika Ibunya juga tak memberi respon.

Sebenarnya, wanita cantik itu memiliki tujuan lain ketika ia berkunjung kemari.

Salah satunya adalah pembicaraan antara dirinya dengan Yoko beberapa saat lalu.

Tentang.. Yoko yang ingin segera dinikahi olehnya.

Tapi.. Faye tak tahu harus memulai percakapan ini dari mana.

Ia bahkan tak yakin bahwa dirinya ingin meminta izin kepada orangtuanya kalau ia akan segera menikahi seseorang dalam jangka waktu yang cukup dekat.

Karena jika saja Faye boleh jujur terhadap dirinya sendiri, wanita cantik itu belum terlalu siap dengan pernikahan.

Tapi.. melihat Yoko begitu yakin terhadap keduanya, entah mengapa mampu merubah pendirian hati Faye hingga ia mulai yakin kepada mereka berdua.

"Ma.." ujar Faye sedikit ragu.

Wanita cantik itu melirik pada putrinya "Kenapa?" ia bertanya dengan pelan,

Dengan perasaan gugup, Faye menatap Ibundanya dalam-dalam "Sebenernya, aku kesini mau minta izin buat menikahi Yoko"

"....."

Wanita cantik itu mengerutkan kening dalam-dalam "Kamu..." ia bahkan kesulitan berbicara ketika ingin menjawab. Tapi, Faye mengangguk dengan yakin "Aku akan menikahi Yoko, Ma" ulang Faye meyakinkan.

Bruk!

"Ya Tuhan.. Kamu sungguh akan menikah!" Faye bisa mendengar Ibunya sedikit terisak ketika mereka berpelukan dengan erat "Ya Tuhan, akhirnya.. akhirnya Mama akan punya menantu" imbuh wanita cantik itu masih disertai isak tangis yang terdengar haru.

"Mama... nggak keberatan kalau aku menikah muda?"

"Tentu tidak!" ia cepat-cepat menyangkal "Mama bahkan menunggu kamu menikah. Semoga lancar ya sayang. Mama memberkati kalian berdua sampai hari pernikahan. Bahkan sampai setelahnya"

Faye tersenyum sumbringah, merasa begitu bahagia terhadap respon Ibundanya "Terimakasih Ma, semoga Mama sehat sampai mengantarkan aku ke hadapan pendeta dan menjadikan Yoko istriku"

"Aamiin" dengan cepat, ia merespon "Mama nggak sabar punya mentantu. Apa kalian berencana untuk memiliki anak?"

Faye mendengus "Maa.. Yoko masih muda" bantah wanita cantik itu.

"Loh? Kamu kan cukup tua untuk hamil"

Dan Faye melempengkan ekspresi sekarang. Padahal, wanita cantik yang adalah Ibundanya itu tahu betul kalau dirinya tak pernah ingin menjadi 'istri' dalam sebuah hubungan.

"Mama kan sudah tahu kalau aku nggak pernah mau jadi istri. Tapi.. kemungkinan, pernikahan kami tak akan terlalu ramai" gumam Faye.

Wanita cantik itu melirik cepat pada putrinya "Loh?? Kenapa?" ujarnya.

"Aku kurang suka keramaian"

"Bullshit!"

Faye terbelalak kaget ketika ia mendengar umpatan dari Ibunya.

Ia bahkan tak tahu kalau Ibundanya mampu mengatakan hal-hal seperti itu.

"Ayolah! Ini pertama dan terakhir kalinya Mama menuntun seseorang ke atas altar. Mama ingin atap yang penuh dengan lampu gantung, gedung yang mewah, acara dansa yang ramai dan altar yang cantik" Faye bisa melihat iris mata milik Ibundanaya dipenuhi dengan angan-angan dan wanita cantik itu mulai heran, siapa sebenarnya yang akan menikah di antara mereka berdua?

Kenapa Ibundanya lebih banyak memilih konsep dibanding dirinya?

Tapi, setelah dipikir-pikir, ada benarnya juga.

Pernikahan adalah pesta besar sekali seumur hidup dan ia harus membuatnya seindah mungkin untuk dikenang.

Jadi, harus dimulai dari mana persiapan pernikahannya?

Sepertinya Faye harus cepat-cepat konsultasi pada Lux.

Dan, oh! Jangan lupakan restu dari kedua orangtua Yoko yang belum ia genggam.

Ia harus segera mengusahakannya dari sekarang.

Doakan ya! ;)

*****
Riska Pramita Tobing.

The Eldest One 2 [FayexYoko]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang