21. Tanda

1.9K 100 19
                                    


Secercah sinar berwarna kuning menampakkan diri dibalik rapatnya jendela panjang terlapisi tirai kamar patsuri muda itu.

Tersorot di atas ranjang. Kedua pasangan suami istri itu sedang berbaring, Deka sejak tadi sudah membuka mata. Merasa enggan untuk bangun dan memulai aktivitas, dirinya memilih berpindah posisi menyamping kemudian memperhatikan Aya yang masih terjaga.

Sehabis pulang dari apartemen semalam, Deka membawa istrinya ke kamar. Melakukan segala cara agar gadis itu terbangun. Namun, sampai matanya merasakan kantuk. Aya tak kunjung sadarkan diri. Mungkin pagi ini, Aya akan bangun.

"Aya," panggil Deka lembut sambil menyelipkan anak rambut istrinya.

"Hey." Suara khas bangun tidur dari laki-laki itu sukses mengusik kenyenyakan istrinya. Kedua alis yang terpahat nyaris sempurna itu bergerak bersamaan dengan penglihatannya terbuka.

"Kak! Disa gimana?" tubuh yang tadinya terlentang kini berpindah menyamping menghadap wajah tampan dari Deka.

"Dia pulang setelah buat lo pingsan," jawab Deka dingin.

"Terus, Aya dimaafin gak?"

"Udah, jangan dibahas lagi," potong Deka cepat.

Gadis itu menunjukkan raut muram, perasaannya dilanda kesedihan sejak semalam. Disa adalah sahabat sekaligus saudara baginya, namun malam itu membuat pertahanan Aya hancur. Disa tak pernah mengatakan perkataan itu sebelumnya. Aya merasa tidak tenang jika belum bertemu dan meminta maaf.

Deka bangun lalu mengamati istrinya yang masih berbaring menatap ke arah lain. Seperti memikirkan sesuatu.

Tanpa berpikir panjang, lengan kekarnya terulur menangkap kedua pundak Aya hingga terduduk tepat di depannya. Deka menyunggingkan senyum lebar, di saat raut sang istri justru menunjukkan wajah datar.

"Jangan sedih lagi," ucap cowok itu sambil menarik sudut bibir Aya agar tersenyum.

"Gue pengen liat lo yang hiperaktif kayak dulu. Gue pengen dibucinin lagi sama lo, bisa gak?"

Aya menyengir mendengar ucapan tersebut.

"Bisa dong! emang aku Shea? Aku kan Aya, cegilnya Kak Deka!" Tak disangka-sangka, pelukan erat mendarat di tubuh atletis tanpa baju atasan itu. Netra Deka spontan terbuka lebar mendapatinya.

Keasikan berpelukan, Aya sampai menggoyang tubuh ke kanan dan ke kiri. Dan yang lebih membuat Deka terkejut gadis itu melingkarkan kedua kakinya pada pinggang suaminya.

"Kak, bucinin Aya dong!" seru Aya antusias.

Deka tersenyum licik. Lantas, mencium dalam aroma harum dari rambut sebahu istrinya. Aya merasa geli serta merinding begitu menduga lehernya seperti diisap oleh suaminya. Matanya memejam, sensasi ini pernah ia lalui saat Juna melakukannya tempo hari.

"Kak, lagi ngapain?" Aya melepas pelukan kemudian menatap suaminya intens.

"Bucinin lo," balas cowok itu santai.

"Kok, kakak ngelakuin yang sama kayak Juna?" protes gadis itu tidak suka.

"Hak gue."

"Tapi, itu ngingetin aku ke perbuatan dia. Aya gak mau inget lagi kejadian buruk itu." Ekspresi penuh semangat tadi luntur. Deka terkekeh pelan.

Satu tangannya bergerak menekan kepala Aya untuk tenggelam di ceruk lehernya.

"Lupain apapun tentang cowok lain. Fokus ke gue," tegas cowok itu serius.

"Juna cuman buat satu tanda kan?"

Aya mengangguk.

"Gue buat lebih dari satu." Saat ingin menghindar, lengan sang suami terburu menahan. Jadilah Aya mau tak mau harus pasrah. Kepala laki-laki itu turun, mengamati dua tanda yang telah ia buat di leher putih istrinya. Aya tak protes, hanya menunjukkan ekspresi tak sukanya.

USAI? (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang