Hari ini Jeno tengah berada di rumah sakit bersama Jeffandra untuk melaksanakan check-up rutin sekaligus kemoterapi pertamanya. Lelaki itu sempat berpikiran buruk, namun ia berusaha menepisnya.
Kini Dokter Kian sudah berdiri di samping ranjang pesakitan Jeno. Pria itu menyunggingkan senyum lalu meminta izin untuk memeriksa kondisi tubuh Jeno.
Jeno terus menurut saat Dokter Kian memeriksa beberapa anggota tubuhnya seperti kondisi gigi, suhu badan, hingga akhirnya mengambil darahnya untuk diperiksa.
Melihat raut tegang sang anak, Jeffandra menyunggingkan senyumnya, menggenggam jemari Jeno dan menggumamkan kata-kata penenang agar Jeno tidak terlalu tegang.
Tak berselang lama, hasil tes darah Jeno telah keluar. Dokter Kian tersenyum tipis. "Jeno sudah boleh ngelakuin kemoterapi sekarang. Jeno udah siap, kan? " Tanya Dokter Kian dibalas anggukan oleh Jeno.
Dokter Kian pun mulai memasang selang infus di punggung tangan Jeno yang sudah disambungkan dengan cairan kemoterapi.
"Jeno nggak usah tegang, oke? Nggak akan terasa sakit, kok.. Jeno boleh nungguin sambil main HP, tidur atau nonton TV. Apa Dokter perlu nyalain TV nya buat Jeno? "
"Nggak usah, dok. Jeno tidur aja".
" Pak, nanti kalau Jeno muntah-muntah atau mengalami hal lainnya, anda bisa tekan tombol emergency di sebelah ranjang, ya.. Saya permisi dulu.. " Pamit Dokter Kian lalu pergi meninggalkan ruang tempat Jeno terbaring.
"Jeno.. Gimana badannya? Ada yang sakit? " Tanya Jeffandra yang mengkhawatirkan kondisi putranya. Ia sendiri sudah tahu bahwa kemoterapi sangat berakibat fatal. Ada yang bilang kalau proses ini tidak terlalu membantu, namun Jeffandra terus optimis. Ia menyingkirkan segala pikirannya dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin akan terjadi pada putranya.
Jeno menggeleng pelan meskipun ia mulai merasa aneh pada sebagian tubuhnya. Ia merasa pusing, perutnya juga terasa seperti diaduk-aduk, membuat dirinya berusaha menahannya sekuat tenaga. Ia memejamkan matanya, berharap bahwa kondisi tubuhnya akan berangsur-angsur membaik.
🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱
"Ayah.. " Jeno akhirnya memanggil sang ayah begitu merasakan mual yang luar biasa.
"Kenapa, nak? Ada yang sakit? " Tanya Jeffandra khawatir.
"Jeno.. Mau.. Muntah.. " Jawab Jeno susah payah. Keringatnya bercucuran entah karena efek samping dari kemoterapi yang dijalaninya atau karena hal lain.
"Ya udah.. Ayah bantu Jeno ke kamar mandi, ya? Jeno tahan bentar, bisa? "
Jeno mengangguk lemah.
Jeffandra membantu Jeno beranjak secara perlahan. Ia mendapati tubuh putranya yang melemas, tak seperti biasanya. "Ayo pelan-pelan jalannya.. "
Begitu sampai di kamar mandi, Jeno langsung memuntahkan seisi perutnya di closet yang ada di sana. Tangannya berpegangan pada ujung closet sedangkan Jeffandra terus memijit belakang leher Jeno, agar Jeno dengan mudah memuntahkannya.
"Hoek!! Uhuk.. Uhuk.. "
Jeffandra sesekali memgusap keringat yang membasahi wajah putranya. Rasanya sungguh tidak enak melihat kondisi putra semata wayangnya yang lemah seperti ini. Ia ingin menangis, namun ia berusaha menahannya.
"Ayah.. "
"Iya, nak? "
"Jeno.. Mau balik.. Ke kasur.. " Jawab Jeno terdengar begitu lemah.
"Biar ayah bersihin dulu bekas muntahan Jeno.. Jeno yang sabar, ya? " Jeffandra mulai membersihkan bekas muntah Jeno di wajah anak itu dengan telaten. Pria itu benar-benar khawatir dengan keadaan Jeno saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Side Of Humanity (Lee Jeno) [TAMAT]
FanfictionJevano Fabian Agnabrita, anak tunggal dari pasangan suami-istri kaya raya yang terkenal dengan kekayaan melimpah yang memiliki sifat periang dan sedikit keras kepala, mendadak berubah sejak sang ibu-Alina Grania Cassandra meninggal dunia. Setiap...