23. Ancaman

1.2K 54 13
                                    


Matahari menyingsing untuk sementara waktu, disambut oleh bentangan langit gelap di atas sana.

Lampu-lampu villa menyala sempurna. Jika dilihat dari luar maka bangunan tersebut akan tampak indah dan mewah.

Aya tengah sibuk berkutat menyiapkan masakan untuk makan malam. Tentu saja momen ini tidak akan ia sia-siakan, karena adukan dalam wajan beraroma menggiurkan itu adalah makanan spesial favorit suaminya.

Senyum antusias tercetak di wajahnya setelah mencicipi hasil buatannya. Hingga belum lama kemudian datang seseorang. Sudut bibirnya langsung turun seketika.

Tepat ketika Aya memutar pandangan ke belakang, jambakan keras mendera kepalanya. Ia mendongak mendapati wajah pelakor yang tersenyum penuh kemenangan.

"Untuk apa lo masak makanan itu lagi?" tanya Eva terdengar tidak suka.

"Dimakan," jawab Aya singkat dengan ekspresi datar.

Hidung serta dahinya sontak mengerut menahan rasa sakit. Kuku panjangnya tak mampu membuat tangan jalang itu terlepas. Hanya meninggalkan goresan.

"Dimakan sama calon suami gue? Oh... gak perlu repot-repot, kebetulan gue udah nyiapin ini sebelum lo."

"Jelas Deka bakal pilih masakan aku. Aku istri sahnya, sedangkan kamu cuman pelakor gak tau diri." Eva lantas membuang muka muak, hembusan nafas berat menerpa kulit wajah gadis mungil di depannya.

"Deka milik aku!!" tegas Aya penuh penekanan.

Lengah akan situasi, satu kaki Aya terangkat cepat lalu menginjak keras kaki mulus wanita tidak tau malu tersebut.

Jambakan pun terlepas, buru-buru istri Deka itu mematikan kompor. Untung saja masakannya tidak gosong, pandangannya beralih menatap nyalang gadis yang tengah mengelus kaki kesakitan.

Tak mau kalah, Eva berdiri angkuh. Mengabaikan rasa perih yang masih mendera. Dagunya naik membalas tatapan Aya tak kalah sengit.

"Berani lo nyakitin gue." Eva terkekeh geli.

"Badan kecil. mukanya kek bocil. Mending jadi adik Deka aja ya, plis. Pantes sampai sekarang lo belum hamil, ya pasti gak bisa ngurus anak. Ngurus diri sendiri aja gak bisa, kan masih muda banget ya. O... cup cup, kenapa gak manggil Deka "kakak" lagi? Cocok sih, kan lo adiknya."

"Nyenyenye." Bibir berwarna peach itu maju, mengejek kalimat panjang yang sudah Eva ucapkan barusan.

Tidak terima direspon seperti itu, raut gadis berpakaian kasual tersebut lantas berubah menyeramkan. Menyadari hal itu, Aya mengambil ancang-ancang untuk melarikan diri. Namun, bukannya mencelakakan dirinya, justru Eva malah bergerak maju mendekati masakannya.

"Deka gak butuh masakan lo." Darah Aya seketika mendidih mendengarnya, bibirnya dalam sekejap kering memucat saking tidak terima atas tindakan kurang ajar dari wanita ular itu.

Saat Eva hendak memindahkan isi masakan dalam wajan itu ke wastafel. Dengan gerakan cepat Aya memegang erat lengan wanita itu. Membidik tajam wajah menjengkelkan tersebut.

"Deka gak butuh cewek gatel kayak kamu!"

"Apa?" Eva memasang raut mengejek.

Tak menghiraukan, Aya merebut paksa wajan itu dari tangan saingannya. Mereka berebut bak kesetanan. Hingga pada akhirnya, ada salah satu dari mereka yang kalah.

Ya, Aya jatuh. Eva berhasil menumpahkan masakan yang telah ia buat ke dalam wastafel. Gadis itu tertawa kecil, memperhatikan wajah kesal bercampur emosi dari istri dari pujaan hatinya.

"Jangan khawatir, Deka tetap makan masakan itu kok. Kebetulan udah ada di meja makan, yuk!" Uluran tangan itu langsung Aya tepis kasar, melihat sikap serta muka menyebalkan yang sengaja Eva perlihatkan padanya seakan menguncang amarah dalam hati, telapak tangannya panas dingin.

USAI? (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang