alter ego.

8 0 0
                                    

Di kamar yang temaram, Jade duduk di tepi ranjang, kakinya disilangkan di atas seprai biru muda yang sedikit kusut. Ia memainkan ujung selimut di tangannya, menarik-narik benang yang mencuat tanpa tujuan. Maminya duduk santai di sofa kecil dekat jendela, mengamati Jade dengan senyum hangat.

"Ada apa, Jadie?" tanya maminya dengan lembut, menggunakan nama panggilan favoritnya untuk Jade. Sorot matanya penuh perhatian, dengan mudah menangkap raut gelisah yang bersembunyi di wajah putrinya.

Jade mendesah, lalu berkata pelan, "Aku... kayaknya cemburu sama Oes, Mi." Kalimat itu meluncur begitu saja, membuat dirinya ngerasa kayak orang bego.

Maminya langsung terkekeh kecil. "Cemburu? Sama anak yang kata kamu lebih nyebelin daripada monyet itu?"

Jade mengerucutkan bibir, mukanya sedikit memerah. "Ya! Emang dia nyebelin banget, Mi!" ujarnya setengah kesal, setengah malu.

Maminya menutup mulut dengan tangan, berusaha menahan tawa. "Kalau dia nyebelin, kenapa cemburu?" godanya.

Jade mengacak rambutnya, frustasi mencari penjelasan. "Aku juga nggak ngerti! Biasanya aku biasa aja kalo dia ngobrol sama cewek lain. Tapi kali ini... rasanya beda."

Maminya mengangguk pelan, seolah menemukan sesuatu yang menarik. "Oh, jadi sekarang kamu nggak suka kalau dia nyebelin sama orang lain juga?"

Jade mendengus, matanya memicing. "Mungkin... Pokoknya aku nggak suka aja kalau dia sok asik sama orang selain aku. Itu aja."

Maminya tersenyum penuh arti. "Hmm... Jadi monyet kesayangan kamu bikin repot, ya?"

"Mi!" Jade tertawa, mengambil bantal dan melemparnya ke arah maminya. "Aku sama sekali gaada bilang dia kesayangan!"

Maminya menangkap bantal itu dengan cekatan, masih terkekeh. "Tapi kamu sebel waktu dia ngobrol lama sama Zoey, kan?"

Jade menghela napas panjang. "Iya. Sama Zoey, terus Kathrine juga. Lama banget. Rasanya... ya aneh."

Maminya menggeleng sambil tersenyum. "Kayaknya bukan cuma 'aneh,' deh. Ini udah lebih dari sekedar kesel."

Jade menjatuhkan dirinya ke kasur, mukanya tenggelam di balik bantal. "Oes tuh bikin gila, Mi. Nyebelin banget, tapi bikin penasaran."

Maminya terkekeh lagi. "Besok bilang aja ke dia, 'Oes, stop bikin gue cemburu!'"

Jade mengangkat kepala dan menatap ibunya, wajahnya antara geli dan putus asa. "Ya kali, Mi! Malu lah!"

"Itu justru yang bikin seru," jawab maminya sambil tersenyum. "Cinta pertama memang selalu bikin bingung. Nggak usah buru-buru, nikmati aja prosesnya."

Jade tersenyum kecil, kali ini lebih tulus. "Mungkin iya... Tapi Oes tetep kayak monyet, Mi."

Mereka tertawa bersama, tapi sebelum obrolan berganti topik, maminya berkata sambil menepuk pahanya, "Tapi tetap nggak boleh pacaran dulu ya sebelum SMA."

Wajah Jade langsung berubah datar. "Iya, aku inget kok. Lagian juga nggak bakal aku jadian sama dia."

Maminya mengangkat alis, masih dengan senyum menggoda. "Masa?"

Jade mengangkat bahu dan memalingkan wajah, pura-pura acuh, meski dalam hatinya ada keraguan. "Entahlah..."

Obrolan pun berlanjut ke topik lain, tapi, seperti biasa, tak pernah benar-benar jauh dari satu nama: Oes.

                               ***














Oes mendongak sedikit, merasakan gatal di hidungnya. Sebelum sempat berpikir lebih jauh, ia bersin keras.
Hachoo!”

SMP Floor 1997Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang