Chapter 26

299 21 2
                                    

  "Wahhhhh... Primadona sekolah ini akhirnya masuk sekolah nih!" Seru Haelga gembira begitu Jeno melangkahkan kakinya memasuki kelas. Lelaki itu merangkul Jeno erat sampai membuat sang empu sedikit kesulitan bernafas.

  "Jangan rapet-rapet ngerangkulnya.. Gue.. Sesek.. " Jeno berusaha menyingkirkan tangan Haelga dari dirinya.

  "Hehe.. Maap atuh, bang.. " Haelga menyengir tanpa dosa.

  Jeno menggeleng pelan melihat keantusiasan sahabatnya itu. Ia terkejut melihat Nares, Rei dan Mahen yang kini menghampiri bangkunya.

  Jeno mengelus dadanya. Bisa-bisa ia terkena serangan jantung dadakan karena dikejutkan berkali-kali oleh teman-temannya ini. "Kalian di sini dari kapan? " Tanyanya.

  "Dari lo duduk". Jawab Rei.

  " Gimana keadaan lo sekarang? Udah baikan? " Tanya Nares.

  "Udah. Kalau gue belum baikan, mana mungkin gue ada di sini? " Balas Jeno.

  "Kan gue cuma nanya, bro".

  " Selamat ya atas kesembuhannya, Jevano ". Mahen tiba-tiba menjabat tangan Jeno.

  Jeno semakin kebingungan.

  Ia baru menyadari bahwa kini seisi kelas tengah memperhatikannya dengan seksama. Memang sebenarnya ia dulu merupakan siswa yang terkenal seantero sekolah, namun ia merasa kesal karena setelah semua orang mengetahui penyakit yang diderita olehnya, ia jadi diperlakukan berbeda. Semua perhatian tertuju padanya, seakan Jeno adalah spesies baru yang mendadak ada di sekolah itu.

  " Kenapa kalian liat-liat? Mau gue colok matanya? " Ketus Haelga pada murid lainnya.

  Seketika pandangan murid-murid di sana teralih. Haelga tau Jeno pasti sangat terganggu dengan tatapan iba dari murid-murid kelas yang tak berakhlak itu.

  Haelga menepuk pelan bahu Jeno. "Relax, bro.. Jangan berpikiran yang aneh-aneh.. " Ucapnya menenangkan Jeno.

  Jeno membalas dengan senyuman tipis. Gue benci sama penyakit ini.. Tanpa sadar, jemarinya terkepal erat, menahan segala kemuakan dalam hatinya.

                           🌱🌱🌱🌱🌱🌱

  Jeno cuma ingin diperlakukan sama kayak anak-anak yang lain..

  Jeno nggak selemah itu sampai dipandang iba sama sebagian orang, seakan Jeno adalah orang paling menyedihkan di dunia ini..

  Memang Jeno penyakitan, Jeno gampang capek, gampang mimisan..

  Tapi Jeno nggak suka diperlakukan berbeda..

  Jeno mau kayak dulu,

  Jeno mau sehat lagi..

  Jeno capek dianggap lemah..

  Jeno nggak suka hidup penuh kekangan gini..

 
                       🌱🌱🌱🌱🌱🌱

  Jeffandra tersenyum lembut begitu melihat sosok putranya yang berjalan menghampiri dirinya. Saat ini memang waktunya pulang, dan Jeffandra ingin menjemput putra kesayangannya itu pulang.

  Senyum di wajah Jeffandra luntur saat ia menyadari bahwa wajah Jeno penuh keringat, juga wajah itu tampak pucat. Lebih pucat dari biasanya.

  "Jen.. Kamu nggak pa-pa kan, nak? " Tanya Jeffandra khawatir.

  Belum sempat bibirnya menjawab, tubuh itu limbung terlebih dahulu. Sebelum wajahnya membentur permukaan kasar tanah, Jeffandra dengan sigap menahannya. "Jen, are you okay? " Tanya Jeffandra sembari membawa Jeno memasuki mobil.

  "Ayah.. " Jeno berucap lirih.

  "Ayah bawa Jeno ke rumah sakit, ya? "

  Jeno menggeleng lemah. "Jeno.. Mau pulang.. " Tolaknya.

  "Nak, jangan keras kepala. Ayah-"

  "Jeno.. Nggak mau ke.. Rumah sakit.. " Jeno tetap bersikeras. Tangan lemahnya mencengkram kemeja Jeffandra sekuat tenaga.

