[S2] 09: Amarah

375 47 28
                                    

YOU POV

"Papa Jay! Jovan ingin punya adik perempuan~" rengek Jovan memenuhi seisi mobil yang sedang Jake kendarai menuju rumah kami. Posisinya saat ini, aku duduk di bangku depan samping Jake, sementara Jay dan Jovan duduk di bangku tengah mobil dalam keadaan Jovan yang menangis tantrum. Aku tahu, anakku tersebut sepertinya mengantuk, sehingga buru-buru aku balikkan badanku dan berusaha mengambil Jovan dari pangkuan Jay di bangku belakang.

Namun, Jovan sama sekali tak ingin melepaskan pelukannya di tubuh Jay. "Iya, sabar ya sayang. Adiknya masih di perut mama." jawab Jay begitu lembut, sangat bertolak belakang dengan tatapannya saat memperhatikanku, penuh amarah dan rasa cemburu. Begitu pula Jake yang tak kunjung mengucapkan sepatah kata apapun sejak masuk ke dalam mobil ini.

"Jovan mau punya adik! Paman Heeseung bilang kalau mama dan Jovan hidup bersamanya, pasti sekarang sudah punya adik perempuan.." rengekan Jovan ini mampu membuat sekujur tubuhku menegang ketakutan, bahkan sampai membuat bibirku kelu untuk sekedar menjawab pertanyaan Jake, "Benar begitu?". Oh tuhan, bagaimana bisa anakku mengatakan kalimat menakutkan itu di depan dua bapaknya yang habis kesabaran!

"Memangnya Jovan mau tinggal sama paman itu dan meninggalkan papa serta daddy?" tanya Jay semakin membuat jantungku berdegup kencang. Aku tak berani menoleh ke belakang, itulah sebabnya aku fokuskan diri pada jalanan di depan sambil memainkan tanganku sendiri. Berharap tak mendapat tatapan atau pertanyaan menjebak lagi dari mereka. Namun, jawaban dari anakku malah semakin membuat Jay dan Jake murka, "Paman Heeseung baik sekali, jika Jovan dan mama tinggal bersamanya, paman berjanji akan memberikan adik untuk Jovan!".

Detik itu juga aku menoleh ke arah Jay dan Jake secara bergantian, dengan suara yang bergetar aku menoleh ke belakang untuk bertanya pada anakku, "Itu tak benar, kapan paman Heeseung menjanjikan itu padamu, sayang?" yang langsung Jovan jawab, "Saat bermain pasir dan perosotan!". Tuhan, memang saat dia bermain pasir dan perosotan aku hanya memantaunya dari kejauhan sambil sesekali berbincang dengan bos kami. Aku sengaja tak ingin membuat banyak interaksi dengan Heeseung karena aku tak ingin perasaan ini luluh untuknya. Aku tak menyangka Heeseung menjanjikan hal fatal tersebut pada anakku!

"Sepertinya kita harus menitipkan Jovan di rumah bu Hà Phương hingga malam." ucap Jay final dengan suara yang berat hingga menusuk relung kalbuku. Sialnya, saran tersebut langsung Jake setujui dengan, "Setuju, aku rasa kita harus memberikan Jovan adik secepatnya." Jake menoleh ke arahku sesaat, namun aku sama sekali tak ingin menatap matanya balik saking merasa takutnya.

Heeseung sialan! Kau rela menggunakan cara apapun untuk membawaku kembali ke dalam pelukanmu ya? Bagaimana bisa kau menjanjikan itu pada anakku, sialan!

Tanpa diminta pun Jovan menceritakan, "Paman Heeseung bertanya, hadiah apa yang paling Jovan inginkan? Adik! Jovan ingin sekali punya adik perempuan cantik seperti mama!" setelah mengatakan itu, Jovan pun beranjak sari pangkuan Jay dan memintaku untuk membantunya berpindah tempat duduk. Jovan pun langsung menghambur ke dalam pelukanku, tak lupa meletakkan kepalanya di atas dadaku sambil memejamkan matanya.

Hening, tak ada pembicaraan kami hingga tibalah mobil yang Jake kendarai di halaman rumah ibu Hà Phương. Aku ingin membangunkan Jovan yang telah tertidur nyenyak dalam pelukanku, namun Jay yang begitu bertanggung jawab malah turun dari mobil ini untuk mengambil alih Jovan agar ia antarkan masuk ke dalam kediaman ibu Hà Phương. Sementara diriku yang berniat turun dari mobil ini, malah ditahan oleh Jay, "Tetap di mobil!" walaupun suaranya tak keras, tetap saja ucapan Jay itu sangat menggambarkan amarah yang ia rasakan.

Saking mengantuknya, Jovan tak bangun saat Jay berusaha gendong tubuh mungilnya tersebut. Setelah menutup pintu mobil, udara di dalam mobil tersebut rasanya seperti menghilang detik itu juga, dadaku sesak, tubuhku lemas tak karuan, apalagi saat mendengar Jake mengatakan, "Berani-beraninya si keparat Heeseung ingin mengambil anakku dari hidupku!" murka Jake masih berusaha menahan segalanya. Namun tidak dengan tangannya yang seolah ingin mematahkan setir mobil di hadapannya.

THE DAY AFTER QUARANTINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang