AUTHOR POV
Malam harinya..
Jake dan Jay dikumpulkan dalam sebuah ruangan yang terletak di samping ruang hitam tempatmu berada. Mereka duduk dalam keadaan yang canggung, tak seperti biasanya. Suasana ini adalah suasana yang baru pertama kali anggota The Stealer lain lihat.
Jake tetap kokoh pada pendiriannya yaitu menjadi pengganti sosok Heeseung dalam hidupmu, sedangkan Jay juga menginginkan posisi yang sama. Keduanya tidak ada yang ingin mengalah untuk posisi itu, itulah sebabnya mereka dikumpulkan dalam ruangan ini untuk berdiskusi dengan Nyonya. Wanita itu juga tak menyangka, urusannya akan serumit ini.
Nyonya masuk ke dalam ruangan tersebut. Suasana sangat hening dan canggung, memecah tawa wanita itu yang memenuhi seisi ruangan ini. Nyonya dudukkan diri di antara kedua lelaki itu.
"Tumben sekali kalian bertengkar sampai seperti ini." ujar Nyonya.
Tak ada pembelaan dari kedua lelaki itu, mereka hanya diam tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Kenapa Jay, kamu tak terima dengan keputusan nyonya?" tanya Nyonya yang langsung menanyakan hal itu kepada Jay. Jay pun terlihat sedikit gugup dengan situasi ini, tetapi ia berusaha memberanikan diri untuk mengeluarkan pendapatnya.
"Iya Nyonya, saya merasa Jake bukanlah orang yang tepat untuk melaksanakan tugas seberat itu." ucap Jay, membuat nyonya tersenyum tipis.
"Kamu menyukai gadis itu?" tanya Nyonya to the point. Jake hanya diam memandang sebuah gelas yang berada di atas meja.
"Ya, aku menyukainya nyonya." jawab Jay sedikit gugup.
"Suka atau dendam? Kau hanya ingin membalaskan dendam pada Heeseung bukan?" pertanyaan itu sukses membuat jantung Jake berdegup kencang. Ia tak ingin posisinya digantikan oleh Jay sehingga ia memutar otak untuk menyusun kalimat agar membuat Nyonya tetap pada pilihannya.
"Aku sudah menyukainya sejak lama Nyonya, itulah sebabnya kami bisa dekat selain ingin membalaskan dendam pada Heeseung." jawab Jay berusaha meyakinkan wanita itu. Jay sebenarnya tahu, membantah perkataan atau menolak perintah nyonya adalah hal yang salah, tapi ia harus melakukannya. Dengan menjadikanmu kekasihnya, Jay dapat dengan mudah menghancurkan hidup Heeseung karena ia tahu betapa berartinya dirimu bagi lelaki sebatang kara itu.
"Kalau kau ingin dendam itu terbalaskan, maka ikuti saja perintah Nyonya. Kita berikan kesempatan itu untuk Jake, kau mengerti?" ujar Nyonya dpenuhi penekanan di setiap katanya. Jay masih tak terima, "Tapi nyonya-"
"Tak ada tapi-tapi Jay!"
""""""""""""""""""""""""""""""""""""
YOU POV
Sore itu mentari senja bersinar terang, aku duduk di pinggir sebuah sungai dengan hanya beralaskan tikar dan membawa beberapa makanan sebagai penganjal lapar. Seorang lelaki bermasker hitam berbaring dengan menggunakan pahaku sebagai bantalannya.
Lelaki itu terus tertawa pelan saat aku berikan candaan-candaan ringan untuk mengobati rasa takut yang ia rasakan. Kebahagian juga tergambar jelas di matanya saat melihat ke arahku, lelaki itu genggam tangan kiriku lalu berkata,
"Aku tak bisa membayangkan jika melewati semua ini tanpmu." Disaat itu juga, aku merasa hidupku berharga dan berarti untuk orang lain. Lelaki itu bangkit dari tidurnya lalu menghapus air mata yang membasahi wajahku.
"Kamu mau berjanji untuk terus bersama?" tanya lelaki itu, menawarkan padaku untuk melakukan janji jari kelingking. Tanpa pikir panjang, aku menganggukan kepalaku.
"Berjanji untuk terus bersama dalam suka maupun duka?" aku lakukan janji jari kelingking itu dengannya. Dapat ku lihat wajah samar dari lelaki bersurai hitam itu saat ia menurunkan maskernya. Lelaki asing yang menangis saat mengatakan, "Aku hanya punya kamu di dalam hidupku."
Detik itu juga, aku merasa tubuhku tertarik ke belakang, menjauhi semua kenangan bahagia itu. Melalui ruang hampa berwarna putih dan perlahan aku merasakan tubuhku yang terbaring lemah di suatu tempat. Rasa sakit teramat sangat terasa dari ujung kaki hingga kepala. Aku menggerjapkan mataku berulang kali. Berusaha memfokuskan pandangan ke seorang lelaki yang duduk tepat di samping tempat tidurku.
Aku meringis pelan yang membuat lelaki itu khawatir, ia genggam tanganku yang lemah, beberapa orang terlihat berdiri di sekitaran tempat tidurku namun pandanganku hanya fokus ke langit ruangan tempatku berada kini, hingga perlahan kesadaranku kembali dengan sempurna. Lelaki bersurai hitam dengan wajah yang sangat tampan itu, hanya menatapku khawatir sedangkan seorang dokter datang guna memeriksa keadaanku. Lelaki tampan itu lepaskan genggaman tangannya padaku saat semua orang disuruh keluar dari ruangan ini oleh dokter tersebut.
Dokter tersebut memeriksa keadaanku, mulai ditanya bagian tubuh mana yang sakit dan memberikan beberapa anjuran untuk tidak melakukan aktifitas fisik yang berat dulu selama pemulihan. Setelah melalui pemeriksaan, dokter tersebut kembali mempersilahkan beberapa lelaki dan seorang wanita tua itu masuk ke dalam ruanganku.
Tunggu, sepertinya aku ingat nama seorang lelaki bersurai hitam itu, ia dudukan diri tepat di samping kasurku lalu bertanya, "Gwenchana?" aku mengangguk pelan sebagai jawabannya.
"Jake?' Aku menyebutkan nama lelaki itu yang membuat satu ruangan terkejut, termasuk lelaki itu.
"Kamu mengingatku sayang?"
Tunggu, apa aku tak salah dengar? Ia memanggilku sayang?
Aku menganggukan kepalaku ragu padanya. Wanita yang berdiri di belakang Jake pun menarik dokter yang memeriksaku keluar dari ruangan berwarna hitam ini. Aku yakin, ruangan ini bukanlah kamar rumah sakit.
"Kamu mengingatku juga?" tanya seorang lelaki asing bersurai merah. Aku menggelengkan kepalaku untuk menjawab pertanyaan lelaki itu.
"Aku tak mengingat kalian semua kecuali Jake." ucapku dengan terbata-bata. Senyuman tipis terukir di wajah Jake, ia cium punggung tanganku yang berada di dalam genggamannya.
"Syukurlah kamu masih mengingatku sayang." syukur Jake. Aku menatapnya bingung,
"Sayang?" tanyaku ragu.
"Iya, aku kekasihmu sayang."
Oh astaga! Tampan sekali..
"Maafkan aku." ucapku, merasa bersalah karena melupakan banyak kenangan tentangnya.
"Kenapa minta maaf?" tanya Jake, memecah tawa lelaki bersurai merah yang berdiri di sebelahnya juga.
"Perkenalkan, aku Jay sahabat kalian."
Sahabatku juga tampan sekali. Oh tuhan, kenapa aku bisa melupakan hal itu ya?
Aku ingin bangkit dari tidurku tetapi rasa sakit di kepalaku begitu menusuk. Jay yang khawatir pun menahanku untuk tidak bangkit.
"Tak apa, berbaring saja. Keadaaanmu belum sembuh seutuhnya." ucap lelaki bersurai merah itu. Keduanya tersenyum begitu hangat padaku.
"Aku ada dimana?" tanyaku sesaat setelah wanita tua itu masuk ke dalam ruangan ini.
"Di markas kita sayang," jawab Jake. Jay terlihat sedang berbisik dengan wanita tua itu di ujung ruangan. Aku rasa wanita itu adalah ibu dari Jake atau Jay. Aku tak mengingatnya.
"Markas?"
"Iya markas, kamu dan Jake adalah sepasang kekasih yang menjadi anggota kami sejak beberapa bulan yang lalu." itu wanita tua yang menjawab. Ia berjalan menghampiriku diikuti Jay di belakangnya.
"Anggota apa?" tanyaku.
"Kelompok kriminal bersenjata bernama The Stealer."
Kenyataan itu, sukses membuatku terkejut setengah mati.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DAY AFTER QUARANTINE
Fanfiction[🔞] Niat baik untuk membantu kekasihmu bernama Lee Heeseung tidak membuahkan hasil. Malah menjebak mu ke dalam kelompok kriminal bersenjata yang beranggotakan Jake Sim dan Jay Park yang tak lain adalah teman kampusmu. Kelompok kriminal bersenjata i...