22. Villa

1.3K 67 12
                                    


“Hati-hati ya kalian,” ucap Syifa setelah mengurai pelukan dengan sang menantu. Deka dan Aya pamit bergantian.

Malik hanya menampilkan senyuman tipis pada putranya, merasa tak ada ucapan yang akan ia katakan. Karena sudah terwakilkan oleh istrinya.

“Bang! Kalau pulang bawa kejutan ya,” seru Uswa antusias. Mengedipkan mata dengan senyuman centil penuh arti, pasangan halal itu lantas mengerutkan alis bingung.

Syifa yang mengerti sigap merangkul pinggang ramping anak perempuannya itu. Ia ikut terkikik geli, melihat reaksi Deka. Tersenyum miring lalu masuk ke dalam mobil.

“Maksudnya oleh-oleh ya?” tanya Aya memasang raut polos. Tubuhnya masih setia berdiri di depan pintu mobil demi menunggu jawaban.

“Bukan kak, bab--” bibir adik Deka dibungkam oleh ibunya.

“Deka tau jawabannya,” lanjut wanita itu tersenyum manis. Mengisyaratkan sang menantu untuk segera masuk ke dalam mobil. Aya mengangguk.

Sesuai arahan, gadis dengan balutan blouse cerut bahu tersebut menoleh pada Deka yang sedang fokus menyetir.

“Apa jawabannya kak?” tanya Aya masih penasaran.

“Baby,” jawab cowok itu singkat.

Otak Aya seketika berputar memikirkan maksud dari jawaban tersebut. Setelah beberapa detik barulah ia mengerti. Lantas dia tersenyum malu-malu ke arah sang suami.

“Aya belum mau punya anak, masih mau berduaan dulu sama kakak, gapapa kan?” Lama tersipu malu, dalam sekejap mata raut gadis itu berubah datar.

“Gue juga belum pengen punya anak.” Deka  mengelus singkat kepala istrinya.

“Kak Rendi gak ikut kan?” ucap Aya memastikan.

“Ikut dong. Tenang aja, dia gak bakalan bau lagi.” Tanpa pria itu sadari, Aya menunduk lesu. Semangatnya terasa hilang begitu saja, mendengar nama Rendi seperti sebuah malapetaka untuknya.

“Nanti pas di sana kakak jangan pisah-pisah sama aku ya, gak boleh nongkrong sama geng kakak juga,” ujar gadis itu posesif.

“Kenapa gitu?” Dengan raut kurang bersahabat, Deka bersuara.

“Alasannya karena aku cinta sama kakak!”

“Biar gak ada orang jahat yang ngisengin kita lagi.”

“Kakak juga gak boleh naksir sama cewek lain selain aku.”

“Gak boleh tergoda sedikit pun!”

“Posesif amat, kayak gue bakal diambil orang aja,” gumam cowok dengan setelan jaket warna cream tersebut, melirik sekilas tampang masam yang ditunjukkan istrinya.

Perkataan sang pendamping hidupnya sukses membuat Aya merenung sejenak. Berbagai ancaman terbit di pikiran, ia menepis. Mencoba berpikir normal.

“Jangan ngomong gitu dong kak, Aya gak rela,” adunya terisak. Menatap ke luar kaca mobil, menyembunyikan air mata yang telah mengalir di kedua pipinya.

“Gue bercanda.” Kendaraan roda empat pun berhenti. Deka turun dari mobil berniat membukakan pintu mobil sang putri.

Tampaklah Aya yang masih duduk, matanya menatap sambutan tangan dari Deka. Tanpa berpikir banyak gadis itu menyambut dengan ramah.

Deka menunduk sedikit, lalu tanpa aba-aba mencium singkat kedua pipi istrinya tepat dimana air mata itu membasahinya.

“Gue cuman maunya sama lo,” ungkap spontan dari bibir merah alami itu. Aya tersenyum sumringah. Tubuh pendek itu berjinjit ingin mencapai sesuatu.

USAI? (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang