seventh.

20 5 0
                                    

H-7

Di sebuah gudang tua yang terletak di pinggiran kota, Jiren berkumpul bersama Arman, Rina, dan Azzam. Gudang ini dipilih karena kesunyiannya dan lokasinya yang strategis, ideal untuk rencana mereka yang rumit. Keleluasaan dalam merancang strategi mereka adalah kunci untuk menjalankan operasi yang melibatkan target utama mereka, Mackenzie.

Jiren duduk di meja tengah gudang yang berantakan, dikelilingi oleh peta besar dan dokumen-dokumen penting. Arman, yang terampil dengan teknologi, tengah memeriksa sistem CCTV di laptopnya. Sementara itu, Rina sibuk menyiapkan alat mata-mata terbaru mereka. Azzam, yang tampak cemas, berdiri agak terpisah dari kelompok.

Jiren mengangkat kepalanya dan menatap Azzam. "Azzam, gimana tugas lo? Udah siap buat memata-matai Freya?"

Azzam mengangguk dengan penuh keyakinan, meski jelas ada keraguan di wajahnya. "Gua udah siapin semuanya. Freya nggak bakal nyadar kita ada di sini."

Rina mendekati mereka, memegang sebuah perangkat kecil. "Ini alat mata-mata terbaru kita. Cukup kecil untuk disembunyiin dan sangat efisien dalam nangkep suara dan gambar."

Arman lalu menunjukkan layar laptop yang menampilkan beberapa kamera CCTV. "Gua udah nyambungin sistem CCTV ke laptop ini. Dari sini kita bisa ngawasin setiap gerak-gerik Freya tanpa dia tahu."

Jiren menyimak dengan cermat. "Bagus. Ingat, Azzam, Mackenzie adalah target utama kita. Freya hanyalah penghalang. Jangan sampai tindakan lo ngganggu rencana kita."

Azzam tampak gelisah. Ia merasa terpaksa ikut serta dalam rencana ini karena hutang yang menumpuk dan kebutuhan mendesak. "Gua paham, Jiren. Gua bakal lakuin apa yang gua bisa."

Beberapa saat kemudian, mereka mulai memantau Freya melalui CCTV. Freya tampak sibuk mengorganisasi barang-barang di gudang yang berbeda dari tempat mereka berada. Jiren memperhatikan dengan penuh perhatian, mencari petunjuk mengenai rencana Freya.

Rina berbisik, "Kita perlu hati-hati. Kalau Freya nyadar perangkat mata-mata kita, semua usaha kita bakal sia-sia."

Tiba-tiba, suara sirine polisi mulai terdengar dari kejauhan, semakin mendekat. Suasana di gudang menjadi tegang. Semua anggota tim segera mencari tempat untuk bersembunyi. Arman menutup laptop dan mematikan lampu, tetapi layar laptop yang tertinggal masih menampilkan gambar Freya yang terus bergerak.

Freya, yang sedang berada di gudang lain, tampak bergerak di sekitar area yang terekam. Ia tidak menyadari bahwa tim Jiren sedang mengawasinya. Dengan wajah serius, Freya melanjutkan kegiatannya tanpa menunjukkan reaksi yang mencurigakan. Tim Jiren yang bersembunyi dalam kegelapan tidak menyadari bahwa Freya tersenyum tipis ke arah kamera sebelum ia kembali fokus pada pekerjaannya.

Suara sirine akhirnya mereda, tetapi ketegangan masih menyelimuti suasana. Tim Jiren tetap bersembunyi dalam kegelapan, menunggu hingga situasi mereda. Dengan layar laptop yang masih menampilkan gambar Freya yang sibuk, mereka tidak tahu bahwa Freya telah menyadari kehadiran mereka dan sedang mempersiapkan langkah berikutnya.
















Mackenzie menatap Freya dengan rasa penasaran saat Freya mengungkapkan bahwa Jiren telah memasang kamera tersembunyi. "Kamu tahu dari mana?" tanyanya, nada suaranya mengandung keheranan.

Freya terlihat percaya diri. "Keliatan. Kamera itu memang dirancang supaya sulit terdeteksi. Tapi aku jeli! Aku lihat ada cahaya dari sudut tertentu," jelasnya, sambil menunjuk ke arah cahaya yang dimaksud.

Mackenzie bingung. "Kenapa Jiren memata-matai kita? Apa benar seperti yang dibilang Mas Yis, bahwa dia sedang mempersiapkan sesuatu yang besar?"

Freya mengangguk pelan. "Mungkin. Tapi kita perlu bukti lebih kuat. Aku punya sesuatu yang bisa membantu."

SMP Floor 1997Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang