Detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun berlalu begitu cepat namun perasaan hampa yang menyakitkan membelenggu jiwa seolah tidak pudar sedikitpun oleh waktu. Tidak ada setiap harinya tanpa tangisan, ikhlas adalah kebohongan yang terus dipaksakan namun tidak kunjung terbiasa.
Harsa duduk melamun kembali seperti biasanya dengan isi kepala penuh oleh kesedihan mendalam. Harsa memeluk lututnya diiringi air mata menetes seolah tanpa ada habisnya, Harsa meremas rambut nya tak sanggup akan rasa sesak di hati. Tak jarang memukul kepalanya sendiri untuk meredam kebisingan.
Pelukan hangat melingkupi nya, pelukan yang sangat dikenalnya. Harsa segera membalas pelukan itu dengan erat tangisnya langsung pecah seketika.
"Mas.., mas rasanya hatiku sesak dan sakit. Tolong aku mas, tolong..."
Pelukan seseorang itu mengerat, tangannya mengusap punggung bergetar Harsa. "Aku disini, jangan menangis lagi."
Manik biru pria itu ikut berkaca-kaca, tatapannya terlempar jauh penuh kesedihan. Hatinya ikut sakit melihat wanita yang dicintainya hidup menderita seperti ini.
"Jangan tinggalkan aku."
"Tidak, aku tidak akan meninggalkan mu. Aku disini, selalu disini."
Harsa mulai tenang, tangisnya mulai mereda. Pelukannya juga tak sekencang tadi. Tapi pria itu masih terus mengusap lembut punggungnya hingga si wanita tertidur dalam pelukannya.
Hati-hati pria itu membaringkan Harsa di kasurnya agar nyaman. Ditatapnya lekat wajah cantik itu meski sudah tidak muda lagi, jemarinya naik mengusap wajah basahnya.
"Aku akan selalu disamping mu Bibu, aku tidak akan meninggalkan mu. Kau menderita sangat dalam hingga luka mu tidak kunjung sembuh ya."
Pria itu, Jinan mengecup punggung tangan ibunya. Selamat belasan tahun Harsa mengalami depresi, luka dihatinya sangat dalam hingga tak kunjung sembuh meski waktu sudah berlalu hampir 20 tahun lamanya. Semua yang terjadi dulu sangat berpengaruh pada kesehatan mental Harsa.
Selama ini bibi Marie dan Mira masih setia menemani serta membantu Harsa mengurus Jinan dan sikecil. Harsa tidak benar-benar gila hanya dibeberapa waktu Harsa bisa kambuh dan kehilangan arah seperti saat ini.
"Kak Jie."
Jinan menoleh menatap adiknya yang masuk ke kamar sang ibu. Jinan menatap teduh manik adiknya. "Ada apa Cello?"
"Bibu kambuh lagi ya." Xabiru Cellino Djung sikecil yang sekarang tumbuh menjadi pemuda berumur 20 tahun itu menatap sendu ibunya yang terlelap, bisa ia lihat juga bekas air mata dipipi ibunya.
"Kakak lelah tidak harus pura-pura menjadi Daddy ketika Bibu kambuh?"
Karena memang selama Harsa kambuh wanita itu akan menganggap Jinan sebagai Jean. Semakin dewasa wajah Jinan begitu mirip dengan Jean.
"Tidak, kakak senang setidaknya sedikit menjadi obat kerinduan Bibu pada Daddy."
Cello menatap wajah Jinan yang tersenyum lembut. Menurut nya senyum Jinan selalu tersimpan kesenduan yang tidak bisa disembunyikan, Cello yakin kakaknya itu ingin dianggap sebagai dirinya sendiri bukan hanya sebagai bayang-bayang ayahnya.
"Hei, kakak benar-benar tidak papa. Lalu kenapa adek belum tidur? Ini sudah malam." Jinan berusaha mengalihkan pembicaraan.
Cello mengalihkan tatapannya dari sang kakak. "Tadi terbangun mau minum, terus tidak sengaja melihat kamar Bibu yang terbuka."
"Yasudah sekarang tidur lagi, besok kita akan ke bandara kan. Kalau adek kesiangan kakak tinggal."
Adiknya itu cemberut sembari menggeleng, meski sudah dewasa tapi Cello selalu bertingkah seperti anak kecil jika bersama sang kakak. "Adek mau tidur sama Bibu boleh?" tanya nya dengan manik biru laut yang sama seperti ayah mereka menatapnya penuh harap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lactating [Nohyuck]
Storie d'amoreRate cerita ini 21+ jadi tolong berhati-hati dalam memilih bacaan. •••••• Harsa yang jatuh hati pada si ayah dari bayi yang disusui nya. Keduanya teman masa sekolah dan Harsa sudah jatuh cinta pada Jean sejak saat itu. Keduanya kembali bertemu oleh...