kanryō desu.

3 5 0
                                    

Pagi buta, Samuel dan tim sudah berkumpul di kantor Detektif Reomit. Cahaya pagi yang redup menerangi ruangan, menyoroti tumpukan dokumen dan bukti yang telah mereka siapkan semalaman. Samuel, Marcell, dan Gavriel bekerja sama dengan cepat untuk memastikan semua bukti tersusun rapi dan siap dibawa.

“Gue sudah memeriksa semua dokumen. Pastikan kita tidak melewatkan apa pun,” kata Samuel, memeriksa kembali catatannya.

“Gue sudah menyiapkan semua file digital. Ini akan sangat membantu saat kita bertemu dengan polisi,” balas Gavriel, sambil menunjukkan folder di laptopnya.

Marcell mengangguk setuju, menambahkan, “Kita juga perlu menyiapkan salinan untuk para saksi. Mereka harus paham apa yang terjadi dan peran mereka dalam kasus ini.”

Dengan semangat kerja sama, mereka membagi tugas untuk mengemas dokumen dan bukti ke dalam beberapa tas dan kotak. Samuel mengecek sekali lagi setiap dokumen yang akan dibawa, memastikan semua identitas saksi tercatat dengan jelas.

“Jangan lupa, kita harus membawa barang bukti dari TKP yang berhasil kita ambil kemarin,” ujar Marcell, mengingatkan. “Semua ini penting untuk memperkuat pernyataan para saksi nanti.”

“Betul, kita perlu menunjukkan kepada polisi bahwa kita serius dalam menyelidiki kasus ini,” Samuel setuju, sambil mengambil tas berisi barang bukti yang sudah dikemas.

Setelah semua dokumen dan bukti siap, mereka bersiap-siap untuk berangkat. “Ayo, kita harus segera ke rumah sakit untuk menjemput Mackenzie,” seru Marcell, melihat jam di tangannya. “Dia harus tahu semua informasi ini sebelum bersaksi.”











Tim Detektif Reomit berkumpul di luar kantor mereka, menyiapkan van yang akan digunakan untuk menjemput para saksi. Marcell mengemudikan van, sementara Samuel dan Gavriel memasukkan tas berisi dokumen dan bukti ke dalam bagasi.

“Gue sudah menghubungi para saksi untuk memastikan mereka siap. Rencana kita adalah menjemput Mackenzie terlebih dahulu, lalu Rina dan Arman,” kata Samuel, memeriksa daftar yang ia buat.

“Gue berharap Mackenzie sudah siap. Dia pasti butuh dukungan setelah apa yang terjadi,” ujar Gavriel, memasukkan kotak ke dalam van dengan hati-hati.

“Tenang aja, kita semua ada di sini untuk membantu. Yang penting kita bisa mendapatkan informasi dari mereka sebelum bersaksi,” balas Marcell, menghidupkan mesin van. “Ayo kita jalan!”

Saat mereka meluncur ke jalan, suasana dalam van terasa tegang namun penuh harapan. “Jadi, siapa yang akan kita jemput setelah Mackenzie?” tanya Samuel.

“Setelah itu, kita ke rumah Rina. Gue rasa dia mungkin lebih bersedia bicara jika kita membawanya ke tempat yang aman,” Marcell menjelaskan sambil mengemudikan van dengan hati-hati.

“Gue setuju. Kita harus bisa membuat mereka merasa nyaman,” tambah Gavriel, menatap jalan di depan. “Setiap detail penting. Kita tidak boleh mengabaikan apa pun.”

Di sepanjang perjalanan, mereka mendiskusikan strategi terbaik untuk menjelaskan kepada para saksi tentang apa yang mereka butuhkan dan bagaimana mereka akan membantu. Tim Detektif Reomit semakin solid, bertekad untuk membawa keadilan bagi Oes dan semua yang terlibat.

Begitu sampai di rumah sakit, mereka semua siap untuk menjalani langkah berikutnya. Mereka tahu ini bukan hanya tentang mengumpulkan bukti, tetapi juga tentang mendengarkan dan mendukung para saksi yang akan memberi kesaksian.

                               ***












Van akhirnya tiba di depan Rumah Sakit Flores. Samuel, Marcell, dan Gavriel turun dengan cepat, saling mengingatkan untuk tetap fokus. Meskipun suasana tegang, ada harapan di mata mereka. Mereka tahu bahwa Mackenzie adalah kunci untuk mengungkap lebih banyak tentang kejadian malam itu.

“Gue akan masuk dan cari tahu di mana Mackenzie berada,” kata Samuel, melangkah cepat menuju pintu masuk rumah sakit.

Marcell dan Gavriel mengikuti, memastikan mereka siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi. Begitu sampai di resepsionis, Samuel memperkenalkan diri. “Kami dari Detektif Reomit. Kami di sini untuk menjemput Mackenzie. Bisa tolong beri tahu kami di mana dia berada?”

Resepsionis memeriksa daftar pasien, lalu mengangguk. “Dia di ruang pemulihan. Silakan, saya akan memberi tahu perawat untuk mengantarkan Anda ke sana.”

Tak lama kemudian, mereka berjalan menuju ruang pemulihan. Ketika pintu dibuka, mereka melihat Mackenzie duduk di ranjang, tampak lelah tetapi bersyukur bisa keluar dari rumah sakit.

“Mackenzie!” seru Samuel, mendekatinya dengan senyuman hangat. “Kita sudah menunggu untuk menjemput lo.”

Mackenzie tersenyum tipis. “Terima kasih, guys. Gue sudah merasa lebih baik, tapi masih banyak yang harus dibicarakan.”

“Lo tidak sendirian. Kita di sini untuk membantu,” kata Marcell, mengambil tempat di sampingnya. “Kita perlu mendengar semua yang lo tahu tentang malam itu.”

Setelah beberapa menit berbincang, Mackenzie akhirnya setuju untuk pergi bersamanya. “Oke, ayo kita pergi. Gue ingin menjelaskan semuanya secepatnya.”

Setelah memastikan semua dokumen dan barang bukti siap, tim kembali ke van dengan Mackenzie. Dia duduk di tengah, sementara Samuel dan Gavriel duduk di sampingnya. “Kita akan langsung ke rumah Rina setelah ini,” Samuel mengingatkan, berusaha menjaga suasana tetap positif.

Dalam perjalanan, mereka mulai membahas detail malam itu. “Mackenzie, bisa lo ceritakan tentang Jiren? Apa lo melihat dia berinteraksi dengan Oes?” tanya Marcell.

Mackenzie menggelengkan kepala. “Enggak. Dia ada di sana, tapi kami tidak sempat bicara. Dia datang dengan kelompoknya dan langsung mengeroyok kami.”

“Siapa aja yang ada bersamanya?” tanya Gavriel, mencatat setiap detail yang diceritakan Mackenzie.

“Ada lima orang. Rina adalah salah satunya. Dia dan yang lainnya tampak bersemangat,” jawab Mackenzie. “Tapi semua itu terjadi sangat cepat, dan sebelum kami menyadari, Oes sudah terjatuh.”

Setelah mendengar penjelasan itu, tim merasa semakin perlu untuk segera menemui Rina. Mereka tahu bahwa informasi dari Rina bisa jadi sangat penting untuk menghubungkan semua titik yang ada.

Setelah menjemput Mackenzie, mereka melanjutkan perjalanan ke rumah Rina. Dalam perjalanan, Samuel mencoba menjaga suasana tetap tenang. “Kita bakal jelasin semuanya kepada Rina dan berharap dia mau bagi informasi lebih lanjut,” ujarnya.

“Kalo dia bener-bener terlibat, kita harus hati-hati. Kita gak tau seberapa besar pengaruh Jiren terhadap dia,” kata Marcell.

“Gue setuju. Kita harus bersikap ramah, tapi tetep waspada,” Gavriel menambahkan.

Ketika mereka tiba di rumah Rina, suasana di dalam van terasa tegang. Samuel memberi isyarat untuk bersiap-siap. “Ingat, kita di sini untuk mendengarkan dan membantu. Jangan terlalu agresif,” perintahnya.

Mackenzie mengangguk, berusaha memberikan dukungan kepada Samuel, Marcell, dan Gavriel. Mereka semua keluar dari van dan bersiap untuk menjemput Rina. Ketika Samuel mengetuk pintu, semua orang merasakan ketegangan di udara.

“Semoga aja dia mau ngomong,” bisik Samuel sebelum pintu terbuka. Mereka semua tahu, keberanian untuk menghadapi apa yang mungkin ada di balik pintu ini sangat penting.

                               ***

SMP Floor 1997Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang