Sejak saat itu Jeno dilarang keras orang tuanya untuk kembali bersekolah. Segala sesuatu yang dibutuhkan Jeno sangat dipantau, bahkan ia tak diizinkan untuk melakukan sesuatu sendiri.
Hal itu karena kondisi Jeno semakin hari semakin memburuk.
Jeno tak bisa naik-turun tangga sendirian. Ia akan merasakan lelah luar biasa ataupun sesak apabila memaksakan dirinya berjalan sendiri menuju lantai bawah.
Karena rumah mereka tak memiliki lift, terkadang Jeffandra akan menggendong Jeno jika anak itu memaksa untuk pergi ke lantai satu.
Jeno merasa dirinya sangat merepotkan. Ia kembali murung karena tak kunjung sembuh dari penyakit berbahaya itu.
Hampir setiap hari para dokter yang berwenang memberi terapi pada Jeno datang ke rumah itu. Jeno tetap melaksanakan terapi psikis maupun fisiknya seperti biasa, meski tak harus pergi ke rumah sakit.
Bahkan saat ini Jeno bernafas dengan bantuan masker oksigen. Dadanya hampir selalu terasa nyeri, sesak, seperti diremat kuat-kuat.
"Sayang.. Sekarang waktunya makan siang.. Mama ganti masker oksigen kamu sama nassal canula, ya? " Ujar Davira sembari meletakkan semangkuk bubur di atas nakas samping ranjang Jeno.
Wanita berwajah rupawan itu kini mengganti masker oksigen Jeno dengan nassal canula secara telaten, setelahnya ia mulai menyuapi anaknya bubur yang nyaris cair buatannya.
Keadaan Jeno semakin memprihatinkan. Sepertinya Jeffandra dan Davira benar-benar harus menyiapkan diri mereka untuk kehilangan putra mereka.
"Ma.. " Jeno memanggil sang ibu dengan suara seraknya. Ia menahan tangan Davira yang akan menyuapinya bubur.
"Kenapa, sayang? " Tanya Davira.
Jeno menggeleng lemah. Ia menolak suapan sang ibu.
"Jeno harus makan.. Kalau Jeno nggak makan, badan Jeno makin lemas nanti.. " Sungguh, Davira hampir menangis melihat kondisi putranya yang semakin memburuk. Tubuh Jeno benar-benar sangat kurus, rambutnya semakin menipis akibat kemoterapi nya, hampir setiap malam anak itu terbatuk hingga memuntahkan darah.
Davira benar-benar cemas dengan kondisi putranya.
Jeno tetap menolak. Anak itu masih menyandarkan punggung ringkihnya di tumpukan bantal yang memang sudah ditata oleh Davira sebelum ia makan siang.
"Nak.. Mama mohon.. Jeno harus makan, ya? Tiga suap aja nggak pa-pa, kok.. Yang penting perut Jeno udah ada isinya.. " Davira berusaha membujuk Jeno. Ia menahan tangisnya mati-matian.
Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Jeno mau memakan bubur buatan sang ibu. Davira sedikit lega karena Jeno mau menurut padanya meski harus dibujuk terlebih dahulu.
Saat Davira baru selesai memasukkan suapan ke dua ke dalam mulut Jeno, anak itu tiba-tiba terbatuk keras, tangannya yang lemah mulai mencengkram dadanya kuat, membuat Davira khawatir.
"Jen.. Jeno kenapa? " Tangan Davira gemetaran. Wanita itu kembali meletakkan mangkuk di tangannya ke atas nakas. Ia berusaha menghentikan batuk Jeno namun bukannya berhenti, Jeno semakin terbatuk kencang.
"Uhuk! Uhuk! Hoek!!"
Davira semakin panik ketika Jeno tiba-tiba muntah darah. Ia menangis, berteriak memanggil pegawai di rumahnya, menyuruh salah seorang dari mereka untuk menelepon ambulans.
Jangan begini, nak.. Mama takut liat kamu yang kayak gini..
🌱🌱🌱🌱🌱🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Side Of Humanity (Lee Jeno) [TAMAT]
FanfictionJevano Fabian Agnabrita, anak tunggal dari pasangan suami-istri kaya raya yang terkenal dengan kekayaan melimpah yang memiliki sifat periang dan sedikit keras kepala, mendadak berubah sejak sang ibu-Alina Grania Cassandra meninggal dunia. Setiap...