Dedicated to JaeGyuie
.
.
.
.
Stasiun Kota hari itu riuh seperti biasa.
Orang-orang berdesakan mengejar kereta, membawa tas-tas penuh harapan yang berat, sementara pengumuman bergema dalam suara dingin yang sama. Di sudut dekat mesin tiket, Jaehyun berjalan cepat, langkah-langkahnya terburu-buru seperti pengejaran dalam salah satu adegan film action yang ia bintangi.
Ia tidak melihat sosok yang datang dari arah berlawanan. Mingyu juga tidak, tentu saja. Maka tabrakan itu tak terhindarkan—keras, kasar, dan mengagetkan.
Tas selempang Jaehyun terlempar ke belakang, sementara gitar case milik Mingyu jatuh ke lantai dengan suara yang menusuk. Barang-barang dari tas kecilnya tersebar: buku-buku catatan dengan cover lusuh, sebuah kotak kecil berisi harmonika, dan beberapa benda lain yang tak sempat dikenali oleh Jaehyun.
"Astaga, apa kau buta?!" suara Jaehyun melesat tajam seperti peluru. Ia menatap pemuda di depannya yang tampak bingung, lalu mendengar Mingyu tergagap.
"Maaf, maaf, saya tidak sengaja."
Jaehyun mendengus, memelototi pemuda itu. "Kau tahu ini tempat umum, kan?"
Mingyu mengangguk pelan dan berjongkok hendak memunguti barang-barangnya, "Maaf. Saya benar-benar tidak sengaja."
Jaehyun hampir memutar tubuhnya untuk pergi—sudah terlalu terlambat untuk mengejar keretanya—tapi sesuatu membuatnya terhenti. Tangan Mingyu yang meraba-raba lantai untuk mengumpulkan barang-barangnya dengan tenang. Tatapan itu. Atau lebih tepatnya, tidak ada tatapan. Pemuda itu mengarahkannya ke depan, kosong, tanpa fokus, seperti sedang menatap sebuah ketiadaan.
Perlahan, seperti adegan slow motion dalam film, Jaehyun mulai memahami. Matanya bergerak ke tongkat lipat kecil yang terselip di saku ransel Mingyu. "Kau..." suaranya merosot, nadanya berubah. "Kau benar-benar buta?"
Mingyu mengangkat kepala, wajahnya lembut dan tanpa amarah. "Ya. Tapi tidak apa-apa. Saya terbiasa dengan ini."
Panas merayap naik ke wajah Jaehyun. Ia merasa seperti orang bodoh, lebih dari itu, seperti penjahat dalam film-film yang selalu ia kalahkan. Dengan canggung, ia berlutut di depan Mingyu, memungut buku catatan yang jatuh dan harmonika kecil itu. "Maaf. Aku tidak tahu. Aku tidak seharusnya berkata seperti itu tadi."
Mingyu tersenyum tipis, meraba-raba gitar case-nya. "Tidak apa-apa. Orang lain juga sering begitu."
"Aku serius, aku sungguh minta maaf." Jaehyun menyerahkan buku-buku itu pada Mingyu, lalu mengangkat gitar case-nya dan menyampirkannya di bahu Mingyu. "Kau mau ke mana? Biar aku bantu."
"Oh, tidak perlu," jawab Mingyu cepat. "Saya bisa sendiri."
"Aku tetap akan bantu," desak Jaehyun. "Kau mau ke mana?"
Mingyu menyebut nama sebuah studio kecil di belakang pasar. "Saya ada janji dengan teman, kami mau latihan musik."
Jaehyun berdiri, menyesuaikan langkahnya dengan Mingyu yang bergerak pelan. "Kebetulan arahnya sama. Aku juga ke sana."
Itu jelas bohong. Jaehyun sebenarnya akan ke arah sebaliknya, ke gedung bioskop yang jauh, tempat ia dijadwalkan menghadiri jumpa pers film terbarunya. Tapi rasa bersalah menahannya untuk berpisah begitu saja.
Dalam perjalanan, mereka mulai mengobrol. Awalnya canggung, seperti dua orang yang baru saling bertemu dan dipaksa berbicara karena keadaan.
"Jadi, kau musisi?" tanya Jaehyun, mencoba mencairkan suasana.
![](https://img.wattpad.com/cover/161974698-288-k84402.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
B R A V E 💪🏿 bottom!Mingyu [⏯]
Fiksi PenggemarKim Mingyu. Manly. Cool. Tangguh. Perkasa. Gagah. Kuat. Tampan. Dominan. Tidak akan ada seorangpun yang mengira peran apa yang ia lakoni di dalam sebuah permainan panas. ©2019, ichinisan1-3