YOU POV
Keesokan harinya..
Aku sedang mengajarkan Jovan untuk mulai melakukan banyak hal sendiri, mulai dari mandi sendiri, pakai baju sendiri, hingga cebok sendiri. Walau masih dalam proses mengajarkan, aku harus tetap mengawasi segala yang anakku lakukan, termasuk mengajarkan tentang pentingnya jangan menyentuh dan jangan sampai alat kelamin disentuh orang lain karena akhir-akhir ini ketertarikan Jovan pada banyak hal semakin meningkat.
Walau ia belum memahami hubungan terlarang ayang aku jalin bersama Jake dan Jay. Namun, ia sering kali bertanya mengapa ia memiliki dua orang ayah sedangkan teman-teman si sekolahnya hanya memiliki satu ayah.
Aku bingung ingin menjelaskannya bagaimana, betul yang bos kami katakan. Kami tak bisa selamanya hidup dalam status tidak jelas ini, aku harus memilih salah satu di antara mereka dan mungkin aku tak boleh terus mengikuti kata hatiku.
Ada satu manusia kecil yang harus aku prioritaskan dalam hidupku saat ini. Ya, Jovan, memang akan lebih baik jika Jovan tinggal bersama ayah kandungnya. Aku juga tidak akan tega menjauhkan Jake dari anak kandungnya tersebut.
Kenapa kami sangat yakin kalau Jake adalah ayah kandungnya? Karena kami telah melakukan tes dna sebelum Jovan menginjak umur satu tahun. Presentase kemiripan dna antara Jake dan Jovan sebesar 99% yang akhirnya meyakinkanku kalau lelaki itu memanglah ayah kandung dari anakku.
"Mama, daddy belum bangun ya?" tanya Jovan sebelum menyantap roti bersama Jay di meja makan, aku yang masih sibuk mengurusi bekal anakku tersebut pun menjawab dari arah dapur.
"Iya, tolong bangunkan daddy ya sayang!" pintaku berusaha selembut mungkin. Jovan tinggalkan meja makan untuk berlari menuju kamar Jake. "Daddy, bangunnn~" suara anakku terdengar sangat menggemaskan untuk membangunkan ayahnya.
Aku membuat tiga bento dengan bentuk yang sama untuk tiga orang laki-laki yang tinggal di rumah ini, satu bento kecil milik Jovan sedangkan dua bento berukuran besar untuk Jake dan Jay.
Walaupun statusku juga merupakan petinggi di kartel yang menaungi kami, tapi aku lebih sering menghabiskan waktu di rumah, mengurus rumah tangga dan Jovan yang masih membutuhkan banyak bimbingan. Setelah pekerjaanku selesai, barulah aku sempatkan diri terjun ke lapangan untuk mengawasi peredaran obat-obatan kami.
Pekerjaan kami memang tidak terlalu sulit, namun mengancam keselamatan sehingga kami harus menempatkan beberapa anak buah di sekitaran sekolah Jovan untuk berjaga-jaga.
Tak hanya di sekolah, gedung markas sekaligus motel ini juga dilengkapi sistem keamanan yang tinggi terutama di lantai tempat kami tinggal.
Jovan tarik tangan ayah kandungnya keluar dari dalam kamar untuk duduk di meja makan. Namun, Jake malah berjalan menghampiriku untuk memeluk tubuhku dari belakang. Sebelah matanya masih tertutup dengan rambut yang berantakan dan wajah yang sembab.
Jake kecup perpotongan leherku sambil mengelus permukaan perutku di pelukannya. Dapat ku lihat Jay yang terus memperhatikan kami dari arah meja makan, "Good morning!" sapa Jake begitu manja. Aku pun menoleh ke arah lelaki itu untuk memberikan satu kecupan mesra di bibirnya. "Good morning~" sapaku balik.
Setelah itu, aku lanjutkan kembali kegiatanku dengan tetap membiarkan Jake memeluk tubuhku dari belakang. Lelaki itu terus menghirup aroma tubuhku sambil mengelus perutku dengan lembut.
"Aku baru bisa tidur jam 3 dini hari." Jake ceritakan penyebab kantuk yang masih melandanya. "Kenapa? Tak bisa tidur?" tanyaku sambil menutup kotak bento tersebut lalu memasukkannya ke dalam tas sekolah Jovan beserta alat makan dan minumnya. Tak lupa aku berikan sekotak susu dan buah-buahan.
"Karena terbiasa tidur dengan orang lain, saat kamu atau Jovan tak ada aku jadi tak bisa tertidur." ucap lelaki itu yang ditujukan sekalian untuk menggodaku. Setelah menutup bento milik Jake dan Jay. Aku lap tanganku lalu membalik tubuhku menghadap kekasihku itu.
Aku tertawa pelan saat melihat ekspresi memelas yang Jake tampilkan. "Kalau begitu, nanti malam kami temani yaa." ucapku, ingin sekali menyentuh wajah tampan Jake tapi tanganku masih kotor.
"Eung? Masa anaknya terus yang ditemani, daddy-nya tidak." marah Jake dengan bibir yang dimajukan seperti bebek kecil. Aku yang gemas pun melayangkan satu kecupan singkat ke bibirnya, sukses memecah tawa kami begitu bahagia. Entahlah, aku hanya merasa lebih bahagia bersama mereka ketimbang semalam saat bertemu dengan mantan kekasihku.
"Mandi atau cuci muka dulu sana, baru antar Jovan ke sekolah." pintaku yang Jake jawab dengan anggukan kepala, walaupun sikapnya ini masih sangat manja dengan tak rela melepaskan pelukan kami, sempat ia berbisik di telingaku kata-kata yang mengandung banyak arti, "Aku merindukanmu".
"Daddy, ayo sarapan~" panggil Jovan dari arah meja makan. Langsung Jake jawab dengan, "Iya sayang, daddy datang." sambil menarik tanganku untuk mendudukkan diri di meja makan itu. Dapat ku lihat ekspresi tak enak yang Jay berikan saat Jake terus menggandeng tanganku hingga duduk di meja makan itu.
Suasana entah mengapa semakin terasa canggung setelah Jovan mengatakan, "Mama, Jovan ingin punya adik perempuan." sukses membuatku tersedak saat meminum segelas susu. Jake yang duduk di sebelahku pun terlihat khawatir namun, perhatianku masih tertuju pada permintaan anakku tersebut, "Adik perempuan?" tanyaku memastikan.
Jovan anggukkan kepala sambil menaruh roti yang ia makan ke atas piring, "Eung! Adik perempuan yang cantik seperti mama." langsung aku menoleh ke arah Jake dengan tawa yang ingin pecah. Tunggu dulu, ini belum saatnya.
Namun, tiba-tiba seseorang bangkit dari meja makan ini tanpa mengatakan apapun untuk pergi meninggalkan kami bertiga. Jay sepertinya kesal karena ia sampai membanting pintu ruangan yang seharusnya tak ia lakukan di depan Jovan.
Jake yang menyadari kekesalan Jay pun berusaha menjelaskan pada anaknya, "Nanti ya sayang, tunggu Jovan sedikit lebih besar agar Jovan bisa membantu daddy menjaga mama dan adik." penjelasan yang cukup menenangkan hatiku.
"Papa Jay kenapa, daddy?" tanya anakku begitu peka pada keadaan sekitar, sedikit membuatku khawatir namun ada Jake yang siap menjelaskan padanya, "Papa Jay tak marah, sayang". Setelah itu Jake menoleh ke arahku sambil berbisik, "Kenapa dia?" tanya Jake yang langsung ku jawab dengan gelengan kepala pertanda tidak tahu.
Apa, jangan-jangan Jay marah atas kedekatan kami berdua? Aku sadar benar atas kekesalannya saat melihatku bermesraan dengan ayah kandung dari anakku tersebut, aku harus bagaimana? Sepertinya, aku memang harus secepatnya menentukan pilihan agar tak menimbulkan masalah yang lebih pelik dari ini.
TBC
AN: Team siapa kalian untuk season kedua?
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DAY AFTER QUARANTINE
Fanfiction[🔞] Niat baik untuk membantu kekasihmu bernama Lee Heeseung tidak membuahkan hasil. Malah menjebak mu ke dalam kelompok kriminal bersenjata yang beranggotakan Jake Sim dan Jay Park yang tak lain adalah teman kampusmu. Kelompok kriminal bersenjata i...