make me more satisfied.

18 5 0
                                    

Freya mengoleskan zambuk dengan hati-hati di pipi Mackenzie yang lebam. "Sakit nggak?" tanyanya, tetap fokus.

Mackenzie tersenyum meski agak kesakitan. "Dikit, tapi tenang aja, bisa ditahan kok."

Freya mengerutkan dahi, tampak khawatir. "Kamu harus lebih hati-hati, Ken. Aku nggak suka liat kamu luka-luka gini."

Mackenzie mengangguk, merasakan hangatnya perhatian sahabatnya. "Aku tau. Janji, aku bakal lebih hati-hati. Makasih udah ngebantu."

Freya selesai mengoleskan zambuk dan tersenyum. "Oke, sekarang jangan gerak dulu ya. Kita harus pastiin ini cepet sembuh."

Mackenzie mengangguk lagi, senyum tipisnya tak bisa disembunyikan.

“Lihat kayak gini, gue makin nggak yakin deh kalau mereka cuma temenan,” ujar Jade sambil mengintip dari balik jendela UKS.

Oes mengangguk pelan. “Iya, sama.”

Tiba-tiba, saat Jade dan Oes fokus memperhatikan interaksi Freya dan Mackenzie, Ibu Noer muncul.

“Heh, ngapain kalian di sini? Daripada ngintip orang, mending masuk aja!” seru Bu Noer, sambil memegang pesanan Mackenzie dari kantin dengan tangan kirinya dan menarik lengan Jade dengan tangan kanannya.

Pintu ruang UKS terbuka, dan Mackenzie serta Freya segera menoleh ke arah suara tersebut. Mereka melihat Bu Noer masuk bersama Jade, diikuti oleh Oes yang menyusul di belakang.

“Ini, nak, makanannya. Dimakan ya biar baikan. Biarin aja si Jiren, emang gitu,” kata Bu Noer menenangkan, lalu memberikan pesanan itu kepada Mackenzie.

“Makasih, Bu,” jawab Mackenzie dengan nada lemah, tapi tersenyum. Dia menerima makanan itu dengan harapan bisa sedikit memperbaiki suasana hatinya. Freya memandangnya dengan penuh perhatian, berusaha memberi dukungan.

“Yasudah, kalau begitu Ibu pamit dulu ya, nak. Mau melayani murid yang lain dulu,” ucap Bu Noer, tersenyum sebelum melangkah pergi.

Mackenzie kembali mengangguk pelan, menunjukkan rasa terima kasihnya. Setelah itu, Ibu Noer meninggalkan ruang UKS dengan hati-hati, menutup pintu dengan rapat. Suasana di dalam ruangan itu terasa lebih tenang setelah kepergiannya.

“Kalian kok bisa barengan sama Bu Noer?” tanya Freya penasaran, sambil menyelipkan helaian rambutnya di belakang telinga.

Jade dan Oes saling bertatapan, tampak ragu.

Em... Anu...” ujar Oes dengan suara malu-malu.

Freya dan Mackenzie semakin fokus mendengarkan, menunggu penjelasan.

“Eee... Tadi kita ketemu di kantin! Ya, di kantin! Terus, setelah itu Bu Noer kasih tahu soal masalah Mackenzie, jadi kita ikutin Bu Noer ke UKS,” kata Oes dengan cepat.

“Oo... Gue pikir kalian ngintipin kita tadi, terus pas Bu Noer datang, kalian diajak masuk,” balas Freya.

Deg!

“Sebenarnya, memang alasannya itu sih,” gumam mereka dalam hati.

“E-enggak lah! Ngapain juga kita ngintipin kalian berdua? Ya, nggak, Jade?” tanya Oes, mengedipkan matanya pada Jade.

“Eh, iya-iya! Bener tuh, kita mana mungkin ngintipin kalian,” balas Jade, berusaha terdengar meyakinkan.

“Oh, bagus deh. Tapi, kalian beneran nggak ngintip kan?” tanya Freya, memastikan sekali lagi.

“Enggak, kok,” jawab mereka serentak.

Freya mengangguk, “Oke, gue percaya deh!” katanya, meskipun raut wajahnya masih menunjukkan keraguan.

SMP Floor 1997Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang