Chapter 22

326 22 1
                                    

Jeno berhasil bangun dari komanya. Kondisinya telah diperiksa oleh dokter dan katanya Jeno mulai membaik. Kini lelaki itu telah dipindahkan ke ruang rawat VVIP. Jeffandra dan Davira bersyukur karena Tuhan masih memberi mereka kesempatan untuk bertemu dengan lelaki tampan itu.

Sejak bangun dari komanya, ada yang berbeda dari Jeno. Lelaki itu sekarang tiba-tiba enggan membuka suara, bahkan menatap ke Jeffandra dan Davira saja enggan.

Sebenarnya apa yang terjadi pada Jeno?

Apa Jeno tidak senang bisa kembali membuka matanya?

Jeffandra dan Davira kebingungan dengan sifat Jeno yang sulit ditebak.

Sore ini teman-teman Jeno datang menjenguk lelaki itu. Mereka tampak mengajak Jeno bercerita meski Jeno terkadang hanya merespon dengan senyuman kecil.

Selepas teman teman Jeno pergi, Jeffandra dan Davira menghampiri ranjang pesakitan Jeno. Mereka ingin mengajak Jeno berbicara, berharap kali ini Jeno mau merespon.

"Jeno sayang.. " Panggil Davira begitu lembut.

Jeno yang tadinya hanya diam dengan pandangan kosong kini akhirnya menatap kedua orang tuanya.

"Jeno kok sekarang nggak mau bicara sama mama? Mama ada salah ya, sama Jeno? " Tanya Davira.

Jeno menggeleng. "Mama.. Nggak ada salah.. Sama Jeno.." Jawabnya begitu pelan.

Davira bertatapan sejenak dengan Jeffandra. Setelahnya ia mengelus lembut jemari Jeno yang sedikit berkeringat. "Jeno mikirin apa aja kok sampe murung begitu? Kalau Jeno nggak ngomong, mama sama ayah nggak akan tahu apa yang terjadi sama Jeno.. "

Jeno tampak menghembuskan nafasnya berat.

Jeffandra menangkup kedua pipi Jeno. Ia membiarkan tatapan matanya bersiborok dengan iris obsidian milik putranya itu. "Kalau ada yang mengganjal hati Jeno, Jeno bisa cerita ke ayah atau mama.. Jangan dipendam sendiri, ya? "

Cukup lama Jeno terdiam hingga akhirnya ia membuka suara, "Jeno.. Jeno nggak punya masa depan Yah, Ma.. "

Deg!

Kenapa Jeno mengatakan hal tersebut?

"Siapa yang bilang gitu ke Jeno? Anak Mama punya masa depan.. Jeno nggak mungkin nggak punya masa depan.. " Bantah Davira.

Jeno meremat pakaian rumah sakit berwarna biru langit yang ia pakai. Mataanya memerah menahan tangis. "Jeno.. Jeno denger apa kata dokter.. Hidup Jeno.. Udah nggak lama lagi.. Jeno.. Nggak bisa bertahan sampai dewasa.. " Jawabnya dengan suara bergetar.

Mendengar penuturan sang anak tentu membuat perasaan Jeffandra dan Davira semakin sedih. Apa Jeno sudah muak hidup dengan segala penyakit yang menggerogoti tubuhnya?

"Jeno pasti sembuh.. Ayah yakin.. Jeno itu anak kuat. Tuhan nggak mungkin tega ambil Jeno dari ayah sama mama.. " Jeffandra berusaha membangkitkan semangat berjuang Jeno.

Namun Jeno semakin meremat pakaiannya. Isakan berhasil keluar dari bibir pucatnya, kini air matanya menetes membasahi pipinya yang semakin hari semakin tirus.

Melihat sang anak yang menangis, Jeffandra dan Davira pun memeluk putra mereka yang rapuh itu. Begitu Jeno berada di dalam pelukan kedua orang tuanya, isakannya semakin kencang. Tangannya meremat kemeja yang dipakai sang ayah, air matanya dibiarkan mengalir membasahi pakaian kedua orang tuanya.

"Udah ya, nak? Jeno jangan nangis lagi.. Nanti dadanya sesak, loh.. " Ujar Davira sembari mengelus lembut punggung ringkih Jeno.

Jeno masih terisak. Wajahnya memerah karena tangisannya.

The Other Side Of Humanity (Lee Jeno) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang