18: Luka (END)

383 49 4
                                    

YOU POV

"Kau bisa menggunakan AK-47?" tanya Jay saat menyadari mobil kami terus ditembaki dari arah belakang oleh anggota kelompok Heeseung.

"Bisa," jawabku begitu yakin, sambil melihat arah tangan Jay yang menunjuk sebuah kotak persenjataan pada pijakan tempat duduk belakang. Langsung aku buka kotak persenjataan tersebut dan mengambil satu senjata jenis AK-47 yaitu senjata serbu dan memberikan pistol di tanganku pada lelaki itu.

Setelah aku reload pelurunya, aku keluarkan senjata itu dari jendela mobil untuk menembaki banyak sekali mobil yang mengejar kami di belakang. Aku tak bisa fokus melihat target karena keadaan jalan yang begitu remang, di tambah lagi laju mobil kami mulai tak beraturan setelah menerima banyak sekali tembakan.

"Kau tembak saja ke arah bawah agar mengenai ban mereka!" perintah Jay yang langsung aku turuti, menembak ke arah bawah, sukses membuat banyak mobil yang mengejar kami berguguran terperosok ke lembah sisian jalan.

Diantara banyak sekali mobil dan motor yang telah terperosok, ada sebuah mobil berwarna hitam yang begitu mahir menghindari arah tembakanku sehingga mobil itu berhasil menyusul kami, bahkan hampir menyalip mobil kami jika tidak Jay tembak ban kanannya.

Mobil itu berisikan Heeseung yang berteriak padaku, "Y/n sayang, mau ke nama? Mencoba kabur dari daddy?" dengan penuh penekanan. Aku beranikan diri menatap mata Heeseung yang perlahan tertinggal karena ban kanannya telah berhasil Jay tembak. Lelaki itu tertawa kencang lalu ikut melumpuhkan pergerakan kami dengan menembak dua ban belakang kami agar laju mobil kami terhenti.

"Fuck!!" Jay pukul setir mobil dengan kencang, merutuki kesialan yang menimpa kami berdua, sempat ia buka handphone miliknya untuk menelpon seseorang sebelum aku ajak ia keluar dari mobil tersebut, beruntung mobil kami berhenti dalam posisi sedikit menyerong, hampir menutupi sebagian jalan sehingga badan mobil tersebut dapat kami gunakan sebagai tameng dari keganasan kelompok The Killers yang mengejar kami.

Heeseung yang berhenti tak jauh dari mobil kami pun keluar untuk berjalan perlahan menghampiriku. Semua kontrol ada padanya, terbukti saat tangan Heeseung yang terangkat untuk mencegah saat para anak buah lelaki itu ingin menyerbu kami dengan tembakan.

Jantungku berdegup sangat kencang, merasakan takut yang teramat sangat apalagi saat lelaki itu menatap ke arahku sambil berkata, "Come here, kitten!". Jujur, hatiku seolah menuntun agar aku menghampiri lelaki yang telah menjadi kekasihku selama dua tahun terakhir, namun pikiranku begitu berkecamuk apalagi setelah melihat Heeseung dengan mudahnya menghabisi nyawa seseorang yang tak bersalah hanya karena membenci kekasihnya.

Aku yakin, ia pasti juga tak segan membunuhku suatu saat nanti, apalagi setelah mendapatkan sedikit siksaan berupa cekikan di leherku sebelum memutuskan kabur darinya, aku semakin yakin kalau lelaki ini tak akan segan melukaiku juga. Mau sampai kapan aku bertahan dalam hubungan yang tidak sehat seperti ini?

"Jangan mendekat!" aku mengancam dengan tangan yang bergetar saat memegang senjata AK di tanganku. Heeseung tersenyum dengan manisnya, ia ulurkan tangannya padaku sambil terus berusaha meyakinkanku, "Jangan takut, daddy tidak akan melukaimu, apalagi sampai membunuhmu seperti Sunoo".

Jay terkejut setengah mati saat mengetahui Heeseung telah menghabisi salah satu rekannya itu, "Dia membunuh Sunoo?" tanya Jay yang langsung aku jawab dengan anggukan kepala. Sempat Jay bisikkan padaku, "Sebentar lagi Jake datang, kau ulur saja waktu ya." okay, semoga saja berjalan sesuai dengan rencana kita.

"Tak semua hal bisa diselesaikan dengan membunuh seseorang, daddy. Mungkin saat itu, aku memang terlalu bodoh karena ingin membantumu dalam misi membunuh Jay, namun semua masalah harus didengar dari kedua belah pihak, bukan?" tanyaku yang tak mengurungkan niat Heeseung berjalan menghampiriku.

"Kenapa sekarang kau berpihak padanya, Y/n? Kau sudah berjanji untuk tidak meninggalkan daddy apapun yang terjadi kan? Jangan buat daddy marah." ujar Heeseung penuh penekanan apalagi untuk kalimat terakhir yang ia ucapkan.

"Kembalilah sayang, jangan uji kesabaran daddy jika kamu tak ingin sesuatu yang buruk terjadi." desak lelaki itu sekali lagi, Jay sempat menyenggol kakiku sebentar sebelum aku menyadari ada mobil yang berjalan mundur mendekati kami, mobil itu adalah mobil milik Jake dengan persenjataan yang lengkap pula.

Aku bawa Jay untuk berlindung di balik tubuhku karena aku tahu, itulah cara terbaik untuk menyelamatkannya, namun sebelum kami masuk ke dalam mobil Jake, "Aku sangat mencintaimu Heeseung dan aku harap kamu bisa menemukan kebahagiaan barumu selain aku. Aku tak tahan selalu kau jadikan boneka atau pelampiasan saat kau kesal walaupun hanya dengan cara itu kamu bisa mengurangi kesalahan untuk tidak membunuh orang lain. Terima kasih atas segala hal yang telah kita lewati bersama-" Setelah Jay berhasil membuka pintu mobilnya, tiba-tiba Heeseung mengeluarkan senjata api miliknya dalam saku celana dan menodongkannya padaku,

"Kembali padaku, Y/n!" teriak Heeseung yang langsung aku balas dengan gelengan kepala seraya berkata, "Maaf-"

Dorr!!!

Semua terjadi begitu cepat, aku tiba-tiba merasakan sakit yang teramat sangat di bahu kananku seiring darah yang mengucur deras membasahi tubuhku. Detik itu juga, aku melihat Heeseung yang menyuruh semua anak buahnya untuk menyerang kami menggunakan senjata di tangan mereka.

Jay yang kalang kabut pun langsung menarikku masuk ke dalam mobil, tepat sebelum Jake tancap gas sekencang-kencangnya untuk meninggalkan kelompok The Killers.

Pandanganku kabur, sakit di bahuku tak bisa lagi aku tahan seiring tangisan Jay yang pecah melihat keadaanku, "Bagaimana? Kita obati Y/n dulu Jake!!" desak Jay begitu panik, Jake yang sama paniknya pun menelpon seseorang yang ia kenal sebagai perawat untuk bisa mengobati luka di bahuku secepatnya.

"Jay.." lirihku tanpa sadar mengelus wajah Jay yang berusaha menahan darahku agar tak terus mengalir keluar. Lelaki itu tak bisa menahan tangisnya, apalagi setelah aku panggil namanya dengan pelan, "Lelaki mana yang menembak seseorang yang dia cinta? Eung?" tanyaku berusaha menjaga kesadaranku hingga aku mendengar Jake yang berteriak di depan sana.

"Y/n, bertahanlah, kami akan membawamu ke sebuah klinik milik temanku, sekarang-" tepat setelah mendengar Jake mengatakan itu, Jay kecup dahiku dengan lembut sambil berusaha meyakinkanku, "Kamu aman bersama kami, bertahanlah, sebentar lagi kita sampai ya." aku hanya bisa menganggukkan kepalaku sambil terus menatap Jay yang mulai menitihkan air matanya.

Dalam hati terus bertanya, kenapa Heeseung tega menembak ku jika ia memang mencintaiku, aku semakin sadar kalau lelaki itu tak benar-benar mencintaiku, entah apa yang Heeseung inginkan sebenarnya.

Yang jelas, aku tak boleh terus mengalah hanya untuk dirinya, dia sampai berani menembakku bukanlah sebuah hal yang dapat dimaklumi begitu saja walaupun ia adalah pembunuh bayaran, dia tetap pembunuh yang bisa kapan saja menghabisi nyawaku dengan mudahnya dan peluru, harus dibalas dengan peluru juga.

Seseorang yang semula sangat kamu cintai, bisa menjadi seseorang yang sangat kamu benci dikemudian hari, sama seperti yang aku rasakan kini. Peristiwa ini, tentu mengubah cara pandangku terhadap Heeseung, bukan lagi seseorang yang harus aku cintai sepenuh hati, melainkan seseorang yang harus aku habisi dengan tanganku sendiri.

Dor!!

Suara tembakan dari belakang menemani kesadaranku yang perlahan hilang begitu saja.

THE END

SEASON 2?

THE DAY AFTER QUARANTINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang