02: Ingatan

556 61 0
                                    

You POV

Aku duduk terikat di sebuah ruangan yang hanya terdapat satu penerangan dari lampu yang berada tepat di atas kepalaku. Keadaanku saat ini sangatlah kacau, sakit di kepalaku begitu menusuk dan tubuhku seperti remuk tak berbentuk. Aku hanya bisa menundukkan kepala sembari melihat darah yang terus menetes membasahi celanaku.

Aku tak bisa berbuat apapun dan hanya bisa pasrah dengan keadaan, tak berharap belas kasihan apalagi berharap Heeseung datang untuk menyelamatkanku. Fakta bahwa lelaki itu kabur saja sudah meruntuhkan segalanya, termasuk kepercayaanku padanya.

Samar-samar, aku mendengar derap langkah kaki yang mendekat ke arahku. Memancing ketakutan semakin dalam aku rasakan. Aku hembuskan napas kasar saat menyadari seorang laki-laki telah berdiri di hadapanku. Aku angkat kepalaku agar dapat melihatnya. Lelaki itu tersenyum penuh arti padaku, ia perhatikan wajahku dengan seksama sebelum tangannya terulur guna mengelus wajahku. Aku memberontak, sebisa mungkin aku kerahkan seluruh tenagaku agar bisa lepas dari ikatan ini.

"Diamlah, jangan berteriak!" lelaki itu menangkup wajahku. Tangisku pecah untuk kesekian kalinya.

"Jay, aku dimana?" lirihku, merasakan sesak yang begitu hebat di dadaku akibat ikatan yang begitu kencang.

"Markas kami." jawab Jay begitu pelan. Ia mengeluarkan sapu tangan miliknya untuk membersihkan darah di wajahku, setelah itu ia oleskan salep di luka itu dan beberapa memar di wajahku.

Aku hanya bisa menatap lelaki itu penuh harap, walau kejadian yang baru saja kami lakukan terus terbayang dalam ingatanku.

"Maafkan aku.. Ku mohon.. Lepaskan aku.. Aku janji tidak akan ikut campur dalam kehidupanmu lagi.. Aku menyesal." Aku memohon pada Jay dengan sangat. Namun, hanya senyuman tipis yang aku dapatkan.

Tiba-tiba pintu ruangan ini terbuka.

"Dimana gadis itu Jay?" ada seseorang yang bertanya dan aku tahu dia adalah seorang perempuan.

"Disini Nyonya!" setelah mengoleskan salep itu di wajahku. Jay memberitahu tentang keberadaanku kepada wanita yang ia panggil Nyonya itu. Wanita itu berjalan mendekat, ia tarik kursi lalu mendudukkan dirinya tepat di hadapanku.

Jay pun sudah pergi ke sisi ruangan yang gelap. Kini, hanya ada aku dan wanita tua yang sangat cantik ini di hadapanku. Ia tersenyum padaku penuh kelembutan tetapi aku tahu ada sisi buruk yang ia sembunyikan dalam senyuman itu.

"Hai gadis manis!" sapa wanita itu. Aku menundukkan kepalaku, semakin pasrah dengan keadaan ini.

"Nyalakan lampunya!!" teriak wanita itu, seperti menyuruh seseorang.

Lampu di ruangan ini pun menyala dan menerangi seisi ruangan. Ternyata di dalam ruangan ini tak hanya ada aku, Jay dan wanita tua itu. Ada Jake dan temannya yang bernama Yeonjun juga yang sedang memperhatikan kami di ujung ruangan. Mereka duduk di bagian ruangan yang gelap dengan penuh keheningan.

"Yak!! Siapa yang memukulnya hingga babak belur seperti ini?!!" heboh wanita itu, sedikit mengejutkanku.

"Saya nyonya!" Jake yang berada di ujung ruangan pun mengaku. Ia angkat tangannya dengan wajah yang sedikit ketakutan.

Aku rasa wanita ini adalah pemimpin mereka atau istri dari pemimpin mereka, aku tak tahu pasti. Dalam keadaan yang mengancam seperti ini aku masih berusaha mencari celah untuk keluar.

"Kemari kau!!" perintah wanita itu pada Jake. Ia pun menurutinya, setelah berada di dekat wanita itu Jake langsung mendapat pukulan kencang di kepalanya.

"Sudah ku bilang berapa kali eoh!! tidak boleh memukul wanita!!" wanita itu memukul berulang kali kepala Jake. Tidak, pasti wanita itu mengira lebam di wajahku ini akibat pukulan Jake, padahal hanya satu luka saja di keningku, itupun karena aku mencoba kabur di saat Jay sedang berkendara.

THE DAY AFTER QUARANTINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang