"Tiga puluh-tiga, empat puluh satu,"Suara panggilan nomor urut terdengar saat Oes duduk di sofa panjang. Ia sempat memeriksa ulang nomor urutannya, memastikan bahwa bukan kelompoknya yang dipanggil.
Jade datang menghampiri Oes, membawa tas kecil. Oes segera memeriksa isi tas tersebut dan menemukan sebuah catatan yang bertuliskan, "Denzel masih belum sampai."
Oes menatap Jade dengan cemas. "KEN—" Mulutnya ditutup rapat-rapat oleh Jade. Jade menunjuk sebuah poster di dekat sofa mereka, memberi isyarat bahwa mereka dilarang berisik.
"Dua nomor lagi giliran kita," bisik Jade.
Oes melihat ke sofa belakang, di mana Cheri dan Gavriel tampak sibuk menghubungi Denzel. Hanya Cheri yang memiliki telepon seluler, dan Denzel belum merespons.
Cheri menggigit sudut bibirnya, semakin panik karena setelahnya, giliran mereka yang akan dipanggil.
"Cher, gimana nih? Abis ini giliran kita loh!” seru Raffael dengan panik.
“Gatau! Makanya, siapa kira-kira yang bisa gantiin bagian lawakannya Denzel?” tanya Cheri, tampak masih cemas.
Raffael berpikir sejenak. “Oes!” seru Gavriel tiba-tiba, saat Raffael sedang merenung.
Mendengar namanya disebut, Oes menoleh ke belakang. “Kenapa?” tanyanya.
Jade melemparkan sebuah koran ke arah Oes. "Baca lawakannya tuh, sepuluh menit lagi kita tampil," ujarnya.
Oes mengambil koran tersebut dan membacanya hanya dalam waktu kurang dari lima detik. "Pakai lawakan gue aja lah! Lawakannya garing," katanya dengan nada tidak puas.
"Emang iya?" tanya Cheri, sambil mendekati koran agar bisa membaca dengan lebih jelas.
"Yakin lawakan lu bisa lebih lucu daripada yang di koran?" tanya Jade skeptis.
"Gak percaya? Nanti lu bakal ketawa ngakak guling-guling di lantai denger lawakan gue," jawab Oes dengan penuh percaya diri.
"Overproud, Oes," kata Jade singkat, padat, dan jelas.
"Sorry," balas Oes sambil menghentikan gaya dramatisnya. Cheri, Gavriel, dan Raffael memandangnya dengan tatapan aneh dari belakang.
"Ya udah, gue percayain ke lo aja, Oes. Si Denzel-Denzel itu emang gak bisa dipercaya," kata Gavriel.
"Sip," jawab Oes sambil mengacungkan dua jempol.
Jade dan Cheri tersenyum tipis, lalu memandang ke panggung. Panggung tersebut kosong; proyek mereka sedang disiapkan. Mereka saling bertukar tatapan, lalu melakukan bump sebelum suara panggilan untuk kelompok mereka terdengar nyaring.
Mereka terkagum melihat seluruh penonton yang menunggu penampilan mereka. Senyum lebar terukir di wajah mereka saat akhirnya sepatu kets mereka menyentuh lantai panggung.
"Ayo!" seru Cheri lembut, mendorong Oes untuk mengambil mikrofon.
Oes menatap Cheri sejenak sebelum meraih mikrofon. Ia sedikit mengutak-atik mikrofon tersebut dan menekan tombol on.
"Selamat siang menjelang sore, semuanya! Kami Haagentize dan..." kata Oes dengan senyum tipis, suaranya terputus sejenak.
Para anggota lain menatap Oes dengan penuh semangat. "Ayo, Oes pasti bisa!" itulah kira-kira maksud tatapan mereka.
Oes memandang mereka sekali lagi, lalu berkata, "Kami akan menampilkan hasil proyek yang telah kami kerjakan dengan sepenuh hati selama dua bulan terakhir."

KAMU SEDANG MEMBACA
SMP Floor 1997
Teen FictionSMP Floor 1997-- "Ini bukan tentang siapa, tetapi tentang keadilan." • Joebartinez, 1910, setelah penegakkan hukum yang dianggap kurang adil dalam kematian Gartinez. Cerita ini mengikuti kehidupan sekelompok remaja di SMP Flores, sebuah sekolah yan...