  "Tapi Jeno janji ya, ke ayah.. Jeno jangan tidur dulu.. Jeno atur nafas Jeno sekarang.. "

  Jeno mengangguk lemah. Ia berusaha mengatur nafasnya yang terasa berat. Ia tahu kalau dirinya memaksakan untuk bersekolah pasti akan berakhir seperti ini. Sejak tadi ia memang merasakan lelah luar biasa di sekujur tubuhnya, namun ia berusaha menahannya.

  Jeffandra yang panik itu pun segera melajukan mobilnya meninggalkan sekolah Jeno. Rasa takut, khawatir, beserta sedih menggerogoti pikirannya, ia takut anaknya sampai kenapa-kenapa.

  Begitu sampai di rumah, Jeffandra langsung menggendong Jeno memasuki rumah. Davira yang saat itu tengah berada di ruang tamu pun panik melihat keadaan Jeno yang kembali menghawatirkan.

  "Mas.. Jeno kenapa lagi? " Tanya Davira begitu Jeffandra membaringkan tubuh lemah Jeno di kasur yang terletak di kamar lelaki itu.

  "Kecapekan. Tadi sempet sesak nafas". Jawab Jeffandra.

  Davira menggosok telapak tangan Jeno. "Jeno masih ada yang sakit, nggak? " Tanyanya khawatir.

  "Mama.. Sama ayah jangan khawatir.. Jeno.. Nggak pa-pa.. " Balas Jeno lemah.

  "Kenapa nggak dibawa ke rumah sakit, mas? Aku takut Jeno makin sakit kalau dibiarin gini.. " Rasa takut terpancar jelas di wajah cantik Davira. Wanita itu benar-benar menghawatirkan Jeno.

  "Dianya nggak mau, Ra.. Aku udah nelepon dokter Kian juga, kok.. Bentar lagi kayaknya nyampe ke sini.. " Balas Jeffandra berusaha tenang.

  Tak berselang lama, Dokter Kian akhirnya datang. Pria itu mengecek kondisi Jeno dengan seksama, memasangkan nebulizer untuk lelaki itu bernafas, juga menyuntikkan obat pereda nyeri agar nyeri di seluruh tubuh Jeno mereda.

  Setelah itu, Dokter Kian menghampiri Jeffandra, memberitahu apa yang terjadi pada Jeno. "Pak, putra anda mengalami kelelahan hebat. Saya kan pernah mengatakan kalau Jeno tidak boleh melakukan aktivitas berat karena kondisi kankernya yang sudah mencapai angka parah. Jeno akan mudah lelah meski hanya melakukan hal kecil seperti berjalan agak jauh, menaiki tangga, atau mengangkat benda yang tergolong ringan".

  "Kondisi Jeno untuk saat ini sangat lemah. Lain kali jangan izinkan dia melakukan aktivitas yang akan membuatnya cepat lelah. Untuk sekarang, saya menyarankan agar Jeno tidak bersekolah terlebih dahulu mengingat kondisinya yang tak kunjung membaik".

  Mendengar penuturan Dokter Kian, Jeffandra merutuki dirinya sendiri. Seandainya ia tadi tak mengizinkan Jeno bersekolah, pasti anak itu tak akan kambuh seperti sekarang.

  Lagi-lagi ayah lalai jagain kamu, Jen..

                      🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

  "Mah.. " Jeno memanggil Davira pelan.

  "Iya, sayang? "

  "Maaf.. Jeno.. Selalu buat semua.. Orang khawatir.. " Ucap Jeno nyaris tak terdengar.

  Davira tersenyum lembut. "Nggak pa-pa, sayang.. Jeno nggak salah.. Harusnya mama lebih memperhatikan kamu.. Maafin mama ya, nak? "

  Kenapa gue selalu ditakdirin buat mama sama ayah sedih?

  Kenapa Tuhan sejahat itu sama Jeno?

  Apa dosa yang pernah Jeno lakuin sampe Tuhan ngasih hukuman sekeji ini ke Jeno?
















Ketemu lagi di Chapter 26!

Gimana nih menurut kalian??????

Cepet banget ya up nya....

Jangan lupa komen ya gaissssss...

Bentar lagi kayaknya tamat:v
 

The Other Side Of Humanity (Lee Jeno) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang