[S2] 08: Ketahuan

616 59 16
                                    

YOU POV

"Mama kenapa nangis?" tanya Jovan tiba-tiba ingin turun dari pangkuan Heeseung dan pindah untuk memelukku. Lelaki itu bantu anakku turun dari kereta lalu naik menuju gerbong kecil yang aku duduki di belakang mereka.

Jovan menghambur ke dalam pelukanku erat seiring tatapanku yang bertemu dengan Heeseung. Kereta tersebut telah berhenti berjalan dan aku menyadari seluruh perhatian mulai tertuju padaku saat ini.

Jovan lepaskan pelukan di tubuhku untuk menghapus air mata yang mengalir membasahi wajahku. Anakku ini sangatlah pengertian seperti bapaknya, mungkin ini berkat ajaran kedua ayah Jovan juga. Detik itu juga aku tersadar kalau kesedihanku ini seharusnya tak aku perlihatkan di depan anakku.

"Mama?" Jovan terus memanggilku. Aku tertawa pelan sambil mengusap air mata yang tak henti mengalir membasahi wajahku. "Mata mama kelilipan debu." ucapku, sengaja ingin mengalihkan perhatian Jovan dari kesedihan yang aku rasakan.

"Sini, Jovan tiupin." Jovan tangkup wajahku menggunakan tangan mungilnya lalu meniup ke arah mata kanan dan kiriku secara bergantian, membuatku tertawa pelan.

"Terima kasih, sayang." ucapku. Akhirnya bisa menghentikan air mata ini, rasanya ingin sekali aku luapkan seluruh perasaan yang aku rasakan tapi tak bisa, Jovan tak boleh tahu kalau Heeseung pernah menjadi bagian paling berarti dalam hidupku.

"Jovan mau makan eskrim? Ayo kita beli bersama?" tiba-tiba, bos datang menghampiri kami dan mengajakku turun di kereta tersebut untuk mengajak Jovan membeli eskrim. Jovan gandeng tanganku begitu erat saat menuju toko eskrim tersebut, sedangkan Heeseung berjalan di sampingku.

Aku tahu, ia terus memperhatikanku sejak dari wahana kereta api tersebut, namun aku tak kunjung berani menatap matanya. Bos sengaja mengisyaratkan untuk kami berbicara berdua, sedangkan ia menemani Jovan memilih eskrim kesukaannya.

Hening, sempat menjadi teman kami selama beberapa detik hingga sebuah pertanyaan sukses membuat jantungku berdegup sangat kencang, "Kau bahagia?" tanya Heeseung begitu mengandung banyak arti.

Langsung aku jawab dengan anggukan kepala, "Iya". Begitu singkat yang sukses memancing lelaki itu menoleh ke arahku.

"Jovan sangat beruntung memiliki dua ayah yang sangat mencintai mamanya." ucapan Heeseung itu terasa seperti sindiran untukku. Aku hanya tertawa paksa untuk merespon ucapannya.

"Kau pasti takut aku menyakiti anakmu bukan?" tanya Heeseung yang tidak aku jawab dengan perkataan maupun ekspresi wajah. Hanya terus diam, tanpa berani menatap ke arahnya. Aku tak ingin dia tahu masih ada rasa yang tertinggal untuknya walau hubungan kami sudah lama berakhir.

"Jovan, anak yg pintar dan penyayang. Jake dan Jay sukses mendidiknya dengan baik." tambah lelaki itu. Aku gigit bibir bawahku saat Heeseung melanjutkan ucapannya, "Terima kasih, sudah mau menghabiskan waktu bersamaku." ucap Heeseung sukses menyentuh bagian paling terdalam dalam hatiku. Tidak, harusnya ia tak perlu berterima kasih seperti itu.

"Terima kasih juga sudah mau memasok barang pada kelompok kami, oppa." ucapku, akhirnya berani melirik ke arah lelaki itu walau hanya sekilas. Heeseung tersenyum sangat lebar saat melihat Jovan berlari ke arah kami dengan tangan yang memegang dua cone ice cream.

"Ini untuk mama dan ini untuk paman!" Ia berikan ice cream rasa strawberry padaku dan ice cream rasa cokelat pada lelaki itu. Dengan penuh kelembutan, Heeseung ucapkan, "Terima kasih, Jovan." sambil mengusap puncak kepala anakku. Sebelum aku ambil pemberian Jovan, "Ice cream untuk Jovan mana?".

Anakku pun menunjuk ke arah belakang, tepat ke bos kami yang membawakan ice cream dengan cone berbentuk ikan koi untuk anakku. "Ini punya Jovan." bos kami berikan ice cream di tangannya untuk anakku. Baru Jovan ingin mengambil ice cream tersebut, perhatian kami teralihkan oleh panggilan seorang laki-laki dari kejauhan.

"Jovan!!" panggil lelaki yang tak lain adalah Jake dan Jay. Diikuti banyak sekali anak buah kami di belakangnya, sukses menjadi tontonan beberapa pengunjung di mall tersebut terutama lantai tiga.

Jovan sempat mengambil ice cream miliknya lalu berlari menghampiri Jake yang ingin menggendong anakku tersebut. Bos yang menyadari keberadaan Jake dan Jay pun kalang kabut dibuatnya, sedangkan aku berusaha untuk tenang dan tidak membuat pergerakan yang mencurigakan.

Padahal dalam hati sangat takut terjadi hal yang tidak kami inginkan. Apalagi saat Jay dengan sengaja berdiri di hadapan Heeseung dengan senyuman tipis di wajahnya.

Jake hanya terus memandangku dengan tatapan tajam, tak perduli anak kami sedang bercerita banyak hal mengenai kegiatan yang kami lakukan sebelumnya. Jake mendekat ke arahku dan langsung membawa tubuhku ke sisinya. Ia lingkarkan tangannya di pinggangku lalu berganti menatap bos dengan tatapan tajam.

"Ada yang bisa menjelaskan tentang ini?" tanya Jake semakin membuat tubuhku berdesir, apalagi saat menyadari tangan Jake yang sedikit meremas bagian pinggangku. Aku sadar benar atas amarah yang mereka rasakan, itulah sebabnya aku tak sanggup menjelaskan pada mereka.

"Saya hanya ingin menghabiskan waktu dengan Y/n dan anakmu. Tak lebih, jangan khawatir." jawaban Heeseung itu dapat membuatku sedikit bernapas lega. Bos pun menambahkan, "Benar, mereka hanya bermain bersama di playground bawah, tenang saja, kami akan terus menjaga anak dan istrimu, Jake." penjelasan bos itu mendapat reaksi mengejutkan dari Jay.

"Istri klian berdua, maksud saya." bos pun membenarkan ucapannya barusan. Aku yang tak ingin kedua kekasihku marah pun berbisik pada Jake, "Iya, hanya menemani Jovan main kan sayang?" tanyaku pada Jovan.

Anakku tersebut pun menganggukkan kepalanya sambil menceritakan, "Iya, Jovan, mama, bos sama paman tadi main kereta, bola, perosotan dan masih banyak lagi." untunglah anakku tersebut dapat bekerja sama untuk menjelaskan yang sebenarnya terjadi pada Jake dan Jay.

Tanpa mengatakan apapun, Jay mendekat ke arah Heeseung. Mereka saling bertukar tatapan penuh dendam hingga aku tak menyangka Jay akan mengatakan, "Kau pikir kami takut denganmu? Jangan muncul di hadapan kami lagi, terutama di hadapan Y/n dan Jovan!!" terdengar seperti ancaman ketimbang gertakan.

Jake pun meminta Jovan turun dari gendongannya sebelum berbisik padaku, "Kenapa tak beritahu kami?" tanya Jake yang langsung aku jawab, "Maaf, ada bos juga jadi aku tak terlalu khawatir-" belum selesai aku menjelaskan.

"Jovan, paman pamit dulu. Jaga mama selalu ya, belajar yang baik dan jangan melawan ucapan orang tua. Tumbuhlah menjadi lelaki pemberanj dan kuat!" lelaki itu malah berpamitan dengan anakku. Jovan yang sebelumnya asik berbincang dengan salah satu anak buah kami mengenai ikan di akuarium pun menjawab, "Terima kasih Paman. Annyeong~" dalam bahasa korea dan terdengar sangat menggemaskan.

Sebelum pergi meninggalkan kami, "Bukankah melelahkan jika kita terus bersaing secara kasar?" pertanyaan itu sengaja ia lontarkan untuk Jake dan Jay. Ketiganya saling bertukar tatapan tajam penuh arti yang malah memecah tawa Heeseung begitu puas.

"Jaga keluargamu dengan baik. Jika tidak, aku yang akan menjaganya". setelah mengatakan itu, Heeseung berjalan meninggalkan kami tanpa berpamitan dengan bos selaku pemimpin kami. Oh tuhan, ucapan Heeseung itu sukses membuat jantungku berdegup semakin kencang, apalagi saat Jay mendekat ke arahku dan Jake.

"Kau berhutang penjelasan pada kami."

Aku tahu itu Jay Park

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku tahu itu Jay Park..

TBC

Sudah guys, setelah ini aku kembali dalam mode lama upload. Harap bersabar ya dan komen yang banyak jika kalian pingin ff ini cepet lanjutnya!

THE DAY AFTER QUARANTINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang